Menuju konten utama

Daftar Kebutuhan Gizi untuk Remaja dan Masalah yang Umum Terjadi

Apa saja daftar kebutuhan gizi pada remaja serta apa masalah-masalah gizi yang umumnya terjadi? Simak penjelasannya di artikel berikut ini.

Daftar Kebutuhan Gizi untuk Remaja dan Masalah yang Umum Terjadi
Ilustrasi makanan sehat. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Remaja membutuhkan asupan gizi seimbang untuk mendukung pertumbuhan serta memenuhi kebutuhan energinya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Kebutuhan gizi remaja sudah diperoleh sejak 1000 hari pertama kehidupannya, yakni masa anak dalam kandungan sampai ia berusia dua tahun.

Kemudian dilanjutkan pada usia remaja yang tujuannya untuk mencapai percepatan perbaikan gizi optimal.

Menurut UU Perlindungan Anak, remaja adalah seseorang yang berusia antara 10-18 tahun, dan merupakan kelompok penduduk Indonesia dengan jumlah yang cukup besar (hampir 20% dari jumlah penduduk).

Sementara dari WHO menyebutkan, batasan remaja adalah 12-24 tahun, di mana pada usia itu merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa atau disebut masa pubertas.

Pada masa pubertas ini, seorang remaja akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara pesat, baik fisik, psikologis, maupun intelektual.

Karenanya, dibutuhkan menu gizi seimbang untuk remaja, dan jika tidak terpenuhi, maka bisa menyebabkan gangguan maupun hambatan dalam pertumbuhannya.

Kebutuhan Gizi Remaja

Kebutuhan gizi seimbang pada remaja bisa diperoleh dengan memahami konsep “Isi Piringku”.

"Isi Piringku" adalah konsep pengganti dari empat sehat lima sempurna yang tujuannya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang gizi seimbang.

Jadi, konsep "Isi Piringku" sekaligus bisa menjawab pertanyaan tentang apa saja menu seimbang untuk remaja.

Berikut merupakan konsep menu “Isi Piringku”:

  • 1/6 piring makan berupa buah beraneka jenis dan warna.
  • 1/6 piring berupa lauk pauk protein baik hewani (telur/ayam/ikan/daging) maupun nabati (tempe/tahu/kacang-kacangan).
  • 1/3 piring berupa makanan pokok yang terdiri dari karbohidrat kompleks (biji -bijian/beras), artinya membatasi karbohidrat simpleks (gula, tepung-tepungan dan produk turunan dari tepung).
  • 1/3 piring makan berupa aneka jenis sayur-sayuran.
Sementara untuk masalah gizi, khususnya anemia yang terjadi pada sebagian besar remaja perempuan yang umumnya disebabkan kurangnya asupan sumber zat besi. Penyebabnya antara lain karena menstruasi.

Oleh sebab itu, asupan zat besi sangat diperlukan remaja putri untuk membentuk hemoglobin yang mengalami peningkatan dan mencegah anemia yang disebabkan karena kehilangan zat besi selama menstruasi.

Selain zat gizi, para remaja juga perlu memenuhi kebutuhan asam folat. Asam folat berguna untuk pembentukan sel dan sistem saraf termasuk sel darah merah, termasuk berperan penting pada pembentukan DNA.

Kekurangan asam folat bisa menyebabkan anemia karena terjadinya gangguan pada pembentukan DNA yang mengakibatkan gangguan pembelahan sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah menjadi kurang.

Jumlah asam folat yang disarankan untuk dikonsumsi orang dewasa adalah sebanyak 1000 gr/hari.

Masalah Gizi Remaja

Ilustrasi malnutrisi

Ilustrasi malnutrisi. FOTO/iStockphoto

Dikutip laman Kemkes, masalah gizi pada remaja yang umumnya terjadi seperti anemia, obesitas, gangguan makan, dan stunting.

Berikut uraian tentang masalah gizi remaja:

1. Anemia

Ilustrasi Sakit perut

Ilustrasi sakit perut karena menstruasi. FOTO/Istockphoto

Anemia pada remaja masih menjadi masalah serius di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sekitar 12% remaja laki-laki dan 23% remaja perempuan mengalami anemia, di mana sebagian besarnya penyebabnya karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi).

Persentasa remaja perempuan mengalami anemia yang lebih tinggi dibanding remaja laki-laki salah satunya juga karena durasi keluarnya darah pada menstruasi.

Anemia pada remaja bisa berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran, dan produktifitas remaja.

Pada remaja perempuan yang mengalami anemia, tentu dapat berdampak serius, karena mereka merupakan para calon ibu akan mengalami kondisi kehamilan dan melahirkan, dan kondisi anemia berisiko kematian saat melahirkan, hingga bayinya lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR).

Cara menghindari terjadinya anemia pada remaja adalah dengan rajin mengonsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zink, serta minum tablet penambah darah.

2. Obesitas

Ilustrasi obesitas

Ilustrasi obesitas. FOTO/iStockphoto

Dikutip situs American Congress of Obstetricians and Gynecologists, remaja yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami rasa rendah diri, citra tubuh yang terdistorsi, depresi, kecemasan, diskriminasi, dan hubungan teman sebaya yang tegang.

