tirto.id - Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan tidak menutup kemungkinan terhadap sistem peradilan umum atau sipil kepada oknum militer yang kedapatan melakukan pelanggaran hukum, apalagi terhadap sipil. Hal ini dikatakan Hadi selepas bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes TNI, Cilangkap, Senin (11/12/2017).
Hadi menerangkan bahwa pengadilan militer akan mengadili siapapun yang bersalah. Namun, selama ini penyelesaian kasus militer, meski melibatkan korban sipil, tetap ditangani oleh pihak polisi militer. Pengadilannya pun diadakan di pengadilan militer yang sifatnya tertutup.
"Kami yang jelas siapa yang salah kami akan adili, rasa keadilan harus ada. Kami sedang bicarakan masalah harmonisasi antara KUHPM [Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer] dan KUHP [Kitab Undang-undang Hukum Pidana]. Biar tidak ada pasal yang dobel. Dihukum di umum, dituntut di militer," katanya di Mabes TNI, Cilangkap, Senin (11/12/2017).
Namun terlepas di mana tempat oknum militer akan diadili, Hadi berjanji bahwa semuanya akan ditindak tanpa pandang bulu. "Pada dasarnya, kami akan tegakan," tandasnya.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berharap bahwa TNI bisa menyelesaikan masalahnya di ranah sipil. Menanggapi hal ini, Hadi menjelaskan bahwa masalah itu juga salah satu dari bahasan yang akan diselesaikan saat ia menjabat.
KontraS membuat pernyataan pers yang disampaikan Badan Pekerja KontraS pada Kamis (7/12/2017) bahwa ada 9 pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Hadi saat menjabat sebagai Panglima TNI yang baru. Dalam salah satu poinnya, Kontras mendesak agar Hadi bisa memperbaiki sistem peradilan militer sebagai satu-satunya alat uji akuntabilitas yang justru kerap dijadikan dalih mangkirnya aparat TNI dalam sejumlah tindak pidana maupun pelanggaran HAM.
Selama ini, sistem peradilan militer telah menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat sipil, terutama saat menjadi korban. Penyelesaian kasus di peradilan militer cenderung tertutup dan tidak ada sangsi berat terhadap oknum militer. Lebih dari itu, beberapa kasus biasanya diselesaikan secara damai oleh internal militer sendiri.
"Calon Panglima TNI yang baru juga harus mendorong revisi UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer sebagai satu-satunya alat uji akuntabilitas yang justru kerap dijadikan dalih mangkirnya aparat TNI dalam sejumlah tindak pidana maupun pelanggaran HAM," tulis KontraS dalam rilis yang diterima Tirto, pada Kamis (7/12/2017).
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dipna Videlia Putsanra