tirto.id - Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 yang merupakan perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), mendapatkan vonis jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU).
Dalam sidang putusan, Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, menjelaskan bahwa tuntutan 12 tahun penjara dari JPU terlalu tinggi.
"Menimbang bahwa tuntunan pidana penjara selama 12 tahun kepada terdakwa Harvey Moeis, Majelis Hakim mempertimbangkan tuntunan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara," kata Hakim Eko Aryanto dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).
Hakim Eko Aryanto mengatakan bahwa awal mula Harvey terlibat dalam bisnis timah karena ada kondisi di PT Timah Tbk selaku pemegang IUP sedang berusaha meningkatkan produksi dan penjualan timah.
"Di lain pihak, ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung, juga sedang berusaha meningkatkan produksinya. Salah satu smelter swasta tersebut adalah PT Refined Bangka Tin," ujar hakim.
Eko Aryanto menyebut bahwa meski Harvey mewakili PT RBT pada pertemuan dengan PT Timah Tbk, tetapi Harvey tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, baik sebagai komisaris, direksi, maupun pemegang saham.
"Terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya, yaitu Direktur Utama, Suparta, karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan," tutur Eko Aryanto.
Hakim Eko Aryanto juga menyebut bahwa karena Harvey bukan pengurus PT RBT, dia bukanlah pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah Tbk dan PT RBT yang berakhir dengan perkara korupsi ini.
"Begitu pula terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik pada PT RBT dan PT Timah Tbk. Bahwa dengan keadaan tersebut, terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT, maupun dengan pengusaha smelter peleburan timah lainnya," ungkap Eko Aryanto.
Hakim Eko Aryanto juga menegaskan bahwa PT Timah Tbk dan PT RBT bukanlah penambang ilegal. Katanya, kedua perusahaan tersebut telah memiliki izin pertambangan. Sedangkan, pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang berjumlah ribuan orang.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut, sehingga Majelis Hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan Penuntut Umum terhadap 3 terdakwa, Harvey Moeis, Suparta, Reza, terlalu tinggi dan harus dikurangi," tutur Eko Aryanto.
Oleh karena itu, hakim menjatuhkan hukuman terhadap Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga memberikan hukuman berupa uang pengganti terhadap Harvey dengan jumlah yang sama dengan tuntutan JPU, yaitu Rp210 miliar.
Putusan tersebut dibuat setelah mempertimbangkan juga beberapa hal yang meringankan dan memberatkan terhadap Harvey.
Hakim Eko Aryanto mengatakan bahwa hal yang memberatkan bagi Harvey adalah korupsi tersebut dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi.
"Hal meringankan, sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan terdakwa belum pernah dihukum," ucap hakim.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan pihaknya menghormati putusan yang telah diambil dan dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor terhadap Harvey Moeis tersebut.
Harli menyebut akan menunggu sikap dari JPU atas putusan terhadap Harvey tersebut. Katanya, JPU masih punya waktu selama 7 hari untuk berpikir dalam pengajuan banding.
"Menurut hukum acara, Jaksa Penuntut Umum memiliki waktu 7 hari setelah putusan pengadilan untuk pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan. Jadi kita tunggu sikap JPU ya," kata Harli dalam keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi