Menuju konten utama

DPR Kesal Belum Dapat Kajian Akademis KRIS BPJS Kesehatan

Irma Suryani mempersoalkan KRIS BPJS Kesehatan sudah ramai, padahal kajian akademisnya tak pernah disampaikan ke publik.

DPR Kesal Belum Dapat Kajian Akademis KRIS BPJS Kesehatan
Suasana ruang rapat kerja Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan, Dewas Pengawas Kesehatan serta Direktur Utama BPJS Kesehatan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

tirto.id - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Nasdem, Irma Suryani Chaniago, mempertanyakan kajian akademis berubahnya kelas layanan pada BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Menurut Irma, Komisi IX DPR RI tak pernah mendapatkan kajian akademisnya.

"Saya mau bilang soal kajian akademis KRIS katanya sudah dibuat, tapi enggak pernah dikomunikasikan dengan Komisi IX," kata Irma dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Kesehatan, Dewas Pengawas Kesehatan serta Direktur Utama BPJS Kesehatan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Irma mempersoalkan KRIS yang sudah didengungkan di seluruh Indonesia. Padahal, kajian akademisnya tak pernah disampaikan ke publik, termasuk Komisi IX DPR RI. Menurut Irma, kajian akademis perlu diberikan kepada Komisi IX untuk ditelaah apakah disetujui atau tidak program tersebut.

"Tiba-tiba sudah mendengung-dengungkan KRIS di seluruh Indonesia seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya didengungkan tapi kajiannya enggak pernah kami terima, sehingga kami bisa menelaah lebih jauh persetujuan yang akan kami berikan atau tidak," ucap Irma.

Irma berujar saat ini rakyat bertanya-tanya kepada Komisi IX DPR RI ihwal penerapan KRIS ini. Padahal, jelas Irma, rumah sakit saja belum siap. Ia mencontohkan rumah sakit di dapilnya yang hanya memiliki 12 kamar, alhasil tidak semua masyarakat bisa ditampung.

"Bukan lebih cepat lebih bagus tapi enggak bagus ini," tutur Irma.

Menurut Irma, seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana BPJS tidak rugi, tetapi pelayanannya tetap prima. Ia mengatakan KRIS ini jika diterapkan tidak akan memberikan asas keadilannya, tetapi akan menyusahkan rakyat.

"Loh, pak kalau mau kongkalingkong dengan asuransi swasta yang enggak usah pakai banyak-banyak program-program seperti inilah," kata Irma.

Irma mengatakan saat ini masyarakat sudah dibebani dengan banyaknya iuran. Ia menyinggung soal tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang saat ini ramai ditolak masyarakat.

"Belum Tapera lagi, sekarang giliran BPJS Kesehatan. Satu persen iuran BPJS, tenaga kerja 2%, Tapera 3%. Sudah 6% loh, beban masyarakat ditambah lagi," tutur Irma.

Presiden Joko Widodo diketahui mengeluarkan aturan baru mengenai penghapusan kelas layanan 1,2,3 BPJS Kesehatan. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid itu salah satunya mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit kelas rawat inap standar (KRIS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto