tirto.id - Snow Moon adalah fenomena alam yang terjadi setahun sekali dan dapat dinikmati setiap Februari. Pemberian nama Snow Moon pun memiliki asal-usulnya tersendiri. Lalu, apa arti Snow Moon?
Bulan dikenal sebagai satelit Bumi yang memiliki peran penting di berbagai aspek kehidupan di planet ini, salah satunya berkaitan dengan pasang surut air laut.
Bulan juga memiliki fase-fase berbeda atau mengalami perubahan bentuk yang terlihat dari Bumi. Hal ini dipengaruhi oleh pergerakannya mengorbit Bumi serta pantulan cahaya Matahari. Salah satu fase bulan yang dapat dilihat sebulan sekali adalah bulan penuh atau bulan purnama.
Menariknya, bulan purnama memiliki banyak julukan, salah satunya adalah Snow Moon yang merujuk pada purnama di bulan Februari. Kapan bulan purnama Februari 2025?
Dikutip dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak fase purnama di bulan ini akan terjadi pada 12 Februari 2025, tepatnya pada pukul 20.53 WIB. Di waktu-waktu inilah kita bisa menyaksikan Snow Moon di langit malam.
7 Fakta Snow Moon
Apa arti Snow Moon? Snow Moon atau Bulan Salju mengacu pada julukan bulan purnama di Februari. Jadi, jika terjadi fenomena Snow Moon, bukan berarti kita akan melihat bulan bersalju karena nama ini hanya sebatas julukan.
Tentu ada banyak fakta menarik tentang Snow Moon, mulai dari asal-usul nama, pengaruhnya pada Bumi, hingga julukan lainnya. Berikut deretan fakta unik Snow Moon yang patut diketahui:
1. Muncul Setahun Sekali
Bulan purnama diketahui akan muncul sekitar sebulan sekali, tetapi Snow Moon hanya akan dilihat setahun sekali di bulan Februari. Sejak zaman dahulu, manusia telah memberi nama pada setiap bulan purnama berdasarkan kondisi atau fenomena tertentu di bumi.Nama ini sengaja diberikan sebagai pertanda waktu dan musim. Salah satunya adalah Snow Moon atau Bulan Salju yang merujuk pada bulan purnama di Februari. Nama-nama lain bulan purnama misalnya Wolf Moon untuk purnama di Januari, Strawberry Moon untuk Juni, hingga Cold Moon untuk purnama di bulan Desember.
2. Asal-usul Nama
Pemberian nama Snow Moon tentunya tak lepas dari fenomena turunnya salju, terutama di belahan bumi utara. Curah hujan salju paling lebat terjadi pada Februari sehingga bulan purnama di bulan ini pun diberi nama Snow Moon.Seperti yang yang sudah dijelaskan sebelumnya, orang-orang zaman dulu telah memberi nama untuk setiap bulan purnama yang muncul. Hal ini dilakukan oleh para penduduk asli Amerika hingga Eropa yang kemudian dicatat dalam sebuah almanak yang disebut Old Farmer's Almanac.
Penamaan bulan purnama sering didasarkan pada kondisi atau apa yang terjadi di bumi. Seperti Snow Moon, nama ini diberikan karena Februari dianggap sebagai bulan paling bersalju dibandingkan bulan-bulan lainnya selama musim dingin.
3. Snow Moon Dapat Menyebabkan Spring Tide
Pada dasarnya, fenomena Snow Moon bukanlah sesuatu yang sangat langka dan sama seperti purnama pada umumnya. Salah satu dampaknya terhadap bumi berkaitan dengan pasang surut air laut yang juga dipengaruhi oleh faktor gravitasi.Saat purnama, posisi Bulan, Matahari, dan Bumi akan sejajar, sehingga gaya tarik gravitasi gabungan dari Bulan dan Matahari lebih kuat. Hal ini menyebabkan fenomena pasang purnama (spring tide), yaitu ketika air laut mengalami pasang tertinggi dan surut terendah.
Pasang tinggi ini dapat meningkatkan risiko banjir di daerah pesisir, terutama saat dikombinasikan dengan hujan, badai, atau kondisi cuaca ekstrem. Sebaliknya, saat air surut, beberapa daerah pesisir bisa mengalami penurunan ketinggian air yang lebih drastis dari biasanya.
Fenomena ini dapat memengaruhi aktivitas nelayan, transportasi laut, serta ekosistem pesisir, termasuk perilaku beberapa spesies hewan laut yang bergantung pada siklus pasang surut untuk mencari makan atau berkembang biak.
4. Nama Lain Snow Moon
Selain Snow Moon, bulan purnama di Februari juga memiliki julukan lain. Beberapa suku di Amerika Utara menyebut bulan purnama Februari dengan nama Hungry Moon. Hal ini disebabkan karena di bulan musim dingin ini, sumber makanan menjadi langka dan kondisi perburuan menjadi lebih sulit.Sementara bangsa Celtic dan Inggris Kuno menyebut bulan purnama ini sebagai Storm Moon (Bulan Badai) atau Ice Moon (Bulan Es). Beberapa suku di dunia justru mengaitkan bulan purnama ini dengan hewan. Misalnya Suku Cree yang menjuluki bulan ini dengan nama Bulan Elang.
Ada juga yang memberi nama Bear Moon karena mengacu pada anak beruang yang lahir di bulan tersebut. Suku Dakota diketahui menjulukinya dengan nama Bulan Rakun, Suku Algonquin menyebutkan sebagai Groundhog Moon, dan Suku Haida menamainya dengan Goose Moon atau Bulan Angsa.
5. Waktu Terbaik Melihat Snow Moon
Snow Moon mengacu pada saat fase bulan purnama pada bulan Februari. Di tahun 2025, waktu terbaik melihat Snow Moon adalah di tanggal 12 Februari 2025, pukul 20.53 WIB. Tentunya kita bisa menikmati Snow Moon sepanjang malam hingga dini hari atau sebelum terbit fajar.Kita juga tidak memerlukan peralatan khusus untuk melihat Snow Moon. Seperti halnya melihat purnama pada umumnya, kita cukup melihat keindahan Snow Moon dengan mata telanjang.
6. Berdekatan dengan Bintang Regulus
Saat melihat Snow Moon pada 12 Februari 2025, kita kemungkinan akan melihat sebuah bintang di dekat bulan purnama. Bintang tersebut adalah Regulus atau Alpha Leonis.Regulus berada di konstelasi Leo dan termasuk salah satu bintang yang dapat diamati dengan mata telanjang, terutama saat musim semi. Regulus sudah dapat terlihat “menemani” bulan pada 11 Februari 2025 atau sehari sebelum Snow Moon.
7. Bisa Terjadi Super Snow Moon
Super Snow Moon adalah istilah untuk Snow Moon yang bertepatan dengan fenomena supermoon, yaitu saat Bulan berada pada titik terdekatnya dengan Bumi sehingga terlihat lebih besar dan terang dari biasanya. Super Snow Moon tercatat pernah terjadi pada 19 Februari 2019 lalu.Snow Moon menjadi sebuah fenomena alam yang menarik untuk diamati. Snow Moon tidak hanya menawarkan keindahan, tetapi juga wawasan tentang adanya perubahan musim, dampaknya terhadap bumi, serta adanya pengaruh tradisi dan budaya masyarakat zaman dahulu dalam memaknai fenomena astronomi.
Editor: Erika Erilia & Yulaika Ramadhani