Menuju konten utama

Apa Hukum Bersuci Menggunakan Tisu, Boleh atau Tidak?

Apakah bersuci dengan menggunakan tisu diperbolehkan dalam Islam? Bagaimana hukumnya?

Apa Hukum Bersuci Menggunakan Tisu, Boleh atau Tidak?
Ilustrasi tisu. foto/istockphoto

tirto.id - Islam sangat memperhatikan kebersihan. Oleh karena itu, hal-hal yang berkaitan dengan tata cara bersuci dan istinja diatur dalam Alquran dan diperjelas melalui hadis Nabi Muhammad SAW.

Dalil mengenai ketentuan bersuci ini tergambar melalui firman Allah SWT Al-Maidah ayat 6:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan [basuh] kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air [kakus] atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik [bersih]; sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur," (QS: Al-Maidah [5]: 6).

Bahkan, Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda: “Kesucian merupakan sebagian dari iman,” (HR. Muslim). Kesucian ini dianggap sebagian dari iman disebabkan kewajiban ibadah, terutama salat lima waktu mengharuskan umat Islam suci dari hadas, baik itu hadas besar maupun hadas kecil.

Hadas besar dapat disucikan melalui mandi junub. Sedangkan hadas kecil disucikan dengan wudu, atau tayamum jika tidak tersedia air. Pada saat bersamaan, seorang muslim juga mesti bebas dari najis, seperti bersuci atau istinja selepas buang air besar atau buang air kecil. Bagaimanapun juga, ibadah salat dianggap tidak sah tanpa istinja.

Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, kadang kala tidak tersedia air untuk ber-istinja. Misalnya, ketika berada dalam perjalanan menggunakan pesawat, hanya tersedia tisu. Atau, jika berada di daerah yang rawan kekeringan sehingga air yang tersedia tidak cukup untuk bersuci, kecuali untuk konsumsi sehari-hari.

Lantas, apakah boleh menggunakan tisu sebagai ganti air untuk bersuci atau beristinja, terutama membersihkan kubul selepas buang air besar atau kecil?

Dilansir dari NU Online, apabila tidak tersedia air, istinja bisa dilakukan dengan batu (hajar). Dalam literatur fikih, batu untuk bersuci terbagi menjadi dua yaitu: hajar hakiki dan hajar syar'i.

Hajar hakiki adalah batu dalam arti sebenarnya. Sementara hajar syar'i merupakan analogi atau kias, yang artinya adalah seluruh benda padat yang suci dan dapat menghilangkan kotoran, tapi tidak termasuk benda yang dimuliakan atau berharga.

Contoh dari benda yang dikategorikan hajarsyar'i adalah kayu, keramik, kulit hewan, dan lain sebagainya. Tisu, menurut analogi ini digolongkan sebagai hajar syar'i.

Dalam Bunga Rampai Tanya Jawab Fikih Madzhab Syafi'iyah (2010: 10), dinyatakan bahwa tisu boleh digunakan untuk beristinja.

Tisu dianggap sebagai hajar syar'i dan boleh dipakai untuk instinja ketika tidak tersedia air karena benda ini terbuat dari kertas padat, kering, dan dapat menghilangkan najis, serta bukan termasuk barang yang dimuliakan atau berharga.

Baca juga artikel terkait IBADAH atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom