Menuju konten utama

DPR: Pemerintah Tak Punya Kewenangan Atur Harga BBM SPBU Swasta

Mulyanto menegaskan, pemerintah tidak berhak dan berwenang mengatur harga bawah BBM non subsidi dari operator swasta.

DPR: Pemerintah Tak Punya Kewenangan Atur Harga BBM SPBU Swasta
Sejumlah pengendara sepeda motor antre mengisi BBM jenis pertalite di SPBU Krapyak, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (31/8/2022) malam. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww.

tirto.id - Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto menegaskan, pemerintah tidak berhak dan berwenang mengatur harga bawah BBM non subsidi dari operator swasta. Permintaan pemerintah yang mendesak SPBU Vivo menaikkan harga BBM Revvo 89 yang sebesar Rp8.900 per liter itu, menurutnya sebagai tindakan lebay alias berlebihan.

"Harga BBM yang murah itu kan menguntungkan masyarakat. Di tengah harga BBM subsidi Petalite RON 90 yang seharga Rp10.000 per liter," ungkap Mulyanto kepada wartawan, Senin (5/9/2022).

Dia pun minta Pemerintah membuka data harga pokok produksi (HPP) BBM bersubsidi yang berlaku selama ini. Ia merasa ada yang aneh terkait kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dua hari lalu.

Sebab, pada saat yang sama harga BBM non subsidi di Pertamina, Shell dan Vivo malah diturunkan, menyusul anjloknya harga minyak dunia.

Salah satunya, BBM jenis Revvo 89 yang harga sebelumnya Rp9.290 per liter malah turun menjadi Rp8.900 per liter. Akibatnya masyarakat menyerbu SPBU Vivo.

Melihat perbedaan harga jual tersebut, Politisi dari Fraksi PKS ini meminta Pemerintah untuk menjelaskan, alasan harga jual Pertalite yang bersubsidi malah lebih mahal dari BBM non subsidi Revvo 89.

"Ini kan janggal. Pemerintah harus dapat menjelaskan berapa harga pokok produksi (HPP) Pertalite ini yang sebenarnya. Masa harganya masih lebih mahal daripada harga BBM di SPBU swasta. Selisih harga ini pasti akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat," kata Mulyanto.

Menurutnya, jika pemerintah benar-benar objektif menghitung harga pokok produksi dan harga keekonomian BBM, semestinya tidak ada alasan untuk menaikkan harga BBM jenis apapun.

Di saat bersamaa, harga minyak dunia terus anjlok hingga 89 dolar AS per barel. Sementara Pemerintah dan DPR sudah sepakat menetapkan asumsi makro harga minyak dunia sebesar 100 dolar AS per barel.

“Artinya, fluktuasi harga minyak dunia masih dalam batas kemampuan anggaran negara. Dengan demikian Pemerintah tidak punya alasan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Saleh Abdurrahman mengatakan, harga jual BBM sepenuhnya sudah diatur oleh Kementerian ESDM.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, terdapat 3 kategori jenis BBM.

Pertama jenis BBM Tertentu (JBT) yang harganya ditetapkan Pemerintah dan diberikan subsidi yaitu Minyak Solar dan Minyak Tanah. Kedua, Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) tidak diberikan subsidi, diberikan biaya tambahan 2 persen dan didistribusikan di wilayah non Jawa, Madura, Bali (Jamali) yaitu Bensin RON 88. Ketiga, Jenis BBM Umum (JBU) di luar JBT dan JBKP seperti Pertalite dan Pertamax series.

"Kan ada formula dari Kementerian ESDM untuk batas atas harga, BBM BJU," ujarnya kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait HARGA BBM NAIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang