tirto.id - Untuk mencegah hoax, ujaran kebencian, dan SARA pada tahapan pemilu 2019, Panitia Khusus RUU Pemilu mengusulkan penyedia jasa media sosial didenda. DPR menyebut upaya penangkalan hoax itu sudah diterapkan di Jerman dan Cina.
Menurut Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu DPR, Edy Lukman, usulan itu mengemuka karena selama ini penebar kebencian makin marak.
"Karena melihat fenomena masifnya sosmed menebar kebencian, SARA sehingga kami mau ada pembatasan," ujar Lukman, di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis (26/1/2017).
Dia mengatakan penyedia media sosial itu di antaranya Google, Facebook, Instagram, Twitter, dan Yahoo perwakilan di Indonesia.
Menurut dia, DPR akan menanyakan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, sanggup atau tidak mengundang lima representasi layanan media sosial itu.
Upaya penangkalan hoax sudah dilakukan oleh beberapa media sosial yang populer di Indonesia. Dalam pernyataan yang ditulis dalam blog resminya pada Kamis minggu lalu (13/10/2016), Google mengumumkan akan menambahkan tanda atau "tagging" baru dalam layanan Google News milik mereka yakni, fact check.
Google mengatakan, tanda baru tersebut adalah upaya mereka "untuk membantu para pembaca [berita] menemukan pemeriksaan fakta dalam berita-berita besar."
"Anda akan melihat artikel yang ditandai [fact check] tersebut dalam kotak cerita yang lebih besar pada news.google.com dan di [aplikasi] Google News & Weather di iOS dan Android, dimulai dengan AS dan Inggris," demikian tulis pernyataan tersebut.
Facebook juga melakukan langkah serupa. Pada Kamis 12 Desember 2016, Facebook Inc menyatakan akan membuat sejumlah tool baru demi mencegah penyebaran berita bohong di jejaring media sosial ini. Dalam pernyataanya Facebook mengatakan akan memberi kemudahan bagi penggunanya untuk menandai artikel-artikel bohong pada News Feed mereka.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH