tirto.id - DPR RI menyetujui tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) daerah otonom baru (DOB) Papua menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (30/6/2022).
"Apakah RUU tentang pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di ruang rapat paripurna, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/6/2022) dilansir dari Antara.
Pertanyaan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dewan dan perwakilan fraksi dalam sidang.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia dalam laporannya mengatakan tiga RUU DOB Papua itu berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Dalam Pasal 76 ayat 2 UU tersebut disebutkan Pemerintah dan DPR dapat memekarkan daerah provinsi, kabupaten, dan kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua.
Pemekaran itu memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan, sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan masa datang, serta aspirasi masyarakat Papua.
Rapat pengambilan keputusan tingkat satu itu, kata Ahmad Doli, dilakukan pada rapat kerja Selasa 28 Juni 2022. Saat itu seluruh fraksi, Komite I DPD RI, dan Pemerintah sepakat dan menyetujui untuk meneruskan pembahasannya dalam rapat paripurna untuk pengambilan keputusan.
"Kebijakan otonomi khusus di Papua tidak hanya mengatasi permasalahan konflik, melainkan dapat mempercepat pembangunan dan pemerataan di seluruh tanah Papua," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan usulan pembentukan daerah otonom berupa provinsi itu berasal dari aspirasi masyarakat Papua yang disampaikan kepada presiden, wakil presiden, Kementerian Dalam Negeri, DPR, hingga partai politik.
Tito berharap RUU DOB Papua itu menjadi payung hukum konkret, terutama dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan pada tahap awal di tiga provinsi tersebut.
Tito memahami kebijakan mengenai undang-undang baru ini tidak bisa memuaskan semua pihak.
"Ini tidak mungkin akan memuaskan semua pihak. Tapi ini sudah melalui penjaringan aspirasi termasuk DPR kesana," terangnya.