Menuju konten utama

Era Bakar Uang Meredup, Startup Unicorn Berjuang Agar Tak Lenyap

Startup akhirnya bangkrut setelah melakukan bakar uang besar-besaran marak terjadi diberbagai belahan dunia. Apa yang harus dilakukan?

Era Bakar Uang Meredup, Startup Unicorn Berjuang Agar Tak Lenyap
Header Strategi Bakar Uang. tirto.id/Fuad

tirto.id - Bisnis unicorn di Indonesia tengah menghadapi ujian berat di tengah ketatnya persaingan pasar. Para pemain di sektor ini bahkan rela "bakar uang" demi mempercepat pertumbuhan dan memperluas pangsa pasar mereka. Hanya saja, tak semua unicorn mampu terus bertahan hanya dengan mengandalkan bakar uang.

Di dalam negeri strategi bakar uang diduga masih dilakukan oleh TikTok dan Shopee untuk mengerek penjualan. Meski berisiko menguras modal, strategi itu masih dipilih karena harga murah masih menjadi magnet utama di bisnis online.

TikTok misalnya melalui program live streaming tampak getol bakar uang. Selain di TikTok, pelanggan toko online setiap hari juga bisa menikmati beragam promo yang digelar oleh live shopping Shopee. Keduanya bahkan memberikan beragam promosi rutin, seperti cashback, diskon hingga gratis ongkir.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, melihat strategi bakar uang ini dilakukan lantaran masyarakat Indonesia saat ini masih price oriented market di mana harga masih menjadi faktor utama dalam pembelian. Sehingga diskon atau promo masih menjadi andalan bagi startup digital untuk bisa bersaing dengan kompetitor, termasuk dalam bisnis e-commerce.

Diskon dan promo dalam hal ini, bisa berupa cashback hingga gratis ongkir atau ongkos kirim. Terlebih ongkos kirim di Indonesia cukup tinggi apabila tidak dibantu oleh gratis ongkir dari pihak platform. Dan umumnya pembeli menginginkan adanya diskon ongkir, karena mereka akan lebih memilih belanja via offline store.

Online store pasti mengandalkan pengiriman paket dan pembeli ingin pengiriman paket diberikan diskon. Ini yang kita sebut strategi bakar uang di Indonesia masih sangat diandalkan,” ujar Huda kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Meski demikian, keuntungan dari bakar uang ini dinilai tak bisa dirasakan manfaatnya secara langsung. Manfaat itu baru terasa dalam waktu 10 tahun yang akan datang. Contohnya Alibaba. Ketika berdiri pada 1999, Alibaba melakukan bakar uang. Mereka lantas mendapatkan manfaat berupa profit, dengan meraih tingkat penjualan tertinggi di dunia pada 2009.

Selain Alibaba, perusahaan teknologi Sea Limited, sukses meraih keuntungan pada 2023. Induk perusahaan Shopee ini berhasil cuan setelah beberapa tahun belakangan bakar duit. Sea Limited mendapatkan laba bersih sebanyak 162,7 juta dolar AS atau Rp2,5 triliun sepanjang 2023. Ini naik ketimbang di 2022, yang rugi bersih mencapai 1,7 miliar dolar AS atau Rp26 triliun.

Tapi tidak menutup juga ada juga startup yang akhirnya bangkrut setelah melakukan bakar uang besar-besaran. Contoh startup co-working space kelas dunia asal Amerika Serikat, WeWork, yang punya valuasi sebesar 47 miliar dolar AS. Mereka justru mengalami kerugian hingga 2 miliar dolar AS.

Di dalam negeri bahkan, unicorn yang pertama kali melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni Bukalapak bahkan tumbang. Platform All-Commerce yang didirikan pada 2010 oleh Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono, dan Muhamad Fajrin Rasyid resmi mengumumkan penutupan layanan penjualan produk fisik di marketplace pada Selasa (7/1/2025). Perusahaan ini akan fokus pada bisnis penjualan produk virtual seperti pulsa, paket data, token, dan produk digital lainnya.

Strategi bakar uang ini, menurut, Huda memang tak bisa dilakukan secara berkelanjutan alias hanya dalam jangka waktu tertentu. Setelah bakar uang, perusahaan harus kembali fokus untuk bisa mendapatkan profit. “Mungkin di beberapa kasus, startup digital sudah menyusun way to get a profit. Perusahaan yang IPO terutama sudah harus menghasilkan keuntungan,” jelas Huda.

Hanya saja, kata Huda, kadang mereka tidak serta merta menghilangkan strategi bakar uang, tapi lebih selected lagi terhadap pembeli yang mendapatkan promo. Mereka mulai menjalankan strategi highvalue user. “Mereka akan ngasih promo dan sebagainya ke sebagian user. Atau mereka menggunakan sistem langganan yang juga mendatangkan uang bagi platform,” pungkas Huda.

Efektivitas ‘Bakar Uang’ Dipertanyakan

Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, menilai pendekatan melalui bakar uang memang tidak selalu berujung pada keberlanjutan. Kasus Bukalapak yang menutup layanan marketplace-nya adalah contoh nyata bagaimana bakar uang tanpa dasar model bisnis yang solid dapat menjadi bumerang.

“Pada dasarnya, strategi bakar uang hanya efektif dalam jangka pendek untuk menarik konsumen, terutama di pasar yang sedang berkembang seperti Indonesia, di mana pengguna cenderung responsif terhadap insentif,” jelas dia kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Namun, dalam jangka panjang, model ini sering gagal menciptakan loyalitas yang berkelanjutan karena ketergantungan konsumen pada harga murah, bukan nilai atau pengalaman yang ditawarkan. Ketika dana dari investor mulai mengering atau tidak ada jalan jelas menuju profitabilitas, startup seringkali terjebak dalam kesulitan operasional yang mengancam keberlangsungan bisnis mereka.

Lebih jauh, kata Anwar, pendekatan bakar uang ini juga menyisakan dampak yang kompleks. Di satu sisi, subsidi yang diberikan perusahaan dapat mendorong akses layanan yang lebih terjangkau bagi masyarakat, misalnya dalam transportasi, e-commerce, atau fintech.

Namun, di sisi lain, jika startup besar yang menjadi tulang punggung sektor tertentu akhirnya runtuh, masyarakat terutama UMKM yang bergantung pada platform akan kehilangan akses pasar atau layanan yang telah mereka andalkan.

“Ini menciptakan risiko monopoli baru ketika pemain-pemain kecil tidak mampu bertahan di tengah perang diskon yang tidak sehat,” jelas dia.

Menurut Anwar, ke depannya, strategi bakar uang bukan hanya menjadi ancaman bagi startup yang mengandalkannya, tetapi juga bagi ekosistem secara keseluruhan. Pemerintah memiliki peran penting untuk mendorong regulasi dan insentif yang mendukung inovasi berkelanjutan.

Dukungan bagi startup yang berorientasi pada profitabilitas dan dampak sosial terhadap ekosistem ekonomi terutama menengah bawah harus menjadi prioritas. Kebijakan ini tidak hanya memastikan keberlanjutan industri startup, tetapi juga melindungi rakyat dari risiko ketidakstabilan yang diakibatkan oleh kegagalan bisnis besar yang mendominasi pasar.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), Budi Primawan, mengatakan meski strategi bakar uang telah menjadi ciri khas bagi banyak startup dan marketplace di Indonesia, namun efektivitas strategi ini memang semakin dipertanyakan. Karena berkaca pada Bukalapak, yang memutuskan menghentikan penjualan produk fisik dan berfokus pada produk digital setelah mengalami kerugian signifikan.

“Strategi bakar uang memang dapat meningkatkan brand awareness dan menarik konsumen dalam jangka pendek. Namun, tanpa model bisnis yang berkelanjutan, risiko kehabisan modal dan tekanan untuk terus tumbuh tanpa keuntungan nyata menjadi ancaman serius,” jelas Budi kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Belanja online di Indonesia meningkat

Warga menggunakan ponsel untuk berbelanja secara daring di salah satu situs belanja di Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/5/2024). Berdasarkan laporan Digital 2024 Global Overview yang dirilis We Are Social dan Meltwaterper Januari 2024, tren belanja online di Indonesia menunjukkan peningkatan yaitu sebanyak 59 persen pengguna internet di Indonesia gemar belanja online sehingga menempati urutan tertinggi kesembilan di dunia. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nym.

Oleh karena itu, kata Budi, saat ini justru banyak pihak kini mendorong startup untuk fokus pada pertumbuhan yang sehat dan profitabilitas. Daripada sekadar mengejar jumlah pengguna melalui strategi bakar uang.

Peneliti Next Policy, Dwi Raihan, menambahkan secara historis banyak startup yang mendapat suntikan dana besar namun tumbang karena menerapkan kebijakan tersebut. Selain itu, banyak juga startup yang belum profit atau setidaknya menguntungkan bagi investor.

“Ini menunjukkan bahwa kebijakan bakar duit tidak efektif bagi startup,” jelas Raihan kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Dari segi investor, kata Raihan, investasi di startup mulai berubah dari growth oriented menjadi value oriented. Dengan kata lain, investor memilih perusahaan yang dapat menghasilkan profit daripada perusahaan yang sedang tumbuh atau dianggap memiliki prospek cerah.

