tirto.id - Skuter matik (skutik) adalah raja jalanan di Indonesia. Mereka mendominasi lalu lintas selama belasan tahun. Khususnya, sejak Honda dan Yamaha makin rajin bermain di segmen skutik, penjualan sepeda motor jenis ini pun terus meningkat. Bahkan, pada semester pertama 2025, lima sepeda motor terlaris di Indonesia adalah skutik dari dua pabrikan tersebut.
Selain Indonesia, sebenarnya ada satu negara lain yang jauh lebih tergila-gila pada skutik. Bahkan, di negara itu, populasi skutik sudah mencapai angka 62,7 untuk setiap 100 orang. Ada lebih dari 14 juta unit skutik yang terdaftar di sana, dengan populasi 23,4 juta jiwa. Saking populernya skutik, negara itu bahkan sampai disebut Kingdom of Scooters alias Kerajaan Skuter.
Negara yang dimaksud, tak lain, adalah Taiwan.
Sepeda Dahulu, Skutik Kemudian
Popularitas skuter di Taiwan tak bisa dipisahkan dari sejarah negaranya yang begitu menggandrungi sepeda. Saat berada di bawah jajahan Jepang, sepeda mulai banyak diimpor ke Taiwan kendati, meski waktu itu statusnya merupakan barang mewah yang bahkan sampai dipajaki secara khusus.
Selepas Perang Dunia II, kecintaan pada sepeda itu tidak hilang. Pelan tapi pasti, industri produksi sepeda di Taiwan bertumbuh. Dimulai dari jenama Happiness Bicycle, Taiwan pun, pada dekade 1980-an, sukses menahbiskan diri sebagai Kingdom of Bicycles. Mereka sanggup memproduksi sepeda lebih banyak dibanding negara lain di muka Bumi. Sampai saat ini pun mereka masih menjadi salah satu pemimpin dalam pengembangan sepeda, khususnya sepeda high-end.
Lantas, apa hubungannya sepeda dengan skuter? Untuk menjawabnya, kita perlu kembali ke sejarah awal pabrikan sepeda motor terbesar di dunia, Honda. Pendiri Honda yang bernama Soichiro Honda memulai usaha otomotifnya dengan membuat mesin untuk dipasang ke sepeda.
Pada 1946, selepas Perang Dunia II, Soichiro Honda menemukan banyak generator bekas Perang Dunia II yang sebelumnya digunakan untuk menghidupkan radio nirkabel. Dari situ, dia berinisiatif memasang 500 unit mesin generator modifikasi ke sepeda ontel. Itulah produk awal Soichiro Honda.
Di periode yang kurang lebih sama, tepatnya 1947, mantan guru sekolah dasar bernama Huang Chi-jun melihat kaos pascaperang sebagai kesempatan besar untuk berdagang. Maka, pada tahun tersebut dia mendirikan perusahaan bernama Qingfeng yang mengimpor berbagai macam kebutuhan, mulai dari kebutuhan sehari-hari, obat-obatan, sampai sepeda.
Pada 1948, seseorang bernama Ke Gangshu, yang juga pernah bersekolah di sekolah yang sama dengan Huang, turut mendirikan perusahaan bernama Ganglong di Kaohsiung. Kurang lebih, model bisnisnya sama dengan Qingfeng, yaitu mengimpor kebutuhan-kebutuhan masyarakat Taiwan.
Qingfeng mulanya mengimpor sepeda merek Fuji dari Jepang. Akan tetapi, mereka juga melihat sebuah potensi dari Honda yang saat itu masih perusahaan kecil. Qingfeng akhirnya turut menjual mesin sepeda yang diciptakan Honda di Taiwan. Setelah Honda sukses menciptakan sepeda motor sendiri, kerja sama itu tetap berlanjut.
Beberapa tahun berselang, Qingfeng mengalami kesulitan karena pemerintah memberlakukan larangan impor sepeda motor. Alasannya, neraca dagang mereka ketika itu sudah minus. Namun, Huang tak kehabisan akal. Dia lantas menggandeng Ke dan Ganglong untuk mengimpor komponen-komponen motor Honda dari Jepang, lalu merakitnya sendiri di Taiwan.
Sayangnya, pemerintah Taiwan lagi-lagi tak merestui bisnis tersebut lantaran motor hasil rakitan Qingfeng dan Ganglong dianggap inferior. Maka, pemerintah pun kembali membuka keran impor sebelum kembali menutupnya.
Tak mau terus-terusan model bisnisnya terganggu kebijakan pemerintah, Huang akhirnya memutuskan mengubah Qingfeng menjadi perusahaan manufaktur. Pada 1953, Sanyang Electric Motor Factory (SYM) resmi berdiri.
Mulanya, perusahaan ini hanya memproduksi sepeda serta lampu. Namun, enam tahun berselang, Huang kembali menjalin kerja sama dengan Honda. Perusahannya pun berubah nama menjadi Sanyang Electric Co, Ltd.

Di sisi lain, Ganglong pada waktu itu juga mengubah nama menjadi Kwang Yang Industrial Co, Ltd (Kymco). Lalu, pada 1963, berkat bantuan Huang, Kwang Yang ikut bekerja sama dengan Honda untuk mengembangkan sepeda motor di Taiwan. Dengan demikian, pada awal 1960-an, Honda memiliki semacam dua "anak perusahaan" di Taiwan untuk mengembangkan serta mendistribusikan sepeda motornya, yaitu SYM dan Kymco.
