tirto.id - Mantan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Anang Achmad Latif menyebut mantan Menkominfo Johnny G. Plate adalah seorang pengecut.
Anang mengaku telah salah menilai Johnny selama ia bekerja di kementerian tersebut. Menurut Anang, Johnny tidak sesuai dengan harapannya bahwa seorang pemimpin harus mengayomi dan bertanggung jawab kepada anak buahnya.
“Beliau yang saya harapkan bisa sebagai pemimpin yang mengayomi dan bertanggung jawab kepada anak buah, tetapi dalam kasus ini ternyata terbukti beliau hanyalah seorang baik namun pengecut,” ucap Anang saat menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (1/11/2023) dilansir dari Antara.
Anang menilai Johnny berlindung seolah-olah tidak bersalah dalam perkara dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Anang kesal Johnny membuat pengakuan bahwa eksekusi di lapangan selama pengerjaan proyek BTS 4G hanya dibebankan kepada dirinya.
“Apa yang terjadi ketika eksekusi di lapangan menjadi sepenuhnya tanggung jawab saya, menurut pengakuan beliau. Saya hanya bisa terdiam mendengarkan argumen-argumen yang beliau sampaikan untuk membela diri. Saya akui beliau seorang politisi ulung,” ucap Anang.
Di sisi lain, dia mengaku merasa telah melakukan kesalahan besar karena tidak mengungkapkan keseluruhan kebenaran yang ada. Namun, ia mengaku sudah memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu yang akan disesali seumur hidup.
“Mungkin adalah kesalahan besar saya tidak mengungkapkan keseluruhan kebenaran yang ada karena hanya semata-mata hati nurani saya terbentur dengan pikiran saya. Apakah akan menjadi lebih bermanfaat atau bahkan mendapatkan mudarat. Namun akhirnya, saya sudah memutuskan bahwa saya tidak ingin melakukan sesuatu yang akan saya sesali seumur hidup,” katanya.
Dalam pleidoinya, Anang juga mengatakan kesaksian saksi pelaku atau justice collaborator Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan tidak berbasis kebenaran. Anang menganggap Irwan Hermawan mengajukan diri sebagai justice collaborator hanya untuk menyelamatkan dirinya saja.
Anang mengatakan Irwan telah membuat skenario seolah-olah dirinya hanyalah seorang pengepul dan penyalur aliran uang dalam perkara tersebut. Padahal, kata Anang, Irwan telah menerima uang mencapai Rp243 miliar.
"Apa logikanya terdakwa Irwan Hermawan mengelola Rp243 miliar tetapi tidak ambil keuntungan sepeser pun, bahkan tersangka Windi Purnama yang merupakan kurirnya terdakwa Irwan Hermawan justru mendapatkan fee (upah) Rp750 juta," ucap Anang.
Anang berdalih bahwa Irwan telah menjual namanya dan Johnny G. Plate. Ia mengecap Irwan sebagai seseorang yang sangat pintar menyusun skenario kepada publik.
"Cerita ini terasa manis sekali diikuti, terdakwa Irwan Hermawan sangat pintar menyusun skenario hingga publik menikmati ceritanya, tapi sayangnya cerita ini tidaklah berbasis kebenaran seluruhnya," ucap Anang.
Anang Achmad Latif dituntut dengan pidana 18 tahun penjara. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 12 bulan kurungan penjara, serta membayar uang pengganti sebesar Rp5 miliar subsider sembilan tahun kurungan penjara.
JPU menilai Anang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sementara itu, Johnny G. Plate dituntut pidana penjara selama 15 tahun, denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp17,8 miliar subsider 7,5 tahun kurungan penjara.
Johnny G. Plate dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.