“Banyak juga investor yang melihat fundamental perusahaan tersebut daripada proyeksi pendapatan di masa depan,” katanya.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic, Ronny Sasmita, mengamini bahwa investor saat ini lebih rasional dan mereka akan memilih ke depannya untuk tidak berinvestasi secara sembarangan. Investor tentu ke depannya akan melihat startup-startup yang sudah bisnisnya jelas.

“Hitung-hitungannya mungkin belum dikatakan untung, tapi revenue stream-nya terlihat sudah jelas, prospeknya bisa dikalkulasi juga cukup considerably profitable di pertimbangan, itu yang akan dapat,” ujar Ronny kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Ronny mengatakan, kenapa pada akhirnya investor memilih untuk hal di atas, karena sudah cukup lama mereka mempelajari dinamika perkembangan startup di Tanah Air. Mengingat sejak 2010-an sudah mulai banyak startup muncul. Dari periode 2010-an itu banyak startup besar tumbang karena ternyata tidak bisa menyelamatkan bisnisnya. Mulai dari masalah bakar uang, sisi manajemen, moral hazard, dan lain-lain.

“Ke depannya saya yakin tidak salah investor memilih untuk berinvestasi di startup-startup yang sudah profit, itu rational consideration untuk investor, dan juga mungkin ke depannya untuk startup-startup yang lebih mampu untuk memiliki core business sendiri, dan memiliki revenue projection yang lebih jelas ke depannya,” jelas dia.

Jadi, lanjut Ronny, ke depan tidak bisa lagi startup itu gagah-gagahan. Artinya hanya dengan bermodalkan nama besar. Sementara kemampuan untuk menarik perhatian dan daya tarik di ruang publik kurang tanpa jelas arah bisnisnya seperti apa.

“Investor yang cuma menginginkan yang sudah profit itu rasional, investor pasti menginginkan profit, pasti menginginkan profit yang cepat, sehingga valuasinya juga bisa dihitung ke depannya seperti apa,” pungkas dia.

Strategi Agar Mampu Bertahan

Agar pemain di sektor startup, khususnya marketplace, dapat bertahan dalam jangka panjang, maka menurut IDEAS diperlukan perubahan mendasar dalam pendekatan bisnis mereka. Ketergantungan pada strategi bakar uang harus digantikan oleh model yang berorientasi pada keberlanjutan, inovasi, dan penciptaan nilai nyata bagi konsumen.

Pertama, bisa fokus pada profitabilitas menjadi kunci utama. Startup, menurut Anwar perlu mengalihkan perhatian dari pertumbuhan pengguna secara masif ke optimalisasi pendapatan dari basis pelanggan yang sudah ada. Ini dapat dilakukan dengan menawarkan layanan premium, mengembangkan produk tambahan yang relevan, atau memperbaiki efisiensi operasional sehingga biaya dapat ditekan tanpa mengorbankan kualitas layanan.

Kedua, inovasi yang berfokus pada kebutuhan lokal menjadi salah satu cara membangun keunggulan kompetitif. Banyak startup yang sukses di Indonesia adalah mereka yang memahami dinamika pasar lokal, seperti preferensi konsumen, kondisi logistik, dan daya beli masyarakat.

“Dengan menyesuaikan produk dan layanan mereka terhadap kebutuhan ini, startup dapat menciptakan loyalitas yang lebih mendalam tanpa harus mengandalkan diskon besar-besaran,” jelas dia.

Ketiga, kolaborasi dengan UMKM dan pelaku lokal dapat menjadi langkah strategis. Marketplace yang memberikan ruang lebih besar kepada UMKM untuk berkembang tidak hanya membantu sektor informal tetapi juga memperkuat ekosistem mereka sendiri. UMKM adalah mitra strategis karena mereka menghadirkan variasi produk dan menarik segmen pasar yang lebih luas.

Keempat, pemerintah juga dapat memainkan peran penting dalam menciptakan ekosistem yang sehat bagi startup. Insentif pajak untuk startup yang berorientasi pada profitabilitas dan dampak sosial, pendanaan bagi inovasi berbasis lokal, serta perlindungan bagi UMKM yang bergabung di dalam ekosistem ini harus menjadi prioritas.

“Pemerintah juga dapat mendorong pembentukan regulasi yang memastikan persaingan yang sehat, sehingga startup kecil tidak tersingkir oleh perang harga dari pemain besar,” pungkas Anwar.

Baca juga artikel terkait BISNIS STARTUP atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang