tirto.id - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem memunculkan tiga tokoh bakal calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2024. Dari ketiga nama yang diumumkan Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh tak ada yang berasal dari internal partai. Bahkan salah satunya adalah kader PDI Perjuangan, yaitu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Selain Ganjar Pranowo, Rakernas Nasdem juga memunculkan nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan serta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Nantinya ketiga nama itu akan diputuskan secara pribadi oleh Surya Paloh dan menjadi final kandidat capres. Kemudian akan ditawarkan kepada partai lain untuk menjalin koalisi.
“Insyaallah kita akan tetapkan 1, waktu dan tempatnya kita cari hari baik. Bulan baik. Bagi kita tidak ada satupun hal yang amat membuat kita terdesak. Karena apa? Saya nyatakan apa pun keputusan kita, kita ingin mencalonkan yang terbaik untuk kepentingan bangsa ini,” kata Paloh dalam pidatonya di penutupan Rakernas Nasdem di Jakarta Convention Center pada Jumat (17/6/2022).
Anies dan Ganjar Dapat Suara Terbanyak
Anies dan Ganjar menjadi dua nama yang mendapatkan dukungan terbanyak DPW Nasdem. Dalam Rakernas yang digelar di JCC Senayan tersebut, Anies mendapatkan 32 rekomendasi dari DPW Nasdem dari seluruh provinsi di Indonesia. Hanya 2 DPW yang tidak memilih yaitu Papua Barat dan Kalimantan Timur.
Sementara Ganjar di posisi kedua mendapatkan rekomendasi dari 29 DPW. Lima DPW Nasdem yang tidak merekomendasikan Ganjar, antara lain DPW Kalimantan Timur, DPW Banten, DPW Kalimantan Selatan, DPW Maluku Utara, dan DPW Jakarta.
Perolehan rekomendasi DPW kedua figur tersebut mengungguli kader Nasdem, Rahmat Gobel yang hanya memperoleh 13 dukungan DPW.
Namun demikian, steering committee tidak memasukkan Rahmat Gobel dalam tiga nama yang diusulkan ke Surya Paloh. Mereka justru memilih Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sebagai kandidat ketiga yang memperoleh dukungan 13 suara DPW.
Ketua DPP Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago mengatakan, dominasi dukungan DPW kepada non-kader Nasdem menunjukkan bahwa partai besutan Surya Paloh tersebut adalah milik rakyat sehingga siapapun memiliki tingkat keterpilihan tinggi.
“Nasdem, kan, itu rumah rakyat Indonesia, jadi siapapun dari partai manapun, (jika) menurut masyarakat memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi, tentu akan didukung oleh Nasdem, karena kami adalah partai terbuka tidak mesti dari partai A, B, C, D," kata Irma dalam keterangan persnya, Kamis, (16/6/2022).
Niat Nasdem untuk membuka pintu bagi kader di luar internal partai nampak semakin terang dalam pernyataan sekretaris steering committee Rakernas Nasdem, Willy Aditya. Ia menegaskan, kandidat capres yang akan terpilih dari hasil rakernas tidak wajib untuk masuk Partai Nasdem.
“Kami tidak mementingkan itu, kami mau calon yang diusung adalah milik koalisi. Apakah dia akan di-Nasdem-kan atau tidak? Bukan itu targetnya, karena yang ditargetkan adalah menang,” kata Willy dalam konferensi pers Rakernas Partai Nasdem di JCC, Kamis (16/6/2022).
Namun langkah Nasdem tersebut dikritik mantan politikus Nasdem, Rio Partice Capella. Pria yang pernah menjabat sekjen dan ketua umum Nasdem ini menyayangkan keputusan rakernas yang justru merekomendasikan non-kader. Menurut dia, visi Nasdem mestinya juga diusung oleh kader Nasdem.
“Harapan kita ketika partai itu dibuat, yang bisa membawa visi dan misi partai itu, yang utama adalah kadernya. Ketika partai membuat visi, misi, gagasan dan ide, maka partai harus menyiapkan lahirnya pemimpin dari partai tersebut,” kata Rio saat dihubungi, Jumat (17/6/2022).
Terkait minimnya kader Nasdem yang direkomendasikan oleh DPW, Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Ahmad Ali mengungkapkan bahwa partainya memiliki tekad untuk mencalonkan calon presiden di Pemilu 2029.
“Nanti kami di 2029 akan mencalonkan kader internal,” kata Ahmad Ali di tengah Rakernas Partai Nasdem di Jakarta Convention Center Senayan pada Jumat (17/6/2022).
Partai Terbuka: Pleidoi Realistis atau Pesimistis?
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai unggulnya nama-nama bakal capres dari luar Partai Nasdem merupakan tanda bahwa parpol besutan Surya Paloh itu adalah partai yang terbuka.
“Itu menunjukkan memang Nasdem ini partai terbuka, jadi siapapun tokoh-tokoh di negara ini, yang dinilai punya bekal maju pilpres itu masuk dalam radar Nasdem, ya buktinya Anies masuk, Ganjar masuk, Erick Thohir masuk,” kata Adi.
Adi mengatakan Nasdem pada dasarnya hanya bersikap realistis dengan mengusung capres yang potensial untuk memenangkan pemilu.
“Intinya Nasdem ingin usung capres yang kuat dan potensial menang. Artinya bagi Nasdem, sekali mencalonkan orang, sekalian carilah yang kuat. Siapa yang kuat? Ternyata versi Nasdem, Anies dan Ganjar yang masuk dalam radarnya,” kata Adi.
Hal senada diungkapkan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Khoirul Umam. Ia mengatakan bahwa Nasdem cenderung bersikap realistis dengan tidak memaksakan mengusung kader internal partai.
“Itu karena Nasdem realistis, belum ada kadernya yang relatif marketable untuk ditawarkan dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang,” kata Khoirul Umam melalui pesan singkat kepada reporter Tirto, Jumat (17/6/2022).
Sedangkan Rio Capella mengatakan, sebutan 'partai terbuka' tersebut sekadar pleidoi NasDem akibat tidak adanya calon dari internal Nasdem yang potensial untuk dicalonkan. “Jadi jangan tiba-tiba kalau nggak punya calon, kami partai terbuka. Itu namanya ngeles. Jadi jangan ngeles pagi-pagi buta begini, ngeles kami partai terbuka, ya karena nggak ada calon saja,” kata dia.
Menurut Rio, mestinya tokoh Nasdem seperti Surya Paloh harusnya memuncaki rekomendasi DPW. Kalaupun pada kondisi riilnya yang bersangkutan tidak bersedia, hal tersebut persoalan lain yang dapat didiskusikan lebih lanjut. Akan tetapi, perlu ada kepercayaan diri dari partai untuk mengusung kader internalnya.
Gagalnya Pengkaderan Partai?
Di sisi lain, tidak adanya kader internal partai yang diusulkan merupakan indikasi gagalnya parpol melakukan pengkaderan calon pemimpin. Hal ini tidak hanya terjadi di Nasdem, tapi hampir di seluruh partai politik yang ada saat ini, kata Adi Prayitno.
Adi menilai, munculnya nama-nama dari eksternal partai saat ini dapat menjadi kritik bagi hampir seluruh parpol supaya ke depan dapat memunculkan figur-figur yang dapat diterima di ranah internal sekaligus di ranah publik.
“Ya hampir semua parpol punya problem sama, bukan hanya Nasdem di mana kader-kader kunci mereka itu belum memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi. Bahkan kalau mau jujur, PDIP sekalipun. Ganjar itu termasuk yang bukan kader kunci, bukan pengurus DPP,” kata Adi.
Dalam konteks Nasdem, yang dilakukan saat ini hanyalah mekanisme pengamanan, kata Khoirul Umam. Ia menilai, kekosongan kader tersebut disiasati oleh Nasdem dengan tidak menunjukkan perlawanan terbuka terhadap dominasi partai besar seperti PDIP.
“Mencermati kuatnya dukungan di Rakernas Nasdem, di mana Anies dan Ganjar hanya terpaut 3 suara dukungan DPW, hal itu menegaskan bahwa Nasdem sedang bermain aman. Tidak menunjukkan perlawanan terbuka pada dominasi PDIP, tetapi juga menyiapkan kuda-kuda untuk mengusung tagline perubahan jika keputusan PDIP tidak sesuai ekspektasi Nasdem,” kata dia.
Sementara Rio Capella menilai, saat ini Nasdem tengah menunjukkan kegagalannya dalam upaya pengkaderan pemimpin. “Nasdem berhasil jadi satu-satunya partai baru yang ikut pemilu, lolos parliamentary threshold dua kali, itu berhasil. Tapi gagal mencetak kadernya sendiri sebagai pemimpin bangsa,” kata Rio.
Nasdem punya jawaban tersendiri soal kritik tersebut. Willy menuturkan Nasdem ingin mewakili masyarakat yang mendukung Ganjar maupun Anies sebagai presiden. Menurutnya aspirasi tersebut perlu diberi ruang yang tepat.
“Beginilah dalam relasi sosiologis, besarnya nama figur juga menjadi suatu pilihan. Kita bisa melihat hal tersebut. Dan kita juga menghormati suara rakyat. Selain itu juga melihat beliau sebagai warga negara yang bisa dimajukan dan ini adalah aspirasi,” kata Willy.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Abdul Aziz