Menuju konten utama

Hukum Istinja dalam Islam Beserta Pengertian dan Adabnya

Pengertian istinja adalah membersihkan najis yang keluar dari dubur & kubul (kemaluan) menggunakan air, batu, tisu, atau benda lainnya. Apa hukum & adabnya?

Hukum Istinja dalam Islam Beserta Pengertian dan Adabnya
Ilustrasi istinja di toilet [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Salah satu istilah yang kerap ditemui dalam bahasan taharah adalah istinja. Pengertian istinja adalah membersihkan najis yang keluar dari dubur dan kubul (kemaluan) menggunakan air, batu, tisu, atau benda semacamnya yang suci dan bersih. Lantas, apa hukum istinja dan adabnya dalam Islam?

Agama Islam sangat menjunjung tinggi kebersihan diri dan kesucian badan. Bahkan, Allah SWT memuji orang-orang yang bersih dan suci ketika melakukan ibadah. Hal itu tergambar dalam surah Al-Baqarah ayat 222.

"Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan dirinya," (QS. Al-Baqarah [2]: 222).

Salah satu cara membersihkan diri dalam Islam adalah melalui istinja, yaitu menyucikan diri dari najis.

Pengertian Istinja dalam Islam

Dalam bahasa Arab, istinja berasal dari kata najaa-yanjuu (نجا - ينجو) yang artinya memotong atau melepaskan diri. Dalam hal ini, istinja bermakna orang yang berusaha melepas dirinya dari kotoran yang melekat pada anggota tubuhnya.

Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam Kitab At-Tausyih Ala Ibnu Qasim menuliskan bahwa istinja secara istilah syariat adalah membersihkan sesuatu yang keluar dari dubur dan kubul menggunakan air atau batu, serta terikat dengan syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat tersebut berkaitan dengan alat istinja yang akan digunakan. Islam menjelaskan bahwa alat istinja yang lazim adalah air dan batu atau benda lain yang memiliki sifat dan fungsi sama dengannya.

Di masa sekarang, orang-orang kerap menggunakan toilet kering. Alat istinja yang digunakan adalah tisu. Penggunaan tisu dianalogikan sebagai hajar syar'i. Di sisi lain, batu bukan lagi alat istinja populer di zaman sekarang.

Jikapun menggunakan batu atau tisu atau benda bersih sejenisnya untuk melakukan istinja, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagaimana dilansir NU Online.

  • Minimal menggunakan 3 batu atau tisu atau 1 batu namun memiliki 3 sisi yang dapat digunakan.
  • Tiga batu atau tisu tersebut dapat membersihkan tempat keluarnya kotoran, baik itu kubul atau dubur.
  • Jika masih kurang dan belum bersih, penggunaan batu atau tisu harus ditambah.
  • Tidak boleh ada tetesan air atau najis lain, selain tinja dan kencing yang mengenai kubul dan dubur.
  • Najis yang keluar saat buang hajat tidak boleh melewati shafhah (lingkaran batas dubur), atau melewati hasyafah (kepala zakar).
  • Najis yang dibersihkan bukan najis yang sudah kering.
  • Najis yang keluar tidak berpindah ke anggota tubuh yang lain, misalnya meleleh di selangkangan, paha, dan lain sebagainya.

Hukum Istinja dalam Islam

Islam sangat memperhatikan kebersihan dan kesucian. Hal itu dipertegas dengan sabda Rasulullah SAW: “Kesucian merupakan sebagian dari iman,” (HR. Muslim).

Alasan kesucian dan kebersihan merupakan bagian dari iman karena kewajiban ibadah, khususnya salat lima waktu mengharuskan seorang muslim suci dari hadas dan najis.

Dengan demikian, hukum istinja, bersuci dari najis adalah wajib berdasarkan kesepakatan ulama.

Kewajiban bersuci itu kian tegas jika yang keluar adalah air seni, madzi, atau kotoran lainnya.

Dalil mengenai istinja ini tertera dalam Al-Quran surah At-Taubah ayat 108 sebagai berikut:

“Di dalam masjid itu terdapat penduduk Quba yang bersuci dan membersihkan dirinya, Allah sangat cinta kepada hamba-Nya yang bersuci.” (QS. At-Taubah [9]: 108).

Adab-adab Istinja atau Tata Krama selama Buang Air

Berikut ini sejumlah adab istinja, sebagaimana dikutip dari buku Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (1976) yang ditulis Moh. Rifai.

  • Tidak buang air atau istinja di tempat yang terbuka.
  • Jangan di tempat yang dapat mengganggu orang lain.
  • Jangan bercakap cakap kecuali keadaan memaksa.
  • Kalau terpaksa buang air ditempat terbuka, sebaiknya tidak menghadap kiblat.
  • Tidak membawa dan membaca kalimat Al Qur'an. Bacaan Al-Quran ini dapat berupa tulisan, tatahan di cincin atau kalung, dan sebagainya.

Baca juga artikel terkait ISTINJA atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom