Menuju konten utama

Jadi Tersangka Kasus Suap, Hakim PN Medan: Saya Tidak Tahu Apa-apa

Hakim PN Medan Merry Purba mengklaim tidak terlibat kasus suap dan mempertanyakan dasar keputusan KPK menetapkan dirinya menjadi tersangka.

Jadi Tersangka Kasus Suap, Hakim PN Medan: Saya Tidak Tahu Apa-apa
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disaksikan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) MS Sunarto menunjukkan barang bukti operasi tangkap tangan (OTT) kasus suap di PN Medan, berupa uang dolar Singapura, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, pada Rabu (29/8/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Medan Merry Purba mempersoalkan alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dirinya menjadi tersangka penerima suap.

Merry mengaku bingung kenapa KPK menjadikannya tersangka di kasus ini. Dia berdalih tidak pernah menerima uang apa pun dari Tamin Sukardi, terdakwa kasus tipikor penjualan tanah negara yang diadili di PN Medan.

"Saya tidak mengerti atas dasar apa saya jadi ditahan seperti ini. Sampai sekarang saya tidak tahu apa-apa," kata Merry saat baru keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan (29/08/2018).

Merry juga mengklaim hanya mengenal Tamin sebagai pihak yang berperkara dan tak pernah berkomunikasi dengannya.

Selain itu, Merry menambahkan, dalam putusan perkara Tamin yang dibacakan tanggal 27 Agustus 2018, dirinya justru menyampaikan dissenting opinion atau ketidaksetujuan terhadap putusan mayoritas hakim.

Hari ini, KPK mengumumkan telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Medan. Salah satunya adalah Hakim Adhoc Tipikor Merry Purba.

"KPK meningkatkan status penangangan perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 tersangka," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK.

Selain Merry, KPK menetapkan Panitera Pengganti di PN Medan, Helpandi sebagai tersangka penerima suap.

Sedangkan Tamin Sukardi (TS) dari pihak swasta dan Hadi Setiawan (HS) selaku orang kepercayaan TS ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Tamin diduga memberi suap guna meringankan hukuman terhadap dirinya dalam kasus tindak pidana korupsi penjualan tanah negara yang ditangani PN Medan.

Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis pidana 6 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider Rp 500 juta kurungan 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 132 Miliar.

Vonis ini lebih rendah dari dakwaan jaksa yakni pidana 10 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider Rp 500 juta kurungan 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 132 Miliar.

KPK menduga, sebelum vonis itu dijatuhkan, Tamin melalui Hadi memberikan uang sejumlah SGD150 ribu kepada Merry melalui Helpandi di Hotel J.W Marriot Medan, pada 24 Agustus 2018. Uang ini merupakan bagian dari total suap SGD280 ribu yang telah diberikan kepada Merry. Uang senilai SGD130 ribu telah disita oleh tim KPK dari tangan Merry Purba.

Atas perbuatannya, Merry dan Helpandi disangka telah melanggar Pasal 12 Huruf c atau a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Tamin dan Hadi Setiawan disangka melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a, atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Baca juga artikel terkait OTT KPK DI MEDAN atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom