Menuju konten utama

Dari Realisasi Investasi, Jumlah TKA Cina Masih Rendah

BKPM menyebutkan bahwa porsi tenaga kerja asing asal Cina di Indonesia masih tergolong rendah. Hal itu dapat pula dilihat melalui realisasi investasi Cina.

Dari Realisasi Investasi, Jumlah TKA Cina Masih Rendah
Sejumlah pekerja asing asal Cina berbaris saat hendak didata oleh Direktorat Reskrim Umum (ditreskrimum) Polda Kalbar. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang.

tirto.id - Jika dihitung berdasarkan realisasi investasi Cina sepanjang Januari-September 2016, porsi tenaga kerja asing (TKA) asal Negeri Tirai Bambu itu masih tergolong rendah. Pernyataan itu ditegaskan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong.

“Jumlah TKA Cina baru yang diserap dari realisasi investasi periode tersebut tercatat 3.718 orang atau 0,3 persen dari total penyerapan 975.898 tenaga kerja/lapangan pekerjaan baru,” sebut Thomas melalui keterangan tertulis di Jakarta, seperti dilansir Antara, Kamis (29/12/2016).

Ia menambahkan, jumlah total tersebut terdiri atas penyerapan TKA sebanyak 17.966 orang dan penyerapan tenaga kerja Indonesia sebanyak 957.932 orang.

"Ini patut disesalkan, sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dalam perayaan Natal nasional agar semua pihak menghentikan fitnah-fitnah terkait tenaga kerja asing," katanya

Thomas juga menjelaskan, berdasarkan data BKPM realisasi investasi Cina yang pada 2014 berada di peringkat kedelapan, kini di periode Januari-September 2016 mencapai 1,6 miliar dolar AS atau berada di peringkat tiga.

"Peningkatan realisasi investasi yang signifikan tersebut menjadi pemicu meningkatnya penggunaan TKA oleh investor Cina yang ingin merealisasikan investasinya di Indonesia," jelasnya.

Data Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA) yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja tercatat TKA pada 2011 mencapai 77.307 orang, turun pada tahun 2012 menjadi 72.427 orang.

Kemudian pada tahun 2013 kembali melorot di level 68.957 orang, lalu menurun tipis di posisi 68.762 orang pada 2014.

Pada tahun 2015, posisi tersebut meningkat tipis 69.025 orang serta pada tahun 2016 kembali meningkat menjadi 74.183 orang. Thomas menuturkan, pergerakan jumlah TKA itu lantaran adanya peningkatan investasi.

“Pasalnya, TKA yang datang biasanya khusus didatangkan oleh investor pada awal proyek di mana terjadi pemasangan alat-alat dan permesinan yang harus diimpor dari luar negeri karena tak tersedia di dalam negeri,” jelasnya.

Di samping itu, cetak biru dan manual instruksi pemasangan mesin dan alat itu pun seringkali dalam bahasa asing, seperti Bahasa Mandarin, Bahasa Jerman, dan Bahasa Jepang.

"Jadi agar penyelesaian proyek bisa cepat, jauh lebih efisien untuk datangkan TKA dari negara yang juga tempat asal mesin dan alatnya," urainya.

Namun, setelah tahun pertama dan tahun kedua proyek lewat, dan pemasangan alat dan mesin sudah tuntas, TKA pasti secepat mungkin dipulangkan oleh investor.

Thomas menambahkan, sebagaimana diterangkan Presiden Jokowi, penggunaan TKA tergolong mahal bagi investor, sehingga investor selalu berusaha secepat mungkin mengalihkan fungsi dari TKA kepada tenaga kerja lokal.

"Mayoritas TKA itu sendiri juga biasanya inginnya pulang secepat mungkin, setelah tugas proyeknya di Indonesia sudah selesai," ujarnya.

BKPM: Rasio TKA di Indonesia Hanya 0,062 Persen

Thomas Lembong selaku Kepala BKPM pun menilai rasio penggunaan TKA di Indonesia dengan jumlah tenaga kerja yang ada masih sangat rendah. “Total jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia hanya 74.000 orang atau 0,062 persen dari total tenaga kerja sebesar 120 juta,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (29/12/2016).

Rasio tersebut, menurut dia, masih jauh sangat rendah dibandingkan negara-negara lain seperti Singapura 36 persen, Amerika Serikat 16,7 persen, Malaysia 15,3 persen dan Thailand 4,5 persen. Bahkan di Qatar 94 persen merupakan TKA dan Uni Arab Emirat yang hingga mencapai 96 persen.

"Jadi katakan kita ber-andai-andai bahwa jumlah TKA di Indonesia sebenarnya adalah 10 kali (sepuluh kali lipat) data resmi Kementerian Tenaga Kerja dan Kantor Imigrasi, maka 0,62 persen dari total tenaga kerja Indonesia pun masih jauh terlalu rendah, hemat saya. Negara yang benar-benar modern akan memakai jauh lebih banyak tenaga kerja internasional," katanya.

Ia mengemukakan, dengan rasio di bawah 0,1 persen, Indonesia sebenarnya membutuhkan lebih banyak TKA agar ada transfer keahlian dan alih pengetahuan agar bisa maju.

Perusahaan Indonesia juga dapat memanfaatkan TKA untuk bisa "mencontek" sistem produksi dan cara manajeman negara lain yang sudah maju. "Kita yang jadi bos mereka, kita dapat memanfaatkan mereka semaksimal mungkin," katanya.

Lebih lanjut, Tom menuturkan, semua negara berkembang yang berhasil naik kelas menjadi negara maju, berawal dari investasi asing yang juga membawa teknologi internasional, jaringan pemasaran internasional (untuk meningkatkan ekspor), dan tenaga kerja asing yang amat berperan dalam alih pengetahuan dan alih teknologi.

Menurut dia, tenaga kerja asing dibutuhkan untuk mendukung proses konstruksi investasi. "Mereka biasanya menggunakan tenaga kerja asing dalam proses konstruksi di tahapan awal investasi. Oleh karena itu angka tenaga kerja asing selalu fluktuatif," paparnya.

Baca juga artikel terkait TENAGA KERJA ASING atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari