tirto.id - Isi bunyi Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berkaitan dengan konsekuensi hukum bagi pelaku tindak pidana penipuan. Selain berisi tentang hukuman, pasal tersebut juga mengatur unsur-unsur apa saja yang dinilai sebagai penipuan.
Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini ditandai adanya induk peraturan hukum pidana positif yang disebut KUHP. Induk peraturan tersebut bertujuan mengadili perkara pidana, sehingga kepentingan umum meliputi keamanan, ketentraman, kesejahteraan, dan ketertiban dapat terlindungi.
Dalam sejarahnya, KUHP pertama kali dibentuk Pemerintah Kolonial pada 15 Oktober 1915 silam. Waktu itu, KUHP masih bernama Wetboek van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie (WvSNI), dan mulai diberlakukan di Hindia Belanda pada 1 Januari 1918.
Meskipun WvSNI telah diberlakukan, unsur-unsur kolonial seperti aturan kerja rodi dan denda menggunakan mata uang gulden masih dilegalkan. Kemudian, pasca kemerdekaan Indonesia pada 26 Februari 1946, WvSNI diubah menjadi KUHP melalui Undang-Unang (UU) Nomor 1 Tahun 1946.
Sistematika dan daftar isi KUHP dibagi 3: Buku 1-Aturan Umum (Pasal 1-103), Buku 2-Kejahatan (Pasal 104-448), dan Buku 3-Pelanggaran (Pasal 489-569). Sistematika dan daftar isi tersebut dapat dilihat di sini.
Isi Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP Tentang Penipuan
Tindak pidana penipuan tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda. Tindak pidana tersebut diatur dalam KUHP masuk Buku 2-Kejahatan Bab XXV Pasal 378.
Pasal 378 KUHP mengatur tindak pidana penipuan dalam arti luas (bedrog). Adapun bunyi pasal tentang Penipuan tersebut sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Ketentuan Pasal 378 KUHP merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri. Oleh karena itu, pasalnya menjelaskan unsur-unsur dalam perbuatan penipuan, mulai dari menguntungkan diri dengan melawan hukum hingga menggunakan upaya penipuan.
Dilansir lamanLegal Smart Channel BPHN, berikut ini unsur-unsur dalam perbuatan penipuan berdasarkan bunyi Pasal 378 KUHP:
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum.
- Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
- Dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kebohongan).
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Yonada Nancy