Menuju konten utama

Efisiensi Rp300 T: Dibanggakan Prabowo, Tantangan Layanan Publik

Prabowo klaim hemat Rp300 triliun dari APBN. Efisiensi ini dipuji, tapi dianggap membebani layanan publik dan menghambat pembangunan daerah.

Efisiensi Rp300 T: Dibanggakan Prabowo, Tantangan Layanan Publik
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI Tahun 2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga/app/rwa.

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto nampak berapi-api dalam menyampaikan pidato di Sidang Tahunan MPR 2025. Pidato pertama Prabowo di depan para legislator itu menyampaikan pencapaiannya selama 299 hari menjadi pemimpin negara.

Salah satu yang paling mencolok adalah klaim soal efisiensi anggaran yang sebelumnya telah dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.

Dia mengklaim bahwa total Rp300 triliun telah diamankannya dari keborosan dan kebocoran anggaran melalui langkah efisiensi. Menurutnya, efisiensi anggaran juga menyelamatkan APBN dari upaya korupsi yang masih menjadi penyakit dan belum terobati hingga kini.

"Itu lah sebabnya di awal tahun 2025 ini kami telah identifikasi dan telah selamatkan uang Rp300 triliun dari APBN yang kami lihat rawan diselewengkan," kata Prabowo saat Sidang Tahunan DPR, MPR, dan DPD RI di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2025).

Dirinya menjabarkan sejumlah kantong anggaran yang telah ditekannya dalam rangka efisiensi. Di antaranya adalah anggaran perjalanan dinas luar negeri dan dalam negeri serta anggaran alat tulis kantor. Anggaran sejumlah pos itu disebut telah disalurkan untuk program lain yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

"Rp300 triliun kami geser untuk hal-hal yang lebih produktif dan langsung bisa dirasakan rakyat banyak," lanjut Prabowo.

Dalam pidatonya, Prabowo juga menyebut istilah net outflow of national wealth. Suatu frasa yang berulang kali disampaikan Prabowo dalam sejumlah pidatonya. Kondisi ini merujuk ke kebocoran kekayaan negara dalam skala besar.

Oleh karenanya dia harus mengambil kebijakan-kebijakan yang tidak populer di mata sejumlah pihak. Meski tidak merujuk langsung, kebijakan efisiensi anggaran ini bisa jadi salah satu yang dia maksud.

"Saya harus mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan kekayaan negara kita agar bisa digunakan untuk kepentingan bangsa kita di hari ini dan hari esok. Untuk kepentingan generasi sekarang, dan generasi mendatang," tegasnya.

Efisiensi APBN: Dibanggakan Prabowo, Dikeluhkan Menteri, Dirasakan Rakyat

Pidato Prabowo yang membanggakan capaian efisiensi anggaran, nampaknya menjadi beban tersendiri bagi para menteri, badan, dan lembaga. Hal ini tersirat dari pernyataan Ketua DPR RI, Puan Maharani dalam sambutannya di kesempatan yang sama.

"Kementerian/Lembaga curhatnya ke komisi-komisi yang menjadi mitra kerjanya. Curhat masalah 'cinta segitiga'; program prioritas, tambahan anggaran dan kebijakan efisiensi," kata Puan dalam pidatonya, Jumat (15/8/2025).

Walau mendengar keluhan tersebut, namun Puan tetap mendukung Prabowo soal efisiensi anggaran. Menurutnya permasalahan efisiensi anggaran dapat berakhir dengan baik apabila semua pihak dapat saling memahami kepentingannya dan menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.

"Upaya pemerintah menjalankan efisiensi sejalan dengan amanat UU Keuangan Negara yang mengharuskan APBN dikelola secara efektif, efisien, tertib, transparan, memenuhi rasa keadilan dan rasa kepatutan," tegasnya.

Lebih lanjut, kebijakan efisiensi anggaran yang berhasil menghemat Rp300 triliun itu juga menimbulkan masalah lain. Salah satu problematika yang muncul akibat efisiensi adalah ketiadaan dana untuk transfer daerah yang selama ini ditopang oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, menyebut kebijakan efisiensi anggaran tidak berdampak positif terhadap pembangunan di daerah.

Hal ini juga yang menjadi pemicu sejumlah gejolak di daerah, misalnya soal kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di Kabupaten Pati, kenaikan PBB bahkan menyulut aksi massa besar-besaran. Faktanya kenaikan PBB besar-besaran ini juga terjadi di Cirebon, Jombang, Bone, dan Kabupaten Semarang.

Menurut Herman, daerah-daerah tersebut para kepala daerah juga terpaksa menaikkan PBB demi menambah pemasukkan, sebab wilayah tersebut masih bergantung pada APBN melalui transfer daerah. Melalui efisiensi, daerah-daerah yang fiskalnya masih rendah dipaksa untuk mandiri dan mencari pemasukkan dari pungutan-pungutan yang merupakan kewenangan mereka sesuai peraturan perundang-undangan.

"Dalam kondisi seperti ini, para kepala daerah ingin merealisasikan janji kampanye mereka di tahun pertama menjabat. Tetapi kondisi kas keuangan daerah itu kosong, sehingga mereka mencari peluang yang bisa dioptimalkan, salah satunya dengan menarik pajak dan retribusi daerah," kata Herman saat dihubungi Tirto, Jumat (15/8/2025).

Bukannya ikut bangga, Herman justru mempertanyakan bagaimana kinerja pemerintah dalam menyerap anggaran. Menurutnya, lemahnya serapan anggaran dapat menjadi indikasi atas lambannya pemerintah dalam bekerja.

Menurutnya, efisiensi tanpa pengawasan dan evaluasi yang memadai dapat berbahaya apabila sampai menyasar ke arah pelayanan publik yang langsung berhadapan dengan masyarakat. "Kalau kami bicara dalam konteks pelayanan publik di daerah justru itu sangat mengganggu," terangnya.

Disdukcapil Pontianak layani pencatatan perkawinan Buddha

Pasangan umat Buddha mengurus administrasi pencatatan perkawinan kepada petugas Disdukcapil Kota Pontianak di Mal Pelayanan Publik, Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (15/7/2025). ANTARA FOTO/Jessica Wuysang/bar

Sementara Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menyebut kebijakan efisiensi yang dilakukan pemerintahan Prabowo ikut memangkas berbagai anggaran di sektor pelayanan publik. Dia menyebut bagi lembaga seperti BMKG, Komisi Yudisial, hingga Komnas HAM, itu menjadi alarm bahaya.

"Sehingga ya membahayakan juga kualitas layanannya, kita juga belum bilang dana transfer daerah yang akibatnya membuat pembangunan di daerah menjadi tersendat," ujarnya.

Dia berharap Prabowo untuk dapat berkunjung ke daerah terutama dari yang kemampuan fiskalnya rendah. Sehingga dia bisa melihat maraknya infrastruktur yang terbengkalai akibat terhentinya transfer dana daerah dari pusat akibat efisiensi.

"Dan kita nggak bisa bilang semua proyek itu jadi sumber bancakan, walaupun ada faktanya dari sebagian. Tapi akhirnya di sejumlah daerah seperti Probolinggo hingga Wonogiri [misalnya], yang infrastrukturnya tidak diperbaiki karena minimnya dana transfer ke daerah," terangnya.

Sedangkan Pakar Ekonomi dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa efisiensi yang ideal apabila berjalan sesuai dengan RPJMN 2025–2029 dan Renstra masing-masing kementerian dan lembaga kabinet. Selain itu, terdapat peta ekonomi lain yang harus menjadi pedoman dalam melakukan efisiensi yaitu inflasi di sektor pangan, serapan pekerjaan dan pemerataan pelayanan.

"Tanpa peta tersebut, pemotongan mudah memukul UMKM vendor, memacetkan proyek pemeliharaan, dan meredam permintaan lokal," kata Syafruddin.

Dia berharap kebijakan efisiensi dapat berlanjut dengan sejumlah kondisi. Pertama, soal jaminan terhadap layanan dasar dan jaring pengaman agar tidak terjadi guncangan sosial. Kemudian terkait reinvestasi terikat outcome sehingga minimal 70–80 persen penghematan kembali bekerja di tahun anggaran yang sama.

Ketiga, kepastian bayar untuk UMKM atau vendor dan tenggat penyelesaian tagihan agar roda ekonomi lokal tetap berputar.

"Jika syarat ini diterapkan, efisiensi meningkatkan produktivitas dan pemerataan tanpa mengorbankan kesejahteraan yang paling mendasar," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait SIDANG TAHUNAN MPR 2025 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto