Menuju konten utama

Dianggap Tak Patuhi Putusan Pengadilan, OSO Laporkan KPU ke Polisi

Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya karena tak memasukkan namanya ke Daftar Calon Tetap (DCT).

Dianggap Tak Patuhi Putusan Pengadilan, OSO Laporkan KPU ke Polisi
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (tengah) didampingi Sekjen Partai Hanura Hari Lotung (kanan), Bendahara Umum Partai Hanura Zulnahar Usman (kiri) dan sejumlah pendiri Partai Hanura, memberikan keterangan kepada wartawan saat mendeklarasikan 21 DPD Partai Hanura di Jakarta, beberapa waktu lalu. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Upaya Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) untuk bisa menjadi calon anggota legislatif (caleg) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terus dilakukan.

Hingga saat ini OSO tak berhasil merayu Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memasukkan namanya ke Daftar Calon Tetap (DCT).

Melalui kuasa hukumnya Herman Abdul Kadir, OSO pun melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya.

Hal itu karena para komisoner KPU tidak patuh terhadap putusan peradilan yakni Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan putusan Bawaslu yang meminta KPU memasukkan nama OSO di DCT.

"Kami sudah lapor ke Polda Metro Jaya. Laporannya terkait tindak pidana umum yang terkait soal pejabat tata negara itu harus mau laksanakan putusan peradilan," kata Herman Abdul Kadir saat dihubungi, Selasa (22/1/2019).

Sebagai lembaga negara, KPU menurut Herman sudah seharusnya melaksanakan putusan PTUN dan Bawaslu, bukan malah menentang putusan tersebut.

KPU dinilai telah melanggar Pasal 216 ayat (1) KUHP yang berbunyi, "Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah."

Selain melaporkan KPU ke pihak kepolisian, kuasa hukum OSO juga telah melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Terkait laporan ke DKPP, KPU dianggapnya telah melakukan pelanggaran kode etik karena tak mau menjalankan putusan peradilan.

"Sudah juga kita laporkan ke DKPP," kata Herman.

Perkara ini bermula ketika gugatan pihak OSO terhadap KPU RI ke PTUN Jakarta dikabulkan Majelis Hakim PTUN. PTUN memerintahkan KPU menerbitkan DCT baru dengan nama OSO di dalamnya.

Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, Majelis Hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT perseorangan peserta Pemilu anggota DPD Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018.

Putusan itu mengharuskan KPU mencabut penetapan DCT sebelumnya karena tak punya landasan hukum. Namun, putusan itu tak dijalankan KPU.

KPU diketahui tak menjalankan putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terhadap perkara pencalonan OSO. Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukkan nama OSO ke dalam DCT, namun bila terpilih dan kembali menjadi anggota DPD, OSO harus segera mengundurkan diri.

KPU akan menunggu OSO untuk memberikan surat pengunduran diri dari kepengurusan partai hingga hari Selasa (22/1/2019) malam nanti.

Baca juga artikel terkait OESMAN SAPTA ODANG atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno