tirto.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 116/PUU-XXI/2023 tentang ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen tak akan meniadakan threshold tersebut.
Hal ini dinyatakan Hakim Konstitusi Enny Urbaningsih usai putusan MK itu menuai kontroversi di sosial media.
"Putusan 116 tidak meniadakan threshold sebagaimana dapat dibaca dari amar putusan," katanya kepada awak media, Jumat (1/3/2024).
Ia mengatakan, dalam putusan 116 tersebut, MK menyerahkan proses perumusan parliamentary threshold kepada pembentuk undang-undang (UU), yakni pihak legislatif.
Menurut Enny, DPR RI harus menentukan threshold dengan kajian yang jelas serta komprehensif. Dengan demikian, ketidakadilan kepada parpol yang tak meraih ambang batas parlemen dapat diminimalisir.
Selain itu, penyesuaian batas ambang parlemen dapat meminimalisir terbuangnya hak suara dalam pemilihan legislatif (pileg).
"Threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk UU untuk menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif," ucapnya.
"Sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas yang semakin tinggi, yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang, sehingga sistem proporsional yang digunakan, tapi hasil pemilunya tidak proporsional," imbuh Enny.
Ia menambahkan, pada Pemilu 2029, parliamentary threshold sudah harus disesuaikan agar meminimalisir ketidakadilan serta terbuangnya hak suara.
"Untuk Pemilu 2029 dan seterusnya sudah harus digunakan threshold dengan besaran persentase yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut," kata dia.
Untuk diketahui, MK mengeluarkan putusan 116 pada Kamis (29/2/2024). Putusan ini lantas menjadi perbincangan hangat di sosial media, salah satunya X/Twitter.
Pengguna Twitter menilai MK hendak menghilangkan parliamentary threshold untuk meloloskan salah satu parpol pada Pileg 2029.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Anggun P Situmorang