Menuju konten utama

Isi Bunyi Pasal 209 KUHP Tentang Penyuapan dan Berapa Lama Hukuman

Tindak pidana suap diatur dalam KUHP dan beberapa kali mendapatkan perubahan melalui undang-undang.

Isi Bunyi Pasal 209 KUHP Tentang Penyuapan dan Berapa Lama Hukuman
Ilustrasi Undang Undang. foto/Istockphoto

tirto.id - Tindak pidana suap telah menjadi perhatian semenjak diterapkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada tahun 1946.

KUHP merupakan warisan dari Belanda yang sebelumnya menerapkan Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI) untuk mengatur pengadilan pidana. WvSNI diberlakukan pada 1 Januari 1918.

Semenjak Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, WvSNI diadopsi dengan melakukan revisi di beberapa bagian ke dalam KUHP. Sejumlah aturan dihilangkan seperti aturan kerja rodi, dan mengubah denda dalam mata uang gulden ke rupiah.

Pengadopsian tersebut termasuk pada masalah suap. KUHP yang terdiri dari 3 buku tersebut menempatkan masalah mengadili kasus suap pada Pasal 209 KUHP. Sebagai aturan mengenai hukum pidana, maka sanksi hukum yang melanggarnya bersifat memaksa.

Seiring perkembangan zaman, aturan hukum pidana mengalami reformasi disesuaikan kondisi kekinian. Tercatat sejumlah undang-undang dibuat negara demi penyempurnaan dalam penanganan tindak pidana suap. Misalnya UU Nomor 11 tahun 1980, UU Nomor 31 1999, hingga UU Nomor 20 tahun 2001.

Bunyi Pasal 209 KUHP

Pasal 209 KUHP terdapat pada Buku Kedua KUHP pada Bab VIII tentang Kejahatan Terhadap Penguasa Umum. Bunyinya seperti berikut:

Pasal 209 KUHP

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

  1. Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
  2. Barang siapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
(2) Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No. 1- 4 dapat dijatuhkan

Sementara itu, masalah tindak pidana suap mendapat perhatian lebih dari pemerintah dengan dikeluarkannya UU Nomor 11 Tahun 1980. Isi dalam UU tersebut sebagai berikut,

UU Nomor 11 Tahun 1980:

Pasal 1

Yang dimaksud dengan tindak pidana suap di dalam undang-undang ini adalah tindak pidana suap di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada

Pasal 2

Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah)

Pasal 3

Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan

kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp15.000.000.- (lima belas juta rupiah)

Pasal 4

Apabila tindak pidana tersebut dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia, maka ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga terhadapnya.

Pasal 5

Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan

Pasal 6

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Selang waktu berjalan, Pemerintah Indonesia melakukan pembaruan mengenai hukuman dan denda untuk tindak pidana suap melalui UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 5 disebutkan:

Pasal 5 UU Nomor 31 Tahun 1999:

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Dua tahun setelah berlakunya UU Nomor 31 Tahun 1999, pemerintah melakukan perubahan atas UU tersebut dengan dikeluarkannya UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal 5 UU nomor 31 Tahun 1999 dilakukan perubahan yang rumusannya tidak mengacu pada pasal-pasal di KUHP. Namun, rumusan ditetapkan dengan langsung menyebut kan unsur-unsur yang terdapat pada masing-maisng pasal KUHP yang diacu.

Dengan demikian, berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2001, bunyi Pasal 5 UU Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan keredaksian sebagai berikut:

Pasal 5 perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2001

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

  1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan

    dengan kewajibannya; atau

  2. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Baca juga artikel terkait BUNYI PASAL 209 KUHP TENTANG PENYUAPAN atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Hukum
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Nur Hidayah Perwitasari