Menuju konten utama

Istana: Perluasan TNI Jabat di 16 K/L karena Kebutuhan Keahlian

Hasan mengatakan, para prajurit TNI sudah berada di kementerian/lembaga yang mendapat perluasan penempatan, tetapi belum diatur dalam undang-undang.

Istana: Perluasan TNI Jabat di 16 K/L karena Kebutuhan Keahlian
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Jumat (14/2/2025). Tirto.id/Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengeklaim, penambahan pos yang bisa diduduki TNI menjadi 16 kementerian/lembaga dalam RUU TNI karena keperluan keahlian dan beririsan dengan lingkup kerja TNI.

"Karena posisi-posisi untuk TNI, enggak di-open, tapi dikunci. Dikunci ke-16 posisi yang memang memerlukan ekspertis-nya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan ekspertis mereka," kata Hasan dalam keterangannya menanggapi tentang rancangan revisi Undang-Undang TNI yang salah satunya mengatur perluasan penempatan prajurit aktif dari 10 menjadi 16 kementerian/lembaga, Senin (17/3/2025) malam sebagaimana dikutip Antara.

Meski terdapat penambahan kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI, Hasan menegaskan bahwa jabatan tersebut memang sudah diisi oleh prajurit TNI aktif namun belum diatur melalui undang-undang.

Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI saat ini, hanya ada 10 kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif, yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, dan Badan Siber dan Sandi Negara.

Kemudian, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dewan Pertahanan Nasional, Badan SAR Nasional (Basarnas), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung.

Lewat revisi UU TNI, ada penambahan enam pos baru yang bisa dijabat TNI aktif, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung dan terbaru, yakni Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

"Sebelumnya di UU enggak ada, sekarang ada. Ada untuk mengisi kamar peradilan pidana Mahkamah Agung, Bakamla. Jadi yang kayak gitu, yang memang ekspertis-nya membutuhkan ekspertis teman-teman dari TNI," kata Hasan.

Oleh karena itu, Hasan kembali menekankan bahwa RUU TNI yang dikhawatirkan mengembalikan dwifungsi ABRI oleh masyarakat hingga lembaga independen tidak terbukti.

Di sisi lain, pemerintah meminta masyarakat tetap mengkritisi dan memantau pelaksanaan undang-undang sebagai bagian dari pengawasan publik.

Baca juga artikel terkait REVISI UU TNI

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Editor: Andrian Pratama Taher