Menuju konten utama

ICJR Kecam Penyeretan & Pemukulan Narapidana di Nusakambangan

ICJR mengecam tindak penyeratan dan pemukulan terhadap 26 narapidana yang di Lapas Nusakambangan pada 28 Maret 2019.

ICJR Kecam Penyeretan & Pemukulan Narapidana di Nusakambangan
Lokasi Lapas Kelas I Batu yang berada di Pulau Nuskambangan, terlihat dari Segara Anakan Cilacap, Jateng. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

tirto.id - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengecam tindak tidak manusiawi berupa penyeratan dan pemukulan 26 narapidana yang dilakukan oleh petugas pemasyarakatan pada saat melakukan pemindahan narapidana, di Lapas Nusakambangan pada 28 Maret 2019.

Ke-26 narapidana tersebut berasal tindak pidana narkotika yang dipindah dari Lapas di Bali.

Tindakan penyeratan dan pemukulan narapidana narkotika tersebut menurut ICJR merupakan salah satu bentuk perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat dalam Pasal 16 UNCAT (The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 5 tahun 1998.

Menurut ICJR, dalam keterangan tertulisnya di websitenya, mengatakan bahwa dengan adanya kejadian ini maka Indonesia telah melanggar komitemennya secara internasional sebagai negara perserta UNCAT untuk wajib melakukan pencegahan terjadinya perlakuan tidak manusiawi sebagai bentuk penghukuman dalam wilayah hukumnya.

Atas tindakan ini, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan telah menonaktifkan Kepala Lapas Narkotika Nusakambangan karena dinilai lalai menjalankan tugasnya untuk menjamin bahwa anak buah melakukan pekerjaan sesuai prosedur.

ICJR mengapresiasi sikap responsif yang ditunjukkan Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen PAS) tersebut.

Menurutnya, hal ini juga harus menjadi momentum bagi pihak Ditjen PAS untuk melakukan evaluasi mendalam terkait dengan kode etik dan penyelenggaraan tugas dari petugas pemasyarakatan.

ICJR juga mengatakan bahwa lewat kejadian ini, Kementerian Hukum dan HAM termasuk Ditjen PAS diharapkan melakukan evaluasi mendalam terkait dengan bentuk perlakuan tidak manusiawi di dalam Lapas termasuk melakukan tindakan tegas pada setiap pelanggaran.

Selain itu, pemerintah dan DPR juga harus mengevaluasi kebijakan narkotika karena berdampak pada kebijakan pemasyarakatan Lapas dan tidak menyelesaikan permasalahan narkotika yang merupakan masalah kesehatan.

Berdasarkan keterangan tertulis ICJR, saat ini Indonesia merupakan negara yang masih menerapkan hukum tentang narkotika secara represif dengan UU No. 35 tahun 2009 yang belum memberikan jaminan rehabilitasi pecandu narkotika dan dekriminalisasi kepada pengguna narkotika.

Akibatnya, angka pecandu dan pengguna narkotika di dalam Lapas dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan data per 9 Januari 2019, jumlah pengguna narkotika di dalam Lapas pada 2017 mencapai 36.773 orang, sedangkan yang direhabilitasi di dalam Lapas per Juni 2018 hanya 1.425 orang yang sebagian besarnya (1.184 orang) hanya diberikan rehabilitasi berupa edukasi.

Padahal, kondisi kecanduan narkotika merupakan gejala yang kompleks, dan perlu intevensi yang komprehensif untuk mengurangi dampak buruk narkotika termasuk menjalankan intervensi terapi substitusi penggunaan narkotika untuk menjamin kesehatan pada pecandu narkotika.

Baca juga artikel terkait NARKOTIKA atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Hukum
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Maya Saputri