Menuju konten utama

Menkes: Tidak Ada Rencana Ubah Iuran BPJS Kesehatan di 2024

Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah belum berencana mengubah iuran BPJS Kesehatan 2024.

Menkes: Tidak Ada Rencana Ubah Iuran BPJS Kesehatan di 2024
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan paparan saat rapat kerja bersama dengan Komisi IX DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan pemerintah belum berencana mengubah iuran BPJS 2024. Pernyataan itu disampaikan Budi menyusul Presiden Joko Widodo mengeluarkan aturan baru mengenai penghapusan kelas layanan 1,2,3 BPJS Kesehatan.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid itu salah satunya mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit kelas rawat inap standar (KRIS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

"Sampai 2024 kita tidak ada rencana untuk mengubah iuran premi BPJS. Jadi, bayar BPJS kita tidak ada rencana ubah tahun 2024," kata Budi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Sistem kelas BPJS menjadi KRIS akan berlaku pada Juni 2025. Budi mengatakan KRIS bertujuan meningkatkan standar minimum layanan rumah sakit di seluruh Indonesia.

"Contoh satu kamar ada yang isinya enam, delapan, sekarang diwajibkan satu kamar isinya maksimal empat," ucap Budi.

Budi juga mencontohkan bila ada kamar BPJS yang tidak ada kamar mandinya, dengan sistem ini akan dilengkapi fasilitas itu. Sistem kelas BPJS tidak ada tirai-tirai pemisah, sehingga KRIS harus dilengkapi fasilitas tersebut.

"Jadi privasinya kalau ada sakit, jerat-jerit apa sebelahnya terganggu, sekarang ada privasinya dan ada hal-hal lain yang secara fisik bangunan kita tentukan," tutur Budi.

Menurut Budi, sistem kelas KRIS untuk meningkatkan minimal layanan rawat inap di seluruh rumah sakit, bukan menghapuskan. Sistem ini juga akan dilakukan secara bertahap. Ia mengaku sudah melakukan uji coba selama satu tahun lebih di rumah sakit pemerintah daerah, swasta, dan pemerintah pusat.

"Jadi, kita akan role out secara bertahap," tukas Budi.

Ia mengatakan perubahan skema kelas BPJS menjadi KRIS bukan untuk kepentingan rumah sakitnya, tetapi untuk 280 juta rakyat Indonesia. Karena itu, pemerintah mengutamakan layanannya memang rumah sakit harus meningkatkan layanannya agar lebih baik bagi 280 juta rakyat Indonesia.

"Nanti kalau mereka (rumah sakit) hitung-hitungannya merasa tidak mampu, ada yang tidak mampu, yang tidak mampu dan tidak bisa berkompetisi dan mungkin tidak mau meningkatkan layanannya untuk 280 juta rakyat Indonesia, ya, mereka kalau begitu lakukan untuk yang non-BPJS," kata Budi.

Saat ini, kata dia, pemerintah tengah mempertimbangkan batas iuran. Namun, ia mengatakan pertimbangan itu sudah hampir rampung.

"Itu yang dibicarakan juga dengan BPJS, dibicarakan juga dengan asosiasi rumah sakit, tapi intinya teman-teman mesti tahu. Ini pasti ada perdebatan antara pemberi layanan rumah sakit dengan masyarakat, nah kita pemerintah side-nya ke 280 juta rakyat, bahwa kualitasnya harus lebih baik," tutup Budi.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Flash news
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang