tirto.id - YouTuber Kevin Hendrawan membuat video protes sehari setelah seremoni pembukaan Asian Games 2018. Isinya kurang lebih mengeluhkan pelayanan tiket ajang olahraga terbesar se-Asia tersebut.
Ceritanya, Sabtu, 18 Agustus, Kevin sudah ikut mengantre menukarkan tiket di gerbang GBK di sebelah FX Sudirman. Ia sudah beli tiket VIP seharga Rp5 juta. Saat masuk ke dalam Stadion Utama GBK, kekacauan itu terjadi. Ia yang seharusnya duduk di Cat A Upper Right, Gate 49, harus rela disuruh pindah ke Gate 89 karena masalah tiket ganda: dua orang harus berebut untuk bangku yang sama.
Setelah sampai di Gate 89, ia kembali disuruh pindah ke Gate 34. Dalam perjalanan itu, seremoni pembukaan telah dimulai. Kevin akhirnya tak cuma kecewa karena kursinya tak sesuai tiket, ia juga sedih karena tak bisa menonton pertunjukan itu dari awal.
"Tiket itu emang dibeli, bukan di-endorse. Jadi, kita di sini memposisikan sebagai pembeli, penonton," kata Kevin.
Tak cuma Kevin, YouTuber lain Ria Ricis bahkan dapat tiket ganda tiga.
Protes mengenai kasus tiket ganda ini ramai dibahas di media sosial. Pesan berantai soal perkara ini juga marak disebar lewat WhatsApp.
Kekisruhan itu ditanggapi cepat oleh Inasgoc, panitia pelaksana Asian Games 2018. Keesokan harinya, 19 Agustus, Inasgoc menggandeng Blibli sebagai rekanan mengelola tiket Asian Games 2018 dengan Kiostix. Sebelum ada problem tiket macam ini Kiostix memonopoli layanan tiket sebesar dan sekompleks ajang multicabang olahraga Asian Games.
CEO Kiostix Ade Sulistioputra meminta maaf kepada publik. "Kami harap penambahan sejumlah titik distribusi dapat menjawab persoalan lalu lintas data yang tinggi," ujarnya dalam keterangan pers kepada Tirto.
"Sinergi antara kiosTix.com dan Blibli.com serta Alfamart akan memberikan opsi lebih banyak bagi peminat acara, dan diharapkan dapat membawa energi positif masyarakat yang ingin memberikan dukungan langsung kepada para atlet di lapangan," tambah Ade.
Jumlah tiket yang berbanding terbalik dari panjang antrean sempat menyebabkan kericuhan antara calon penonton dan panitia. Penonton merasa dipersulit dalam membeli tiket, sebab lewat online tak bisa, sementara beli di tempat cepat habis.
Direktur Tiket Inasgoc Sarman Simanjorang turun menghadapi massa. "Kami mengucapkan terima kasih atas antusias penonton badminton ... tapi kapasitas Istora terbatas."
Situasi tak jauh berbeda terjadi pada 23 Agustus. Meski tak sampai ribut dengan panitia, para calon penonton kecewa karena kehabisan tiket. Pada pukul 13:30, tiket on the spot cabang bulutangkis dan voli di loket tiket 2, dekat pintu 4 GBK, sudah ludes.
Ahmad, runner ticketing di loket 1, berjarak begitu dekat dari loket 2, mengatakan tiket bulutangkis dan voli sudah ludes hanya dalam dua jam.
“Tiket bulutangkis dan voli buka jam 8 pagi dan sudah tutup jam 10 pagi. Banyak peminatnya,” ujarnya kepada Tirto.
Panitia Asian Games 2018 memang menjual tiket on the spot dalam jumlah terbatas. Menurut Danny Buldansyah, Direktur Media dan Public Relation Inasgoc, penjual tiket on the spot untuk semua cabang olahraga di Asian Games 2018 memang hanya sebatas 20 persen, sisanya dijual secara online.
Memang Ada Calo di GBK
Faktanya, memang ada calo di GBK. Selasa, 20 Agustus, polisi berhasil menangkap dua orang di antara mereka. Pada hari pertama pertandingan resmi, 19 Agustus, saya sendiri bertemu dengan dua orang calo. Satu di depan Gate 5 GBK dan satu lagi persis di depan gerbang masuk penonton depan Istora. Harga normal yang cuma Rp100 ribu sampai Rp400 ribu naik menjadi Rp200 ribu sampai Rp550 ribu.
Seorang calo yang mengaku bernama Slamet ternyata berhasil menjual 30 tiket paling murah final bulutangkis beregu putra dengan harga satuan Rp500 ribu. “Kalau saya kerja sendiri, tentu sudah untung besar,” katanya kepada Tirto.
Saat itu Slamet melayani seorang penonton yang ingin membeli tiket final basket putra dan penutupan Asian Games 2018. Kepada calon pembelinya itu ia mengatakan harga tiket bisa lebih mahal. Kenyataan lain: tim basket putra Indonesia belum tentu melangkah ke final mengingat lawan-lawan berat yang akan dihadapinya.
Meski begitu, si calon pembeli tak keberatan. Si calo berjanji akan mengusahakan tiket final lalu memberikan nomor telepon kepada calon pembeli.
Selain masalah calo, loket penjualan di GBK sempat telantar. Beberapa penonton berkata tidak ada petugas saat jam buka loket. Mereka terpaksa menunggu beberapa jam sampai ada petugas yang menangani pembelian.
Lani Rahayu, manajer senior komunikasi pemasaran Blibli, mengatakan penjualan tak sepenuhnya diserahkan kepada Blibli. Per 16 Agustus 2018, Kiostix baru meminta bantuan kepada Blibli untuk mengontrol penjualan daring. "Tapi, kalau penjualan offline masih dipegang oleh Kiostix."
Protes karena Bus Sedikit
April lalu, AKBP Ipung Purnomo, Deputi Keamanan dan Transportasi Inasgoc, berkata kepada saya bahwa Inasgoc memang sengaja ingin bikin suasana ramah pejalan kaki di GBK selama Asian Games. Lahan khusus parkir di area GBK sengaja dipersempit. Inasgoc menyiapkan shuttle bus sebagai angkutan penghubung antar-arena. Tujuannya, menciptakan budaya jalan kaki buat warga Jakarta.
“Salah satu upaya mengurangi macet juga,” katanya.
Namun, keluhan terhadap armada shuttle bus adalah salah satu yang paling kentara dari manajemen penyelenggaraan Asian Games.
Bagi Aisyah Safitri, seorang penonton, jarak pintu masuk yang jauh dari arena adalah masalah. Berencana menonton basket, ia harus menunggu di sebuah halte di seberang gedung Akuatik, dekat Jakarta Convention Center, karena kelelahan jalan setelah berputar-putar mencari arena.
Saat ikut mengantre menunggu bus, Aisyah akhirnya harus kembali kecewa karena shuttle bus yang lewat tak punya jadwal jelas. Beberapa kali bus cuma lewat tanpa berhenti, beberapa lain justru berhenti tapi tak mengangkut penumpang. Sebal, Aisyah dan dua kawannya memilih jalan.
“Pertandingan yang mau kita tonton setengah jam lagi, jadi cabut aja deh jalan. Daripada entar ribet karena telat,” cerita pegawai swasta tersebut.
Keluhan yang sama juga disampaikan Indah. Ia protes kepada seorang volunter di divisi transportasi di halte depan Gedung Akuatik. Ia mengeluh karena sudah menghitung empat bus yang lewat tapi tak bisa mengangkut semua penumpang.
“Saya udah terlambat setengah jam, lho. Kakak saya udah dari tadi nunggu di basket sana. Bus kalian cuma ini aja, ya? Gimana, sih?”
Beberapa relawan tak bisa memastikan jumlah bus. Saat saya konfirmasi ke Humas PT Transjakarta, yang menyediakan bus untuk Asian Games, pihaknya menyiapkan 350 unit bus.
Namun, tak semua bus dipakai untuk membawa penonton di GBK. Sebagian besar digunakan sebagai alat transportasi panitia dan atlet ke arena-arena lain. Sebagian besar lain diparkir di Parkiran Timur Senayan. Tiap satu bus yang beroperasi di GBK punya kewajiban putar 4 sampai 5 kali sebelum akhirnya istirahat.
“Pada jam-jam peak hour (penonton keluar dari pertandingan atau baru tiba) memang susah dapat bus," kata seorang volunter yang berjaga di Halte Akuatik. "Soalnya jumlahnya terbatas. Kadang yang udah sampai halte malah kepenuhan. Jadi, makin lama nunggu."
"Lebih cepat kalau jalan sebenarnya,” tambahnya.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Fahri Salam