Menuju konten utama

Indonesia Pastikan Data DJP Bukan dari "Naskah Panama"

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan keabsahan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menilai aset para wajib pajak di luar negeri, sembari menegaskan bahwa data tersebut bukan berasal dari laporan investigasi "Naskah Panama."

Indonesia Pastikan Data DJP Bukan dari
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

tirto.id - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan keabsahan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menilai aset para wajib pajak di luar negeri, sembari menegaskan bahwa data tersebut bukan berasal dari laporan investigasi "Naskah Panama."

"Saya tekankan bahwa data sementara yang kita miliki itu tidak berasal dari sana," kata Bambang, seperti dikutip Antara, Selasa, (5/4/2016).

Bambang menegaskan, data milik DJP berasal dari data resmi otoritas pajak dari negara-negara G20, namun tidak menutup kemungkinan pemerintah menggunakan informasi dari "Naskah Panama" sebagai data pembanding.

"Tentunya data ini akan kita kaji, kita akan melihat apakah valid, kemudian kita juga cek konsistensinya dengan data yang kita miliki," ujar Bambang.

Bambang mengatakan, pemerintah akan menelusuri kepemilikan aset para wajib pajak di luar negeri yang selama ini belum dilaporkan secara resmi, untuk mencari potensi penerimaan pajak.

"Kita ingin menelusuri aset milik orang Indonesia, apakah itu dalam bentuk uang, apakah dalam bentuk aset tetap yang belum pernah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Itu inti yang menjadi fokus dari DJP tahun ini," ungkap Bambang.

Direktur Pelayanan dan Penyuluhan Humas Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama menambahkan, informasi dari "Naskah Panama" bisa menjadi data tambahan untuk menggali potensi pajak baru, apabila data yang ditawarkan benar-benar terjamin validitasnya.

Mekar memastikan dalam proses penyidikan pajak, DJP tidak hanya mengandalkan data, namun juga konfirmasi kepada wajib pajak terkait aset yang dimiliki agar bisa mendapatkan keterangan yang lebih akurat.

"Kalau ada data yang kami ketahui, misal perusahaan X mengadakan transaksi di luar negeri, yang mengindikasikan ada penghasilan atau keuntungan dari penjualan saham, selalu kami konfirmasi dengan wajib pajak bersangkutan," kata Mekar.

Namun, apabila dalam proses klarifikasi, wajib pajak tidak bisa memberikan keterangan dengan lebih jelas, dan tidak ingin membetulkan data dalam SPT, maka selanjutnya dilakukan tahapan pemeriksaan.

Sebelumnya, beredar laporan investigasi mengenai firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, yang di dalamnya terdapat dokumen berisi data perusahaan yang melakukan penggelapan pajak.

Isi dokumen itu mengungkapkan jaringan korupsi dan kejahatan pajak para kepala negara, agen rahasia, pesohor, sampai buronan disembunyikan di negara bebas pajak itu.

Dalam bocoran dokumen tersebut, tercantum dua nama yang kerap dicari penegak hukum untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi di Indonesia, yakni Muhammad Riza Chalid dan Djoko Soegiarto Tjandra. (ANT)

Baca juga artikel terkait BAMBANG BRODJONEGORO atau tulisan lainnya

Reporter: Yantina Debora