Menuju konten utama

Mahkamah Agung Berhentikan Sementara Hakim & Panitera Tersangka KPK

MA memberhentikan Hakim Ad Hoc Merry Purba dan Panitera Pengganti Helpandi setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara Tipikor di PN Medan.

Mahkamah Agung Berhentikan Sementara Hakim & Panitera Tersangka KPK
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. FOTO/Mahkamah Agung

tirto.id - Mahkamah Agung memberhentikan sementara seorang Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Medan Merry Purba dan seorang Panitera Pengganti Helpandi.

Hal ini dilakukan setelah keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara Tipikor di PN Medan.

"Untuk hakim Ad Hoc MP [Merry Purba] itu kita berhentikan sementara dulu karena sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Wakil Ketua Mahkamah Agung Sunarto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan saat konferensi pers (29/8/2018).

"Dan kepada panitera pengganti itu juga kita lakukan pemberhentian sementara," lanjutnya.

Akibat pemberhentian sementara ini, keduanya hanya akan menerima gaji pokok, dan tunjangan-tunjangan terkait pekerjaanya tidak akan diberikan. Ini dilakukan sampai ada putusan dari pengadilan nantinya.

Sementara itu, Mahkamah Agung juga terus melakukan pemeriksaan soal keterlibatan Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo dalam kasus ini. Meskipun tidak ditetapkan sebagai tersangka, kedua orang tersebut turut dibawa KPK ke Jakarta oleh tim KPK.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Medan.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 tersangka," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (29/8/2018).

Empat orang tersebut adalah Merry Purba (MP) Hakim Ad Hoc Tipikor di PN Medan, dan Helpandi (H) Panitera Pengganti di PN Medan, keduanya dituduh sebagai penerima suap. Selain itu KPK juga mentersangkakan Tamin Sukardi (TS) dari pihak swasta selaku pemberi suap dan Hadi Setiawan (HS) selaku orang kepercayaan TS.

Tamin diduga memberi suap guna meringankan hukuman terhadap dirinya dalam kasus tindak pidana korupsi penjualan tanah negara yang ditangani PN Medan.

Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis pidana 6 tahun penjara denda Rp500 juta subsider Rp500 juta kurungan 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 Miliar. Hakim Merry Purba sendiri memberikan dissenting opinion dalam vonis ini.

Vonis ini lebih rendah dari dakwaan jaksa yakni pidana 10 tahun penjara denda Rp500 juta subsider Rp500 juta kurungan 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 Miliar.

KPK menduga sebelum persidangan, Tamin melalui Hadi memberikan uang sejumlah 150 ribu dolar Singapura kepada Merry melalui Helpandi di Hotel J.W Marriot Medan pada 24 Agustus 2018.

Uang ini merupakan bagian dari total 280 ribu dolar Singapura yang telah diberikan kepada Merry. Untuk SGD 130 ribu lainnya ditemukan oleh tim KPK di tangan Merry Purba.

Atas perbuatannya ini Merry purba dan Helpandi selaku tersangka penerima suap dituduh telah melanggar Pasal 12 Huruf c atau a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara untuk Tamin dan Hadi Setiawan selaku tersangka pemberi suap, KPK menuduh keduanya telah melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a, atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Baca juga artikel terkait OTT KPK DI MEDAN atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yandri Daniel Damaledo