tirto.id - Hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei menunjukkan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melkiades Laka Lena dan Yohanis Asadoma (Melki-Johni), menang dalam kontestasi Pilkada NTT. Pasangan ini mengandaskan Simon Petrus Kamlasi-Andreas Garu, dan Fransiskus Ansy Lema-Jeni Natalia.
Berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politica, Melki-Johni meraih suara 37,58 persen, Ansi Lema-Jane Natalia 31,47 persen, dan Simon Petrus Kamlasi-Adrianus Garu 30,95 persen.
Hasil serupa berdasarkan hitung cepat Voxpol Center Research and Consulting menunjukkan pasangan Melki-Johni meraih suara 36,34 persen. Lalu, Ansi-Jane Natalia 33,67 persen, dan Simon Petrus-Adrianus Garu 29,99 persen.
Padahal, survei Indikator Politik Indonesia sebulan sebelum masa pencoblosan, elektabilitas pasangan Ansy Lema-Jane Natalia paling mentereng. Pasangan yang didukung PDIP, Partai Hanura, PBB, dan Partai Buruh ini meraih 36,6 persen.
Disusul pasangan Melki Laka Lena-Johanis Asadoma dengan memperoleh 27,4 persen. Pasangan ini diusung oleh 11 parpol, yakni Golkar, Gerindra, PSI, PPP, Perindo, Garuda, Gelora, PAN, Demokrat, PKN, dan Prima.
Sementara pasangan Simon Petrus-Andre Garu memperoleh 23,9 persen. Pasangan ini diusung Nasdem, PKB, dan PKS. Kendati demikian, ada 12,1 persen responden belum menentukan pilihan.
NTT merupakan salah satu basis suara PDIP, partai yang mengusung Ansi dan Jane. Pada Pileg 2024, partai yang dinakhodai Megawati Soekarnoputri ini meraup suara sebesar 14,19 persen, disusul Golkar 11,89 persen, Demokrat 11,34 persen, Nasdem 10,34 persen, Gerindra 9,83 persen, PKB 8,96 persen, PAN 8,59 persen, PSI 4,67 persen, dan Perindo 4,03 persen. Partai lainnya hanya mendapat suara di bawah 4 persen.
Pada Pilgub 2018, pasangan Marianus Sae-Emelia Nomleni yang diusung PDIP masih bisa menyaingi Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nae yang saat itu keluar sebagai pemenang. Marianus-Emelia meraup 603.822 suara (25,35 persen). Sedangkan Laiskodat-Josef meraih 838.213 suara (35,20 persen).
Kekalahan Marianus-Nomleni pada Pilgub 2018 tidak lepas dari kasus yang menyeret Marianuas Sae. Saat itu, ia terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dilecut Hasil Survei?
Pengamat Politik Universitas Nusa Cendana, Yohanes Jimmy Nami, melihat dua hal dalam keunggulan Melki-Johni berdasar hitung cepat lembaga survei.
Ia mengatakan pasangan Melki-Johni dan Simon-Andre Garu menjadikan hasil survei Indikator Politik Indonesia sebagai pelecut semangat untuk terus melakukan kerja-kerja politik. Survei pada Oktober 2024 itu menunjukkan pasangan Ansi-Jane unggul.
"Ini kemudian jadi energi politik ya bagi kedua pasangan ini (Melki-Johni dan Simon-Andre Garu)," kata Jimmy kepada Tirto, Jumat (29/11/2024).
Menurutnya, pasangan Melki-Johni dan Simon-Andre Garu menjadikan rilis Indikator Politik Indonesia sebagai bahan evaluasi untuk membenahi mesin politik, dan melakukan evaluasi besar terhadap hal-hal apa saja yang bisa memberikan injeksi bagi peningkatan elektabilitas dalam kontestasi elektoral mereka.
"Kantong-kantong suara yang sebelumnya dikuasai Ansy Lema mengalami penurunan yang signifikan," tutur Jimmy.
Selain itu, lanjut dia, angka swing voters survei masih tinggi kala itu. Hal itu pun dimanfaatkan pasangan Melki-Johni dan Simon-Andre Garu, sehingga mendapatkan hasil memuaskan usai pencoblosan, meski versi hitungan epat.
"Sedangkan suara dari Ansy angkanya cuma sekitar segitu, dan menurut saya itu sudah menjadi basis material politik dari Ansi yang kemudian dalam beberapa strategi politiknya tidak cukup mampu melakukan ekspansi terhadap kelompok-kelompok swing voters ini," tukas Jimmy.
Jimmy menilai, pasca rilis survei Indikator Politik Indonesia justru pasangan Melki-Johni dan Simon-Andre yang justru bertempur. Kedua pasangan itu merebut suara swing voters, sementara Ansy-Jane tak berkembang. Menurut Jimmy, hal itu juga dipicu faktor sektarian yang membuat kenaikan suara pasangan Simon-Andre.
"Isu sektarian kuat berkembang, kalau ini indikatornya bisa dilihat dari bagaimana suara Simon Petrus meningkat tajam, sedangkan tadi suara Ansi tidak berkembang, kontestasinya kemudian cenderung berbeda dengan hasil-hasil sebelumnya, kontestasinya itu ada di Melki dan Simon Petrus untuk merebut suara naik," kata Jimmy.
Jokowi Dianggap Pahlawan Pembangunan
Kemenangan Melki-Johni juga tak terlepas dari Jokowi. Pasangan ini dianggap ikut di-endorse oleh Presiden RI ke-7, Joko Widodo, yang ikut mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024. Menurut Jimmy, hampir semua paslon bupati/wali kota yang diusung partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) mendapat efek.
"Faktor Jokowi efek juga cukup kuat. Jadi hampir semua calon, bukan hanya di pilgub, di kabupaten, kota, juga yang di-endorse langsung oleh Pak Jokowi itu, kan, sukses berapa suara," kata Jimmy.
Alhasil, kata dia, PDIP dianggap musuh bersama oleh sebagian pemilih di NTT. Jokowi dianggap pahlawan pembangunan lantaran kerap melawat ke daerah tersebut. Ia mengatakan parpol yang tergabung dalam KIM mendompleng nama Prabowo-Gibran sebagai alat untuk merayu pemilih.
"Ini jadi bahan propaganda dari partai politik, misalnya ketika bicara pada program-program kerja akan lebih menguntungkan ketika kepala daerah itu lahir dari kelompok KIM dan seterusnya,” tutur Jimmy.
Kendati demikian, ia tak mau berspekulasi soal keunggulan Melki-Johni apakah ada faktor pengerahan aparat hingga bansos aatu tidak. Ia lebih melihat faktor Jokowi yang dianggap dekat dengan kekuasaan sehigga menguntungkan Melki-Johni.
"Kalau pengerahan aparat, saya tidak melihat itu. Memang Jokowi banyak berbuat untuk NTT, itu dominansi," pungkasnya.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK), Ahmad Atang, juga memandang keunggulan Melki-Johni tidak terlepas dari faktor Prabowo dan Jokowi. Ia mengatakan dugaan keterlibatan dan bansos tak cukup kuat berkontribusi dalam hajatan politik di NTT.
"Kemenangan Melki-Johni ditentukan oleh kuatnya komitmen KIM, baik di pusat mau daerah. Maka faktor Prabowo dan Jokowi cukup memberi warna terhadap kemenangan Melki-Johni. Sementara instrumen lain, seperti bansos, terlibatnya aparat tidak cukup kuat memberi kontribusi," kata Ahmad kepada Tirto, Jumat.
Ia mengakui, selama 10 tahun belakangan, peta politik di NTT dikuasai oleh PDIP sebagai pemenang pileg. Menurutnya, jika merujuk pada kenyataan ini, secara faktual mestinya kader PDIP Ansy-Jane keluar sebagai pemenang.
"Ini bisa disimpulkan bahwa kader dan simpatisan PDIP tidak memilih paslon yang diusung partainya," kata dia.
Di sisi lain, ia memandang posisi awal memperlihatkan dukungan publik terhadap Ansy-Jane. Pasalnya, kata dia, relatif mendominasi hasil survei dengan menetapkan paslon ini selalu berada di atas dibandingkan dua paslon lainnya.
"Telah terjadi pergeseran orientasi pemilih justru pada momentum debat publik antar pasangan calon, karena massa mengambang yang belum punya pilihan mulai menentukan pilihan," pungkasnya.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi