tirto.id - Selebrasi Budaya menjadi tema yang diangkat Indonesia Fashion Week (IFW) 2017. Bekerja sama dengan sejumlah kementerian di dalam negeri, ajang peragaan busana tahunan ini berintensi menonjolkan sisi unik etnik Indonesia, terutama kain tradisional tenun NTT. Selain perancang dalam negeri sederet perancang luar negeri pun ikut berpartisipasi unjuk kreasi memeriahkan acara ini.
IFW tahun ini digelar pada 1-5 Februari 2017 di JCC Senayan, Jakarta. Dengan dukungan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Ekonomi dan UKM, BAREKRAF, IFW mengemban misi mempromosikan kekayaan budaya Indonesia lewat busana dan kali ini, titik berat diletakkan pada kain tenun NTT.
Dalam sesi konferensi pers, presiden IFW Poppy Dharsono mengungkapkan, kain tradisional tenun NTT merupakan salah satu produk budaya lokal yang apik, tetapi belum kerap terekspos.
“Tantangannya adalah bagaimana mengelola kain tradisional ini agar bisa dipakai pula untuk gaya kekinian,” tutur Poppy.
“Lebih dari 50% busana yang ditampilkan dalam ajang ini mengambil inspirasi dari NTT dan tenunnya, sementara sisanya terinspirasi dari tempat-tempat di Indonesia lain seperti Kudus, Banyuwangi, dan Sumatra,” imbuhnya.
Perancang-perancang luar negeri pun tak ketinggalan menghadirkan kreativitas mereka di atas panggung. Namun, berbeda dengan perancang dalam negeri, mereka tak diminta untuk menyoroti budaya Indonesia.
Menurut pernyataan Poppy, perancang luar negeri diberi kesempatan untuk menghadirkan unsur budaya mereka sendiri dalam ajang IFW. Maka tak heran ketika pembukaan acara ini, tampak unsur-unsur budaya tradisional yang tak familier bagi orang lokal muncul. Meskipun begitu, tetap memikat perhatian para pengunjung.
Salah satu pihak asing yang berpartisipasi dalam IFW adalah kedutaan besar Australia dan perancang busana asal negeri Kanguru tersebut, Jaimie Sortino. Karyanya ditampilkan oleh sederet model yang mengenakan pakaian berkonsep To The Flora serta mengambil inspirasi keindahan hydrangea dengan dominasi warna biru dan ungu.
Ini adalah kali pertama Sortino mengikuti ajang peragaan busana di Indonesia dan menjadi kehormatan baginya untuk mendapatkan kesempatan ini.
“Kami mulai menunjukkan koleksi di mata internasional pada November lalu di New York, kemudian kami ke Indonesia,” jelas Sortino.
Kolaborasi dengan negara lain tak cuma sebatas dengan Australia. Acara pembukaan juga disemarakkan oleh kreasi perancang-perancang dari Myanmar, India, Malaysia, Jepan, dan Lebanon.
Ketika ditanyai mengenai kolaborasi dengan Cina, alasan dan bagaimana kerja sama terjadi di antara kedua budaya, Poppy menjawab, “Kami ingin menunjukkan lewat peragaan busana ini kepada komunitas Cina dan publik bahwa budaya Cina dan Indonesia sebenarnya terkoneksi. Kerja sama kedua budaya berupa exchange. Indonesia punya batik sementara Cina punya sutra dengan kualitas yang baik, maka dari situ bisa terjadi exchange dan kolaborasi unsur budaya dalam bentuk fashion.”
Di samping mengusung keunikan aneka etnik di Indonesia, IFW 2017 juga menonjolkan fashion hijab. Disampaikan oleh Direktur Pemasaran Dalam Negeri BEKRAF, Sappe M. Sirait yang juga turut hadir dalam konferensi pers, potensi pasar yang begitu besar menjadi landasan disediakannya slot khusus untuk fashion ini.
Indonesia merupakan kiblat fashion Muslim dunia. Hal ini perlu dipertahankan, salah satunya dengan penekanan fashion hijab pada ajang-ajang peragaan busana, baik dalam dan luar negeri, katanya.
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Mutaya Saroh