tirto.id - Belum usai dengan kasus Keraton Agung Sejagat, muncul komunitas tidak terdaftar di Bandung yang disebut Sunda Empire. Masyarakat Bandung, Jawa Barat menyebut kemunculan Sunda Empire ini mirip dengan Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.
Kepala Bidang Ideologi dan Wawasan Kebangsaan Kesbangpol Bandung, Sony. menyebut Sunda Empire ilegal karena tidak terdaftar. Namun, kata dia, hal itu sudah ditangani oleh Kodam III/Siliwangi sejak 2018.
"Dia bukan masuk ormas, dia tidak terdaftar sebagai ormas, makanya kita lagi telusuri, hampir sama kaya yang di Jawa Tengah," kata Sony, di Bandung, Jumat (17/1/2020), sebagaimana dikutip Antara News.
Video tentang Sunda Empire sempat beredar di salah satu kanal YouTube yang diunggah oleh akun bernama Alliance Press International. Sejumlah konten mengenai Sunda Empire itu menyebar ke masyarakat melalui media sosial.
Salah satu video yang tersebar, berisi tentang sejumlah orang yang mengenakan atribut seperti militer lengkap dengan topi baret. Salah satu dari mereka ada yang berorasi tentang masa pemerintahan negara-negara yang akan berakhir pada 2020.
Keberadaan Sunda Empire itu dinilai sama seperti Keraton Agung Sejagat, karena mereka menggunakan seragam-seragam serupa seragam militer lengkap dengan atributnya, yang tidak jelas asal-usulnya.
Sementara itu, Kepala Kesbangpol Bandung, Ferdi Ligaswara, mengatakan akan menelusuri keberadaan Sunda Empire tersebut. Sebagai negara hukum, kata dia, semua orang harus mematuhi aturan yang ada.
"Kami akan telusuri dulu, intinya negara kita negara hukum. Jangan berbenturan dengan aturan," kata dia.
Keraton Agung Sejagat
Keraton Agung Sejagat mulai muncul sejak awal tahun 2020. "Raja" dan "ratu" Keraton Agung Sejagat ini mendeklarasikan berdirinya kerajaan pada Minggu (12/1/2020). Dua orang raja ratu itu bernama Totok Santoso Hadiningrat dan Fanni Aminadia.
Totok dan Fanni memproklamasikan berdirinya kerajaan yang diberi nama Keraton Agung Sejagat. Totok bertindak sebagai raja dengan sebutan sinuwun, sementara Fanni dipanggil Kanjeng Ratu Dyah Gitarja. Deklarasi digelar di Desa Pogung, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.
Sebuah bangunan yang didekorasi layaknya keraton yang ditandai dengan bangunan semacam pendopo yang belum selesai pembangunannya. Di sebelah utara pendopo, ada sebuah sendang (kolam) yang disakralkan.
Di sana juga terpancang sebuah prasasti dari batu bertuliskan huruf Jawa. Pada bagian kiri prasasti ada tanda dua telapak kaki, dan di bagian kanan ada semacam simbol. Prasasti ini disebut dengan Prasasti I Bumi Mataram.
Untuk menguatkan ciri khas seorang bangsawan, Totok mengenakan kostum berwarna hitam lengkap dengan hiasan pangkat di kedua pundaknya, juga aksesori yang mencirikan ia sebagai seorang raja. Begitu pula dengan sang Kanjeng Ratu yang memakai kebaya berwarna hitam dan rambutnya disanggul. Singgasana mereka bernuansa emas, merah dan putih.
Pengikut Keraton Agung Sejagat ini disebut-sebut mencapai 450 orang. Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat, menjelaskan lebih jauh soal "kerajaan" ini. Ia membantah kerajaannya adalah kelompok aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.
Keraton Agung Sejagat, katanya, adalah bagian dari kekaisaran dunia yang muncul sebagai konsekuensi telah berakhirnya perjanjian 500 tahun yang lalu antara Majapahit dan Portugis. Perjanjian yang dibuat pada 1518 itu diteken oleh penguasa Majapahit, Prabhu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, dengan Portugis sebagai wakil orang barat.
Joyodiningrat menyampaikan berakhirnya perjanjian tahun lalu menandakan berakhirnya dominasi barat, yang dipimpin Amerika Serikat, dalam mengontrol dunia. Ia mengatakan kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, penerus Majapahit, yang tidak lain adalah Keraton Agung Sejagat.
Tak tanggung-tanggung, Totok mengklaim kerajaan menguasai seluruh dunia. Ia bahkan mengatakan beberapa lembaga internasional yang kita kenal sekarang tak lain adalah kelengkapan kerajaan. Lembaga itu termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sebelum jadi Raja, pada 2016-2017, Totok diketahui membentuk organisasi bernama Jogja Development Committee (Jogja DEC) yang menebar janji kalau anggotanya akan mendapatkan uang 100-200 dolar AS per bulan. Banyak yang tergiur, tapi lantas keluar karena, tentu saja, hanya mendapat janji kosong.
Para pengikut Totok di Kerajaan Agung Sejagat disinyalir anggotanya sejak di Jogja DEC. Totok mewajibkan anggotanya membayar uang Rp3 juta untuk dibelikan seragam kerajaan. Setiap kerajaan membuat anggota, tiap anggota juga ditarik iuran dengan iming-iming akan mendapat ganti ketika dana dari Bank Dunia cair.
Polres, Pemkab, dan TNI di daerah setempat mulai menelurusi kerajaan ini karena meresahkan warga. Hingga kemudian, Totok dan Fanni akhirnya ditangkap Polres Purworejo dan Polda Jawa Tengah, Selasa (13/1/2020), di rumah sekaligus istana mereka. Polisi juga memeriksa pengikut yang diberikan jabatan seperti mahapatih, bendahara dan resi keraton.
Malam itu juga sang raja dan ratu ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya disangkakan pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong yang mengakibatkan keonaran serta pasal 378 KUHP tentang penipuan. Sejumlah barang bukti disita, termasuk dokumen yang diduga dipalsukan pelaku.
Editor: Agung DH