tirto.id - Departemen Pemilihan Umum Singapura, mengumumkan bahwa negara itu akan menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) pada tanggal 10 Juli 2020.
Awalnya, kantor perdana menteri mengeluarkan pernyataan terpisah yang menyebutkan bahwa 30 Juni 2020 sebagai pilihan tanggal penyelenggaraan pemilu, tetapi waktu pastinya akan diumumkan di kemudian hari.
"Pejabat pemantau pemilu akan mengumumkan bahwa Jumat [10 Juli 2020], menjadi Hari Pemungutan Suara," kata departemen yang berada di bawah naungan kantor perdana menteri itu dalam sebuah pernyataan yang dikutip Antara, Selasa (23/6/2020).
Pada hari yang sama pula, PM Lee Hsien Loong mengatakan Singapura harus segera menggelar pemilu seiring dengan situasi yang sudah memungkinkan sekalipun di tengah pandemi yang masih berlangsung.
"Saya telah memutuskan untuk menyelenggarakan pemilu sekarang," ujar Lee dalam pidato nasional.
Dia menambahkan bahwa dirinya yakin pemilihan akan berjalan lancar dan aman, serta partai politik dapat berkampanye dengan efektif.
"Kita masih berada di tengah Covid-19, maka nanti kampanye tidak akan berjalan seperti biasanya," kata Lee.
Pekan lalu, Singapura mencabut sebagian besar aturan karantina, termasuk terkait dengan aktivitas sosial, berbelanja, dan makan di restoran, setelah dua bulan berlaku.
Sementara berdasarkan pantauan Reuters pada hari ini, Jumat (10/7/2020), sejumlah warga negara Singapura telah memberikan suara mereka dengan mengenakan masker dan sarung tangan.
Di salah satu tempat pemungutan suara di sebuah sekolah, misalnya, sekitar 30 orang lanjut usia mengantre sebelum pemungutan suara dimulai dan petugas pemilu terlihat mengarahkan kerumunan untuk mengenakan masker dan pelindung wajah.
Isu "Perang Saudara" Hingga Pekerja Asing
Dilansir dari Straits Times, Pemilu Singapura pada tahun ini akan menjadi “arena yang panas” setelah adik kandung PM Lee Hsien Loong, Hsien Yang, mengumumkan telah bergabung dengan partai oposisi baru bernama Partai Singapura Maju (PSP) pada Rabu (24/6/2020) lalu.
Keputusan politik Hsien Yang tentunya tidak dapat dipandang sebelah mata oleh partai berkuasa pimpinan abangnya, Partai Aksi Rakyat (PAP).
“Dia bukan orang sembarangan. Ayahnya Lee Kuan Yew adalah pendiri Singapura. Keputusannya bergabung dengan kami adalah indikasi jelas pemerintahan PAP tidak mengikuti apa yang Lee senior inginkan,” ucap Dr Tan Cheng Bock, sekretaris jenderal PSP yang mendampingi Hsien Yang menemui warga di Pasar Tiong Bahru kepada Straits Times.
Selain “perang saudara”, isu-isu yang tengah menjadi perbincangan dan mendapat perhatian di kalangan pemilih, serta terus disuarakan partai oposisi adalah semakin bertambahnya pekerja asing di kalangan eksekutif dan profesional.
Keluhan kubu oposisi tentang orang asing yang memegang begitu banyak posisi profesional tingkat atas, mendapat perhatian para pemilih yang menginginkan lapangan kerja lebih luas.
Hal itu ditambah dengan munculnya laporan tentang kelakuan orang asing yang melanggar aturan lockdown, dan izin kerja mereka dicabut, telah memicu kebencian.
Ada 11 partai oposisi yang akan berebut sisa-sisa suara pemilih dengan terus menggaungkan isu pekerja asing tersebut.
Meski begitu, seperti diwartakan Straits Times, prediksi sejumlah analis mengatakan partai berkuasa PAP masih akan memenangkan pemilu kali ini dengan menguasai mayoritas parlemen.
Para analis juga menilai, rakyat Singapura tidak terlalu mengharapkan perubahan pemerintahan yang dikuasai PAP sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1965. Di sisi lain, pemilu kali ini juga menjadi ujian kepercayaan bagi PM Lee dan partainya terhadap krisis coronavirus.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora