tirto.id - Konsekuensi hukum tindak pidana penggelapan diatur secara tegas dalam pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut mengatur mulai dari definisi penggelapan itu sendiri hingga hukuman yang dapat diterima oleh pelaku.
KUHP sendiri adalah landasan penegakan hukum pidana di Indonesia. KUHP terbagi menjadi dua bagian yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil berkaitan dengan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (saksi). Sementara hukum pidana formil adalah hukum yang mengatur pelaksanaan hukum pidana materiil.
KUHP yang berlaku di Indonesia pada mulanya berasal dari hukum Kolonial Belanda, yaitu Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Setelah kemerdekaan Indonesia, KUHP tetap dijalankan dengan penyelarasan berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan.
Berdasarkan Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945 ditegaskan bahwa:
“Segala Badan-Badan Negara dan Peraturan-Peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar masih berlaku asal saja tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tersebut.”
Aturan-aturan KUHP dibagi dalam tiga buku, yaitu Buku I, Buku II, dan Buku III. Buku I tentang Aturan Umum melingkupi Pasal 1 hingga Pasal 103. Buku II tentang Kejahatan melingkupi Pasal 104 hingga Pasal 488. Sementara, Buku III tentang Pelanggaran melingkupi pasal 489 hingga Pasal 596.
Adapun pasal-pasal hukum pidana yang dibahas dalam KUHP antara lain adalah pemalsuan, perzinaan, pemerkosaan, perjudian, pencemaran nama baik, penganiayaan, pencurian, hingga penggelapan.
Isi Pasal 372 KUHP Tentang Penggelapan dan Penjelasannya
Persoalan tentang penggelapan dibahas dalam Buku II KUHP tentang kejahatan. Dikutip dari arsip Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, pasal 372 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagainya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”
Pasal 372 KUHP merumuskan definisi tentang penggelapan yang merupakan kepemilikan yang melawan hak terhadap barang kepunyaan orang lain. Dikutip dari lsc.bphn.go.id, bagian inti delik atau tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP adalah sebagai berikut:
- Pertama: sengaja;
- Kedua: melawan hukum;
- Ketiga: memiliki suatu barang;
- Keempat: yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
- Kelima: yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
Istilah penggelapan menurut Lamintang dan Djisman Samosir diartikan sebagai “penyalahgunaan hak” atau “penyalahgunaan kekuasaan.” Penggelapan adalah jenis kejahatan yang mirip dengan pencurian yang dibahas dalam Pasal 362.
Penggelapan berbeda dengan pencurian. Pada kasus pencurian, barang yang dimiliki itu masih belum berada di tangan pelaku dan masih harus diambilnya. Sementara pada penggelapan, barang yang dimiliki itu sudah berada di tangan pelaku dan didapatnya tidak dengan tindak kejahatan.
Menurut KUHP tidak pidana penggelapan dibagi menjadi lima macam, yaitu:
- Tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok.
- Tindak pidana penggelapan ringan.
- Tindak pidana penggelapan dengan unsur-unsur yang memberatkan.
- Tindak pidana penggelapan oleh wali dan lain-lain.
- Tindak pidana penggelapan dalam keluarga.
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Yonada Nancy