Yang menarik, SYM dan Kymco mulanya tidak benar-benar bersaing. SYM memproduksi motor 50cc dan 125cc, lalu memasarkannya di wilayah utara Taiwan. Sementara itu, Kymco memproduksi motor 90cc dan memasarkannya di selatan. Secara tidak langsung, eksistensi keduanya membawa Taiwan ke era ketika negara tersebut memiliki lebih dari 40 jenama yang bertarung memperebutkan pasar sepeda motor dan skuter.
Selama dekade 1970-an dan 1980-an, berbagai jenama, mulai dari pabrikan Eropa macam Piaggio dan Lambretta, pabrikan Jepang seperti Yamaha dan Suzuki, sampai pabrikan lokal macam Yulon Motors, memperebutkan pasar sepeda motor dan skuter. Akan tetapi, nyatanya tak ada yang mampu menggoyahkan dominasi SYM dan Kymco, dua perusahaan yang tak cuma bersaudara tetapi juga perlahan-lahan jadi seteru berat.
Dominasi SYM dan Kymco sangat terasa pada hari ini. Lebih dari 75 persen skutik yang dipasarkan di Taiwan merupakan bikinan dua perusahaan itu.
Namun, dominasi itu sebetulnya sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Pada 1985, misalnya, market share kedua perusahaan tersebut sudah menembus angka 60 persen. Saking kuatnya, Honda akhirnya memutuskan tidak lagi terlibat dengan dua perusahaan itu dan lebih memilih membentuk Honda Taiwan pada 2002.
Strategi Honda untuk menjual kendaraan dengan mereknya sendiri di Taiwan itu pun tidak (sepenuhnya) berhasil. Itu karena, meskipun Honda adalah pabrikan sepeda motor terlaris sejagat raya, di Taiwan, mereka cuma jadi yang terbesar keenam. Honda bahkan kalah dari Yamaha, Suzuki, dan satu pemain lokal baru yang bergerak di bidang skutik elektrik: Gogoro.

Di sisi lain, berpisah dengan Honda memberi Kymco dan SYM keleluasaan lebih. Kymco, misalnya, belum lama ini menjalin kesepakatan dengan Kawasaki. Dalam kerja sama itu, Kymco diperkenankan memasarkan Kawasaki Ninja 400 dengan nama Kymco K Rider 400. Sebaliknya, skuter Kymco Downtown 300 dipasarkan oleh Kawasaki di Eropa dengan nama Kawasaki J300.
Bagi SYM dan Kymco, kemenangan datang silih berganti. Awalnya, SYM sebagai perusahaan yang lebih tua memang berhasil mengungguli Kymco. Akan tetapi, pada 1993, Kymco akhirnya sukses menyalip SYM sebagai pabrikan terbesar Taiwan, dan itu berlangsung cukup lama. Sampai akhirnya, pada 2020, SYM kembali berhasil menyalip Kymco dalam penjualan global dan, pada 2022, mereka melakukannya dalam konteks penjualan domestik.
Ingin Kembali ke Sepeda, tapi Motor Listrik Mulai Merajalela
Kemajuan pesat industri skuter itulah yang membuat Taiwan dijuluki Kerajaan Skuter.
Skuter dianggap sebagai penerus natural dari sepeda yang, sedari dulu, sudah jadi favorit sehari-hari warga Taiwan lantaran praktis, murah, dan mudah digunakan untuk melahap jalan-jalan kota yang tidak terlampau lebar. Menggunakan skuter juga dianggap lebih murah dan efisien jika dibandingkan transportasi umum yang kurang memadai dan nanggung.
Membludaknya skuter di Taiwan dinilai mengkhawatirkan, terutama urusan keselamatan di jalan raya serta polusi udara. Pemerintah Taiwan akhirnya perlahan-lahan berinisiatif mengembalikan negara tersebut ke "khitahnya": bukan sebagai Kerajaan Skuter, melainkan Kerajaan Sepeda. Salah satu cara yang ditempuh adalah terus menambah jumlah jalur khusus sepeda.
Efek dari penambahan jalur sepeda itu sebenarnya belum begitu terasa, mengingat kini jumlah kendaraan bermotor di Taiwan lebih banyak dari jumlah manusianya. Akan tetapi, setidaknya, Taiwan kini tampak benar-benar serius beralih dari skutik bermesin pembakaran menjadi skutik elektrik. Ini tecermin dari kesuksesan Gogoro menjadi pabrikan skutik terbesar keempat di Taiwan saat ini.
Melihat kiprah Gogoro, perusahaan tradisional seperti Kymco pun tidak tinggal diam. Mereka berkompetisi secara sehat dengan juniornya. Salah satunya lewat adu keunggulan skema baterai.
Jika skuter elektrik Kymco bisa dikendarai selama kurang lebih satu jam saat baterai utamanya habis, skuter elektrik Gogoro mengandalkan skema ganti baterai, seperti yang biasa kita temui di kalangan pengemudi ojek daring bersepeda motor listrik di Indonesia.
Artinya, upaya mengembalikan Taiwan jadi Kerajaan Sepeda, dalam waktu dekat ini, tidak akan terwujud. Sebaliknya, industri skuter mereka terus mengalami kemajuan berkat berbagai inovasi yang dilakukan para pemain-pemain besarnya. Status sebagai Kingdom of Scooters sepertinya bakal terus dipegang oleh Taiwan sampai waktu yang lama.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin
Masuk tirto.id


































