Menuju konten utama

Investasi Apple di Indonesia: Antara Harapan dan Realisasi

Dibanding Vietnam, tawaran investasi Apple di Indonesia jauh lebih kecil. Apa saja persoalan yang menghambat investasi Apple di Tanah Air?

Investasi Apple di Indonesia: Antara Harapan dan Realisasi
Kantor Kementerian Investasi/BKPM. (FOTO/Yohanes Hasiholan)

tirto.id - Perbincangan tentang rencana investasi perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Apple Inc, kembali menghangat. Dilansir Bloomberg, Presiden Prabowo Subianto disebut telah memberikan persetujuan agar pemerintah menerima investasi senilai 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp16,188 triliun dari perusahaan teknologi raksasa AS itu.

Sumber Bloomberg menyampaikan, Presiden Prabowo memberikan lampu hijau terhadap Apple usai perusahaan tersebut berencana mendirikan pabrik yang memproduksi AirTags di Pulau Batam yang diperkirakan akan mempekerjakan sekitar 1.000 pekerja. “Prabowo memberikan lampu hijau untuk menerima proposal Apple dan mendesak kabinetnya untuk mendapatkan lebih banyak investasi di masa depan,” kata sumber Bloomberg, dikutip Jumat (20/12/2024).

Sebelumnya, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Perkasa Roeslani, memang mengungkap rencana komitmen investasi Apple sebesar 1 miliar dolar AS di Indonesia. Investasi Apple di Indonesia akan berupa produksi komponen untuk handphone (HP). Meski begitu, ia belum merinci detail komponen apa saja yang bakal diproduksi di Indonesia lewat pembangunan pabrik.

"Namun yang jelas komponen yang akan diproduksi mereka nantinya adalah komponen bagian dalam dan luar ponsel. Harapannya seperti saya sampaikan dalam waktu seminggu ke depan ini sudah kita mendapatkan komitmen tertulis dari mereka," kata Rosan di kawasan Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, membenarkan pihaknya memang telah menerima proposal baru dari Apple yang juga telah disampaikan ke Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM. Kendati demikian, pihaknya masih menantikan kehadiran petinggi Apple untuk melakukan negosiasi langsung.

"Pak Menteri Perindustrian sudah bilang beberapa kali, sudah diundang ke sini [Apple] tetapi gak pernah nongol-nongol, responsnya lewat WhatsApp saja," kata Febri kepada awak media, Senin (30/12/2024).

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, telah memanggil pihak Apple untuk melakukan negosiasi sejak November lalu. Namun, hingga pekan ketiga Desember 2024 Apple belum juga membalas permintaan pertemuan itu hingga saat ini.

“Jangankan untuk jawaban proposal resmi, jawaban untuk menghadiri rapat dari undangan rapat yang kami sudah kirim juga itu belum ada kabarnya,” ungkap Agus di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (20/12/2024).

Tarik Ulur Investasi Apple di Indonesia

Mengutip laporan Bloomberg, tawaran investasi Apple terbaru tersebut merupakan respons terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Indonesia yang mewajibkan persyaratan kandungan lokal sebesar 35 persen untuk ponsel pintar yang dijual di negara tersebut.

Baru-baru ini, pemerintah RI memang melarang penjualan iPhone 16 di Indonesia karena produk tersebut belum memiliki sertifikat TKDN sebesar 35 persen sebagai syarat wajib untuk berjualan di Indonesia.

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet, disebutkan bahwa penghitungan TKDN dapat dilakukan menggunakan tiga skema yaitu, pembuatan pabrik manufaktur, inovasi, atau skema pembuatan aplikasi.

Khusus untuk telepon seluler, saat ini berlaku Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 13 Tahun 2021 tentang Standar Teknis Alat Telekomunikasi dan/atau Perangkat Telekomunikasi Bergerak Seluler Berbasis Standar Teknologi Long Term Evolution dan Standar Teknologi International Mobile Telecommunication-2020.

Dalam aturan itu disebutkan alat telekomunikasi dan/atau perangkat telekomunikasi yang beredar di Indonesia harus memenuhi dua standar, yaitu memiliki nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang unik dan memenuhi angka minimal TKDN sebesar 35 persen.

Alih-alih membangun pabrik, Apple memilih untuk memenuhi kewajiban TKDN di Indonesia melalui pendirian Apple Developer Academy keempat di Indonesia yang terletak di Bali setelah sebelumnya dilakukan di BSD Tangerang, Batam, dan Surabaya dengan angka penanaman modal mencapai Rp1,71 triliun.

Menanggapi langkah Apple tersebut, Kemenperin menyebut perusahan itu belum sepenuhnya menuntaskan investasi tersebut karena baru merealisasikan investasi sebesar Rp1,48 triliun. Dengan demikian, masih kurang sekitar Rp240 miliar untuk memenuhi kesepakatan investasi.

