Dalam kekhusyukan menempa ilmu agama, santri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, turut menjaga budaya yang diwariskan oleh pengasuhnya terdahulu. Budaya seni bela diri di kalangan santri mendarah daging dalam keseharian.
Gelora mempertahankan diri dari serangan musuh dan memerangi penjajah saat Lirboyo didirikan Kyai Abdul Karim tahun 1910 silam, masih dipegang erat para santri hingga kini.
Budaya seni bela diri di Lirboyo makin menemukan format utuhnya saat KH Muhamad Abdullah Maksum Jauhari atau yang akrab disapa Gus Maksum resmi mendirikan GASMI (Gerakan Aksi Silat Muslimin Indonesia) pada tahun 1966.
Dari GASMI, perhelatan tarung bebas Pencak Dor mulai konsisten digelar. Bagi para pesilat dari kalangan santri, Pencak Dor adalah gelanggang uji kepiawaian teknik silat. Jika ada masalah antar santri, Pencak Dor adalah solusi. Tak ada menang kalah diakhir pertandingan, usai pertandingan mereka kembali akrab dalam rutinitas pondok pesantren.
Jika di era 60-an hingga 90-an Pencak Dor didominasi oleh pesilat dari kalangan santri, era 2000-an macam-macam perguruan silat di kawasan eks-Karasidenan Kediri juga turut andil dalam Pencak Dor. Masyarakat yang tak tergabung dalam perguruan silat pun turut meramaikan perhelatan Pencak Dor.
Setiap tahun, di kawasan Pondok Pesantren Lirboyo Pencak Dor rutin digelar. Di bawah asuhan Badrul Huda Zainal Abidin atau Gus Bidin, yang kini menjadi ketua GASMI, ritual tahunan ini punya dampak positif tersendiri.
Tawuran anak-anak muda di sekitaran Kabupaten eks-Karasidenan Kediri bisa ditekan. Anak-anak muda ini benar-benar memanfaatkan Pencak Dor sebagai solusi atas tiap masalah yang ada. Para pesilat yang bertanding dalam Pencak Dor memegang teguh filosofi Pencak Dor, Di atas Lawan, Di Bawah Kawan. Di Atas ring pesilat adalah lawan, di bawah ring, yang artinya usai bertarung mereka adalah kawan.
Teks dan Foto; Arimacs Wilander
Gelora mempertahankan diri dari serangan musuh dan memerangi penjajah saat Lirboyo didirikan Kyai Abdul Karim tahun 1910 silam, masih dipegang erat para santri hingga kini.
Budaya seni bela diri di Lirboyo makin menemukan format utuhnya saat KH Muhamad Abdullah Maksum Jauhari atau yang akrab disapa Gus Maksum resmi mendirikan GASMI (Gerakan Aksi Silat Muslimin Indonesia) pada tahun 1966.
Dari GASMI, perhelatan tarung bebas Pencak Dor mulai konsisten digelar. Bagi para pesilat dari kalangan santri, Pencak Dor adalah gelanggang uji kepiawaian teknik silat. Jika ada masalah antar santri, Pencak Dor adalah solusi. Tak ada menang kalah diakhir pertandingan, usai pertandingan mereka kembali akrab dalam rutinitas pondok pesantren.
Jika di era 60-an hingga 90-an Pencak Dor didominasi oleh pesilat dari kalangan santri, era 2000-an macam-macam perguruan silat di kawasan eks-Karasidenan Kediri juga turut andil dalam Pencak Dor. Masyarakat yang tak tergabung dalam perguruan silat pun turut meramaikan perhelatan Pencak Dor.
Setiap tahun, di kawasan Pondok Pesantren Lirboyo Pencak Dor rutin digelar. Di bawah asuhan Badrul Huda Zainal Abidin atau Gus Bidin, yang kini menjadi ketua GASMI, ritual tahunan ini punya dampak positif tersendiri.
Tawuran anak-anak muda di sekitaran Kabupaten eks-Karasidenan Kediri bisa ditekan. Anak-anak muda ini benar-benar memanfaatkan Pencak Dor sebagai solusi atas tiap masalah yang ada. Para pesilat yang bertanding dalam Pencak Dor memegang teguh filosofi Pencak Dor, Di atas Lawan, Di Bawah Kawan. Di Atas ring pesilat adalah lawan, di bawah ring, yang artinya usai bertarung mereka adalah kawan.
Teks dan Foto; Arimacs Wilander