tirto.id - Bayangkan kehilangan akses ke lembaga perbankan di tengah situasi kaos. Tak ada uang yang bisa dikeluarkan dan tak ada barang yang bisa dibeli.
Kondisi itu kini sedang diderita oleh masyarakat Iran yang tak bisa menarik uang mereka dari mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di seluruh wilayah Negara Para Mullah tersebut.
Dilansir dari Iran International, sejumlah ATM lintas perbankan di Teheran dan provinsi lainnya di Iran mendadak tak bisa beroperasi sejak Minggu, 15 Juni 2025. Akibatnya masyarakat di sana tak bisa menarik uang tunai mereka.
Bukan cuma ATM, bahkan layanan perbankan digital juga ikut terdisrupsi dan tak bisa digunakan. Hal itu menimbulkan kepanikan bagi warga Iran yang hendak mengungsi dan meninggalkan rumah mereka, sejak invasi misil rudal Israel ke Negara Persia, Jumat (13/6/2025).
Usai kepanikan demi kepanikan merajalela di wilayah Iran akibat diretasnya sistem perbankan, sekelompok pelaku peretasan kemudian mengakui mengenai aksi peretasan tersebut. Kelompok peretas siber itu mengklaim diri mereka sebagai Predatory Sparrow atau di dalam Bahasa Persia disebut dengan ‘Gonjeshke Darande’.
Dalam unggahan mereka di media sosial pada Selasa (17/6/2025), akun @GonjeshkeDarand mengklaim telah merusak data milik nasabah Bank Sepah. Bank tersebut adalah lembaga perbankan negara milik Iran yang menjadi penopang ekonomi sejak 1925.
Benar saja, saat Tirto mencoba mengakses situs resmi Bank Sepah, pada Rabu, 18 Juni 2025, tidak ada respons. Ini bisa menjadi indikasi situs masih dalam kondisi teretas.
Destruction of the infrastructure of the Islamic Revolutionary Guard Corps “Bank Sepah”
— Gonjeshke Darande (@GonjeshkeDarand) June 17, 2025
We, “Gonjeshke Darande”, conducted cyberattacks which destroyed the data of the Islamic Revolutionary Guard Corps’ “Bank Sepah”.
“Bank Sepah” was an institution that circumvented… pic.twitter.com/1r4XyDmXcJ
Sebagai kelompok peretas anti-pemeritah Iran, Gonjeshke Darande mengakui bahwa mereka bergerak sendiri tanpa ada kaitan dengan pemerintah Israel. Mereka mengklaim telah menghancurkan data nasabah bank milik Korps Garda Revolusi Islam.
“‘Bank Sepah’ adalah lembaga yang menghindari sanksi internasional dan menggunakan uang rakyat Iran untuk membiayai proksi teroris rezim tersebut, program rudal balistiknya, dan program nuklir militernya,” begitu tulis unggahan akun tersebut, Selasa (17/6/2025).
Kantor Berita Fars, yang terkait dengan Garda Revolusi, mengonfirmasi serangan siber yang mengganggu layanan jarak jauh Bank Sepah. Mereka juga mengingatkan kemungkinan pemadaman pompa bensin karena integrasi bank untuk beberapa gerai pengisian bahan bakar.
Sementara itu Bank Sentral Iran (CBI) sempat mengumumkan infrastruktur perbankan stabil dan layanan beroperasi secara normal. Namun, saat Tirto mencoba mengakses situs resmi CBI, situs tersebut tidak bisa diakses.
Selain di Teheran, masyarakat Iran di kota lain juga tak mulai kehilangan jaringan telekomunikasi. Selain karena jaringan internet yang merosot drastis, masyarakat mulai kehabisan uang tunai untuk membeli kuota internet.
Kekacauan akibat peretasan sistem keuangan dan perbankan tidak hanya dialami di di dalam negeri Iran, namun juga warga negara Iran di mancanegara. Mereka kehilangan akses atas perbankan dan akibatnya tidak bisa menarik uang tunai di ATM, bahkan ketika mereka di luar negeri.
Karena kejadian itu seorang warga Iran tak bisa membayar akomodasi perjalanan ke luar negeri yang telah digunakan. "Kami datang untuk perjalanan satu minggu, sekarang kami tidak dapat membayar hotel," kata seorang warga Iran yang menjadi turis di Turki, dikutip dari Iran International.
WhatsApp dan Meta Dituding Menyadap dan Memberikan Informasi ke Israel
Serangan siber yang dilakukan Gonjeshke Darande tidak hanya menyerang industri perbankan di Iran, namun juga keamanan digital secara umum di negara bekas Kerajaan Persia tersebut. Juru Bicara Pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, mengungkapkan bahwa negara tersebut melakukan perlawanan terhadap serangan siber dengan pembatasan akses internet.
Pembatasan akses internet yang diharap dapat mempersempit pergerakan para peretas. Mereka juga berharap Gonjeshke Darand tak bisa menyentuh website vital milik pemerintah.
"Iran telah membatasi akses internet di negara tersebut dengan tujuan untuk menghambat kemampuan Israel dalam melakukan operasi siber rahasia," kata Fatemeh dalam keterangan pers, Rabu (18/6/2025).
🔺سخنگوی دولت: کاهش سرعت اینترنت هدفمند و برای دفع حملات سایبری است
— Digiato | دیجیاتو (@Digiato) June 16, 2025
«فاطمه مهاجرانی»، سخنگوی دولت، درباره محدودیتهای اینترنت توضیح داد:
«باتوجهبه حملات سایبری دشمن، طبیعی است برای پایداری شبکه زمانهایی مجبور هستند سرعت اینترنت را پایین بیاورند.»
او این کاهش سرعت را «موقت،… pic.twitter.com/5iCoEKmfb0
Fatemeh menjelaskan bahwa pemerintah Iran telah mengerahkan kepolisian siber, FATA, untuk melindungi keamanan digital dan ruang dunia maya dari serangan Gonjeshke Darand. Dia menyebut bahwa penghentian sementara akses internet hanya berlaku sementara, sembari mencari menangkal serangan siber tersebut.
"Bersifat sementara, terarah, dan terkendali untuk menangkal serangan siber," kata Fatemeh.
Pemerintah Iran juga meminta warganya untuk menghapus aplikasi pesan singkat, WhatsApp dan media sosial lainnya yang berkaitan dengan Meta. Iran menuding perusahaan teknologi milik Mark Zuckerberg tersebut terafiliasi dan dipersenjatai oleh Israel.
Pernyataan pemerintah Iran tersebut kemudian dibantah oleh pihak WhatsApp. Mereka menegaskan bahwa aplikasi tersebut tidak memiliki tendensi untuk melacak akun pengguna maupun menyebarkan dan menjual belikan data pengguna kepada publik.
"Kami tidak melacak lokasi Anda secara tepat, kami tidak menyimpan log siapa saja yang mengirim pesan kepada kami, dan kami tidak melacak pesan pribadi yang dikirimkan orang satu sama lain," kata WhatsApp dilansir dari Associated Press.
Jejak Perang Siber Iran vs Israel
Rekam jejak konflik siber antara Gonjeshke Darande -yang terafiliasi dengan Israel meski tak mau mengakuinya- dengan Pemerintah Iran bisa terendus sejak tahun 2022. Di tahun itu, Gonjeshke Darande dituding jadi dalang di balik pengrusakan dan pembakaran pabrik baja di Iran.
Dilansir BBC, para peretas itu dituding membajak sistem kendali dari pabrik baja tersebut sehingga membuat salah satu mesin terbakar seakan tanpa sebab saat dioperasikan.
Pada 27 Juni 2022, akun @GonjeshkeDarand mengakui atas penyerangan tersebut. Mereka beralasan melindungi individu tak bersalah atas rezim Iran yang dinilai tak taat pada peraturan internasional. Para peretas juga kemudian membagikan data-data yang telah dicuri dari perusahaan baja tersebut, termasuk email rahasia.
"Perusahaan-perusahaan ini tunduk pada sanksi internasional dan melanjutkan operasi mereka meskipun ada pembatasan. Serangan siber ini, dilakukan dengan hati-hati untuk melindungi individu yang tidak bersalah," buni unggahan akun mereka di Telegram kala itu.
Our recent #cyberattacks against Iran's #steel industry, which is affiliated with the #IRGC and the #Basij, have damaged these companies that are subject to the international #sanctions: 1/3
— Gonjeshke Darande (@GonjeshkeDarand) July 7, 2022
Kepala Penelitian Keamanan Siber Check Point Software, Itay Cohen, yakin Gonjeshke Darande adalah tim peretas militer yang disponsori oleh Israel. Meski kerap menyangkal, kecanggihan teknologi yang mereka terapkan, sampai bisa menghancurkan sistem pertahanan siber, jadi indikasi kuat.
"Mereka mengeklaim diri mereka sebagai kelompok peretas, tetapi mengingat kecanggihan mereka, dan dampaknya yang besar, kami meyakini kelompok itu dioperasikan, atau disponsori oleh negara," kata Itay.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