"Kami, Kemenperin, belum bisa membuka izin edar untuk iPhone 16, karena sebelumnya seperti yang telah saya sampaikan, karena memang masih ada komitmen yang belum disampaikan, direalisasikan oleh Apple," kata Agus Gumiwang, Selasa (22/10/2024).

iPhone 16

Tampilan iPhone 16 yang dirilis dengan desain baru dan warna yang makin cerah. ANTARA/HO-Apple Newsroom.

Gayung bersambut, Apple pada November 2024 lalu sempat menaikkan tawaran investasi senilai 100 juta dolar AS atau sekitar Rp1,58 triliun (kurs Rp15.800) di Indonesia selama dua tahun. Jumlah tersebut naik 10 kali lipat dari rencana awal Apple yang ingin investasi sebesar 10 juta dolar AS atau Rp158 miliar untuk membangun pabrik aksesoris dan komponen di Bandung, Jawa Barat.

Pemerintah melalui Kemenperin kembali menolak tawaran investasi itu karena dinilai belum memenuhi empat asas berkeadilan di antaranya besaran nilai investasi di Indonesia harus setara dengan negara peer lainnya. Kedua, nilai investasi Apple juga harus setara dengan perusahaan elektronik lainnya, seperti Samsung sebesar Rp8 triliun dan Xiaomi sebesar Rp5 triliun. Ketiga, berkaitan dengan penciptaan nilai tambah dan pemasukan negara dari importasi. Keempat, dampak pada penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.

Apple Harus Bangun Pabrik di Indonesia

Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bidang Ekonomi, Jaya Darmawan, menilai secara objektif pemerintah harus tegas dalam bernegosiasi bisnis dengan Apple. Hal ini disebabkan, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk besar dengan pangsa pasar potensial produk Apple.

Oleh karena itu, pemerintah harus bisa mendesak agar Apple berinvestasi dengan jumlah besar dan mau untuk membuat pabrik di Indonesia. Menurut Jaya, dengan membangun pabrik, multiplier effect secara ekonomi yang dihasilkan akan lebih besar.

“Jadi masuk ke manufaktur, Indonesia gak cuma menjual produknya tapi juga memproduksi. Nanti rantai pasoknya dari primer sampai tersier ada di Indonesia kalau gini akan menimbulkan multiplier effect yang besar buat ekonomi kita,” ujar Jaya saat dihubungi Tirto, Selasa (31/12/2024).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, juga mengatakan bahwa pemerintah harus mendorong bahwa Apple harus membangun pabrik di Indonesia.

“Pemerintah harus memastikan investasi itu bukan dalam bentuk Apple Developer Academy atau semacamnya. Sebab kalau kursus gitu nilai real investasi kecil dan dampak pada masyarakat dan negara kecil. Harus bangun pabrik seperti pabrikan ponsel lainnya,” ujar Heri saat dihubungi Tirto, Selasa (31/12/2024).

Heri menanggapi positif kabar soal rencana tawaran investasi Apple terbaru senilai 1 miliar dolar AS. Meski begitu, ia meminta pemerintah untuk memastikan bahwa nilai investasi tersebut sesuai dengan yang dijanjikan.

“Dipastikan investasinya real sebesar itu nilainya, jangan kemudian nanti ada cost-cost yang urusan internal tapi jadi bagian nilai investasi. Meski memang, harapan kita minimal sama dengan investasi di Vietnam karena penjualan (Apple) kita lebih tinggi dari mereka,” katanya

Berdasarkan data Global Stats, pangsa pasar produk Apple di Indonesia per November 2024 anjlok di angka 6,49 persen atau berada di level terendah sepanjang 2024 usai turun sebesar 6,38 persen secara month to month (mtm) dibanding bulan sebelumnya di angka 12,87 persen.

Meski begitu, Indonesia masih tercatat sebagai salah satu negara dengan angka penjualan produk Apple terbesar. Data Kemenperin mencatat penjualan salah satu produk Apple yakni iPhone di Indonesia menembus angka 2,3 juta unit pada tahun 2023 lalu.

"Indonesia salah satu pasar besarnya Apple atau iPhone. Terjual di sini (Indonesia) tahun lalu 2,3 juta unit. Kalau dihitung harganya satu Rp15 juta, ada sekitar hampir ya Rp34 triliun sampai Rp35 triliun pada 2023," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Eko Cahyanto, seperti dikutip dari Tempo, Rabu (4/12/2024).

Senada, data yang dihimpun Statista hingga Oktober 2024 mencatat bahwa Apple menguasai hampir 12 persen pangsa pasar ponsel di Indonesia, sekaligus menandai sedikit peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Data yang sama mengungkap, ada tren pertumbuhan penjualan Apple yang stabil di Indonesia sejak 2015 meskipun secara angka masih tertinggal dari penjualan sejumlah ponsel android seperti Oppo, Samsung, Xiaomi dan Vivo.

Apple di Indonesia: Untung Besar, Investasi Kecil

Dalam satu kesempatan, Agus Gumiwang, sempat membandingkan penjualan Apple di sejumlah negara Asean lain seperti Vietnam, Thailand maupun Filipina yang terhitung lebih kecil dibanding Indonesia. Namun, di satu sisi negara-negara tersebut telah banyak berkontribusi dalam rantai pasok global Apple.

“Dari data yang kita dapat 2,17 juta unit HKT Apple di jual disini. Filipina, share HKT nya 1,53 juta unit, Vietnam penjalan 1,43 juta unit dan GVC-nya ada 35 supplier, Thailand penjualannya 1,69 juta unit dan GVC-nya 24 supplier," terangnya.

Data menunjukkan, nilai investasi Apple di Vietnam sejak 2019 telah menyentuh angka 15,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp255,68 triliun (kurs Rp15.800 per dolar AS) dan telah membuka sekitar 200.000 lapangan pekerjaan. Angka ini sangat jauh dibanding tawaran investasi Apple di Indonesia senilai 100 juta dolar AS atau sekitar Rp1,58 triliun (kurs Rp 15.800).

Tak hanya itu, Vietnam juga berperan penting dalam perakitan sejumlah produk Apple termasuk AirPods, iPad, dan Apple Watch. Analis juga memperkirakan bahwa pada tahun 2025, Vietnam akan memegang peran penting dalam memproduksi 20 persen dari semua iPad dan Apple Watch, 5 persen MacBook, dan 65 persen AirPods.

Jaya dari CELIOS menjelaskan ada sejumlah faktor yang membuat Apple lebih suka berinvestasi di Vietnam dibanding Indonesia. Salah satunya, angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang lebih buruk dibanding Vietnam. ICOR merupakan parameter ekonomi makro yang menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang diperoleh (output) dengan menggunakan investasi tersebut.

ICOR menggambarkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Angka ini dihitung berdasarkan rasio modal investasi terhadap hasil yang diperoleh dari investasi tersebut. Semakin tinggi nilai ICOR, makin besar atau makin boros kapital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 persen pertumbuhan.

Badan Pusat Statistik mencatat angka ICOR Indonesia mencapai 6,33 pada akhir 2023, sedangkan di negara tetangga nilainya bisa lebih rendah. Malaysia dan Vietnam, misalnya, pada periode yang sama memiliki nilai ICOR masing-masing 4,5 dan 4,6. Hal ini menunjukan efektivitas dan efisiensi investasi di Indonesia lebih buruk dibanding Malaysia dan Vietnam.

“Investasi di Indonesia itu risiko besar dan timbal baliknya berpotensi banyak lost karena pasarnya nggak efisien. Lewat ICOR, kita bisa memotret bagaimana investasi di suatu negara itu. Apakah logistiknya mahal, apakah waktu barang sampai ke customer itu mahal, apakah biaya barang di-packing mahal, dan sebagainya,” ujar Jaya.

Jika merujuk pada data Purchasing Power Parity yang dikeluarkan Bank Indonesia, produktivitas tenaga kerja Indonesia menunjukan angka yang lebih baik dari Vietnam. Namun, peran pemerintah dalam menunjang investasi di Indonesia dinilai masih kalah dibanding Vietnam.

“Biasanya yang disalahkan itu produktivitas tenaga kerja. Padahal dalam kasus investasi Apple ini, faktor utama yang dilihat Apple itu adalah peran pemerintah dalam menunjang investasi terutama di sektor logistik, infrastruktur, dan rantai pasok,” papar Jaya.

Ia juga tak sepakat dengan narasi bahwa syarat TKDN yang diajukan pemerintah menjadi penghambat investasi Apple di Indonesia. Menurut dia, TKDN bertujuan untuk membatasi produk impor dan mendukung kinerja produk dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk impor.

“Adanya aturan TKDN juga bertujuan untuk melakukan transfer knowledge. Tidak akan maju suatu negara itu kalau manufakturnya enggak dominan,” tambahnya.

Meski begitu, ia memberikan catatan bahwa implementasi aturan TKDN harus diiringi dengan perbaikan visibilitas bisnis dari pemerintah. Dalam konteks Indonesia, ia mencontohkan harus ada perbaikan dari sisi kemudahan administrasi, hukum, kestabilan politik dan ekonomi agar investor mau menanamkan modal di Indonesia.

“Secara konsep TKDN oke tapi secara ekonomi di kita itu banyak PR nya. Karena enggak mungkin kita menerapkan peraturan yang melimitasi kinerja perusahaan asing tanpa memperbaiki perekonomian kita lebih dulu. Apalagi Indonesia terkenal dengan negara dengan pungutan banyak dan biaya rantai produksi tinggi. Itu PR pemerintah yang harus diselesaikan dulu,” pungkas Jaya.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Rina Nurjanah