tirto.id - Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) sampai dengan akhir Oktober 2024 sebesar Rp309,2 triliun, atau 1,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit APBN Oktober 2024 ini lebih lebar dari posisi Agustus 2024 yang senilai Rp153,7 triliun atau 0,68 persen dari PDB.
“Ini masih lebih kecil dibandingkan pagu defisit APBN 2024 yang telah ditetapkan bersama-sama dengan DPR,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam Konferensi Pers APBN Kita, November 2024, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).
Dalam APBN 2024, defisit dirancang sebesar 2,29 persen dari PDB atau secara nominal Rp522,8 triliun. Sementara itu, keseimbangan primer masih mengalami surplus sebesar Rp97,1 triliun.
“Dan ini berarti keseimbangan primer masih positif,” imbuhnya.
Selain pelebaran defisit, Sri Mulyani mengakui ada pembengkakan belanja negara, yang pada Oktober 2024 tercatat senilai Rp2.556,7 triliun atau 76,9 persen dari pagu belanja yang telah dialokasikan dalam APBN 2024, yakni Rp3.325,1 triliun. Secara tahunan, realisasi belanja negara juga mengalami peningkatan 14,1 persen dari Oktober 2023 yang sebesar Rp2.240,8 triliun.
Tidak hanya itu, realisasi belanja negara ini juga lebih tinggi dibandingkan periode Agustus 2024 yang sebesar Rp1.368,5 triliun atau 55,5 persen dari pagu yang telah dialokasikan dalam APBN 2024.
“Kalau dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan belanja negara ini sangat tinggi sebenarnya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu 14,1 persen year on year. Dan ini memberikan dampak perekonomian yang cukup baik,” jelas Sri Mulyani.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan I, Suahasil Nazara, mengatakan dari total belanja negara, 74,3 persen di antaranya adalah belanja pemerintah pusat, yaitu sebesar Rp1.834,5 triliun. Realisasi ini mengalami peningkatan 16,7 persen (yoy).
“Tadi juga di slide yang di depan, dampak dari tingginya belanja negara adalah konsumsi pemerintah yang naik sebesar 4,62 persen di dalam PDB, sebagai komponen PDB. Itu adalah karena belanja kita memang cukup cepat,” jelasnya.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi