tirto.id - Selain melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Partai Gerindra juga merencanakan untuk membangun komunikasi politik dengan berbagai partai politik dan tokoh masyarakat lainnya, salah satunya dengan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan, selain dengan Amien Rais, partainya juga akan melakukan komunikasi dengan tokoh agama, tokoh buruh, ataupun tokoh organisasi masyarakat (Ormas). Namun, terkait pertemuan dengan Amien, pihaknya masih belum menentukan tanggal dan tempat pertemuan.
“Bisa saja ketemu di rumahnya [Amien Rais], kantor PAN atau di mana saja. Yang pasti kita akan melakukan agenda roadshow ke berbagai pihak yang menjadi stakeholder pemilu negara ini. Bisa juga ke NU, Muhammadiyah, KWI, untuk mengatakan bahwa undang-undang pemilu ini jika dilaksanakan, itu adalah pemilu yang inkonstitusional. Terutama di dalam pilpresnya,” papar Arief.
Meski konteks pertemuan itu untuk menggalang pendapat dalam penolakan Undang-undang Pemilu (UU Pemilu), Arif menepis anggapan bahwa penolakan UU Pemilu ini adalah usaha untuk mempermudah langkah Prabowo dalam pemilu presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Menurut Arief, Prabowo sendiri tidak memaksakan diri untuk menjadi calon presiden, tetapi para kader lah yang sepakat untuk mengusung Prabowo.
“Itu masih jauh. Itu salah. Jadi begini, bukan Pak Prabowo yang berambisi. Yang berambisi itu kadernya Gerindra (agar) Prabowo jadi presiden. Ya saya, kader Gerindra yang berambisi. Prabowo enggak akan mau maju kalau kadernya dan rakyat tidak menginginkan dia untuk maju,” pungkasnya.
Baca juga:
- Demokrat Sambut Baik Undangan Gerindra ke Hambalang
- Duet Prabowo-SBY di Pilpres 2019 Tantangan Berat Bagi Jokowi
- Prabowo: Presidential Treshold 20% adalah Lelucon Politik
“Tentang yang paling krusial itu UU Pemilu dengan PT (presidential threshold) 20 persen. Kita melihatnya sebuah pelanggaran konstitusi bagi rakyat. Rakyat kehilangan hak konstitusinya, terutama rakyat yang jadi pemilu pemula pada 2019 nanti. Di mana pemilih pemula kehilangan haknya mengusung orang jadi capres. Karena PT yang digunakan, tahun 2014. Hasil pemilu 2014. Artinya pemilih pemula itu bukan bagian dari pemilih 2014,” katanya.
“Mudah-mudahan UU pemilu ini tidak menjadi sebuah ledakan di masyarakat seperti kasusnya Ahok. Karena saya sendiri sudah mengkonsolidasikan pemilih-pemilih pemula untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan ini (UU pemilu PT 20 persen),” lanjut Arif.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sampai saat ini Partai Gerindra masih fokus untuk berjuang melalui tahapan koridor hukum. Meski tidak bisa melakukan judicial review (JR), Gerindra akan menyokong para pemilih pemula untuk berjuang melakukan judicial review ke pihak berwenang.
“Partai enggak bisa lakukan JR. Kita akan mendukung kelompok masyarakat. Ada beberapa yang udah. Pak Yusril (Ihza Mahendra) sudah. Kami mendorong pemilih pemula yang akan lakukan JR. Baik ke MK (Mahkamah Konstitusi) dan juga PN (Pengadilan Negeri,” pungkas Arief.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto