tirto.id - KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah induk peraturan hukum pidana positif di Indonesia. Salah satu yang diatur adalah mengenai penganiayaan berat yakni Pasal 354 KUHP. Apa isi Pasal 354 KUHP dan contoh kasusnya?
KUHP juga menjadi landasan penegakan hukum pidana. KUHP merupakan salah satu bentuk upaya hukum terakhir yang digunakan untuk mengadili setiap tindak pidana yang berakibat pada keamanan, ketenteraman, kesejahteraan, serta ketertiban umum.
Ada tiga buku yang menghimpun tiga aturan yang berbeda dalam KUHP. Buku 1 mengatur tentang Pidana Aturan Umum (Pasal 1-103), Buku 2 berisi tentang Pidana Kejahatan (Pasal 104-488), dan Buku 3 yang mencakup mengenai Pidana Pelanggaran (Pasal 489-569).
Isi Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan Berat
Tindak penganiayaan dibedakan menjadi 6 (enam) jenis perbuatan, yaitu:
- Penganiayaan biasa
- Penganiayaan ringan
- Penganiayaan berencana
- Penganiayaan berat
- Penganiayaan berat berencana
- Penganiayaan terhadap orang
Tindak pidana penganiayaan berat beserta ancaman hukumannya diatur dalam Pasal 354 KUHP yang isinya adalah sebagai berikut:
- Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.
- Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.
Contoh Kasus Tindak Pidana Penganiayaan Berat
Berikut ini contoh kasus tindak pidana penganiayaan berat seperti yang dikutip dari laman resmi Kejaksaan Republik Indonesia dengan nomor perkara Print-18/P.3.18/Epp.1/2015:
Hari Rabu tanggal 11 Maret 2015 sekitar jam 19.00 WITA telah terjadi tindak pidana penganiayaan berat bertempat di Ladha, Kelurahan Mbay 1, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Awal kejadiannya, terlapor mencurigai korban mencuri mesin pompa air. Korban marah kepada terlapor dan mengambil sebatang kayu. Korban lalu pergi ke rumah terlapor dan menanyakan keberadaan terlapor yang dicurigai mencuri mesin pompa air.
Setelah itu, tiba-tiba terlapor muncul dengan membawa parang dan langsung mengejar korban. Korban sontak melarikan diri, namun kemudian terjatuh ke dalam parit.
Terlapor ikut turun ke parit dan mengayunkan parang ke arah punggung korban berulang kali. Akibatnya, punggung belakang korban luka robek dan jari tangan kanan korban putus.
Setelah kejadian tersebut, terlapor melarikan diri. Sedangkan korban langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Atas kejadian itu, pelapor datang ke pos pelayanan Sektor Aesesa untuk melaporkan kejadian penganiayaan tersebut.
Dalam contoh kasus tindak pidana penganiayaan berat di atas, korban mengalami luka-luka namun tidak sampai kehilangan nyawa. Maka, sesuai Pasal 354 KUHP, terlapor terancam hukuman selama-lamanya penjara 8 tahun, atau bisa kurang dari itu.
Di pengadilan, terungkap bahwa korban merasakan sakit pada bagian jari tangan kanan dan punggung. Jari telunjuk tangan kanan putus dan punggung korban luka hingga dijahit sekitar 20 jahitan.
Hal-hal yang memberatkan terlapor/terdakwa adalah akibat penganiayaan itu, korban tidak bisa bekerja seperti biasa sebagai petani. Bahkan, setelah peristiwa itu terjadi, terlapor/terdakwa maupun keluarganya tidak pernah memberikan bantuan biaya pengobatan kepada korban.
Adapun hal-hal yang meringankan adalah terdakwa mengakui perbuatannya dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Jaksa menuntut hukuman pidana badan selama 4 tahun kepada terlapor/terdakwa dan membayar biaya perkara. Putusan yang ditetapkan di pengadilan lebih ringan, yakni hukuman pidana badan selama 2 tahun dan membayar biaya perkara sebesar Rp.1000.
Penulis: Ririn Margiyanti
Editor: Iswara N Raditya