Data Global School Health Survey tahun 2015, pola makan remaja terlaihat dari beberapa klasifikasi berikut ini:

  • Tidak selalu sarapan (65,2%),
  • Kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%)
  • Sering mengonsumsi makanan berpenyedap (75,7%).
Selain itu, remaja juga cenderung menerapkan pola hidup kurang gerak, sehingga kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%). Hal-hal ini meningkatkan risiko seseorang menjadi gemuk, bahkan obesitas.

Kelebihan berat badan, terutama obesitas, mengurangi hampir setiap aspek kesehatan, mulai dari fungsi reproduksi dan pernapasan hingga memori dan suasana hati.

Obesitas juga meningkatkan risiko beberapa penyakit yang melemahkan dan mematikan, termasuk diabetes, penyakit jantung, osteoporosis dan beberapa jenis kanker.

3. Stunting

SOSIALISASI ANTISIPASI STUNTING

Anggota Ikatan Konselor Laktasi Klaten mengukur postur tinggi bocah dan memberikan sosialiasi pemberian gizi bayi untuk mencegah kegagalan tumbuh kembang anak (stunting) saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (22/4/2018). ANTARA FOTO/Maulana Surya

Sebagian besar remaja yang memiliki masalah dengan tinggi badan pendek atau biasa disebut stunting umumnya kurang menyadari hal itu.

Rata-rata tinggi anak Indonesia lebih pendek dibandingkan dengan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5cm pada laki-laki dan lebih pendek 9,8cm pada perempuan.

Beberapa dampak stunting yang bisa terjadi dalam jangka pendek, di antaranya penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan gangguan sistem metabolisme tubuh yang berisiko terhadap penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan obesitas.

4. Gangguan Makan

Anoreksia

Ilustrasi [Foto/Shutterstock]

Gangguan makan di kalangan remaja termasuk masalah kondisi kesehatan mental yang serius dan terkadang mematikan.

Beberapa jenis gangguan makan yang biasanya dialami remaja termasuk:

  • Anoreksia

Masalah ini lebih jarang terjadi dibandingkan dengan bulimia dan binge eating disorder (BED).

Namun, anoreksia merupakan gangguan makan yang serius dan memiliki angka kematian tertinggi dibandingkan dengan gangguan makan lainnya.

Berikut adalah tanda dan gejala anoreksia:

  • Pembatasan makanan yang ekstrem
  • Sangat kurus
  • Percaya bahwa mereka kelebihan berat badan atau gemuk meskipun berat badan mereka sangat kurang
  • Ketakutan yang intens akan bertambahnya berat badan
  • Harga diri yang secara signifikan terkait dengan bentuk atau ukuran tubuh
  • Meskipun berat badan rendah, keinginan untuk menurunkan berat badan terus menerus menghantui
  • Ketidakmampuan untuk mempertahankan berat badan yang sehat

  • Gangguan Makan berlebihan (Binge Eating Disorder)

BED adalah gangguan makan yang diberikan kepada seseorang yang terus menerus makan berlebihan. Pesta makan adalah ketika seseorang makan dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

Jumlahnya sangat banyak sehingga kebanyakan orang tidak dapat atau tidak mau makan dalam jumlah yang sama dalam jangka waktu yang sama. Ada beberapa tanda lain dari BED. Ini adalah:

  • Merasa tidak mampu mengendalikan atau menghentikan makan berlebihan
  • Merasa jijik, sedih, atau bersalah setelah makan berlebihan
  • Menciptakan ritual makanan atau mengubah rencana untuk makan berlebihan
  • Makan meskipun sudah kenyang atau tidak lapar
  • Makan sendirian atau sembunyi-sembunyi karena merasa malu dengan jumlah makanan
  • Makan dengan cepat.

  • Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah gangguan makan yang serius. Bulimia ditandai dengan siklus makan berlebihan yang diikuti dengan perilaku kompensasi.

Perilaku kompensasi adalah sesuatu yang dilakukan seseorang untuk menghindari kenaikan berat badan setelah makan berlebihan seperti membersihkan diri, penyalahgunaan obat pencahar, puasa, atau olahraga kompulsif setelah makan berlebihan.

Beberapa tanda dan gejala bulimia lainnya seperti:

  • Sering pergi ke kamar mandi setelah makan
  • Minum air dalam jumlah yang berlebihan
  • Menggunakan produk penyegar napas dalam jumlah yang berlebihan
  • Masalah gigi
  • Kapalan di punggung tangan dan buku-buku jari akibat pembersihan
  • Kekhawatiran yang ekstrem terhadap bentuk atau ukuran tubuh
Penting untuk diketahui bahwa penderita bulimia dapat memiliki berat badan yang kurang, berat badan normal, atau kelebihan berat badan.

Apa Dampak Gangguan Makan pada Masa Remaja?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, gangguan makan dapat memiliki efek kesehatan yang serius. Beberapa dari efek ini bisa bersifat jangka panjang atau seumur hidup. Ini termasuk:

  • Penipisan tulang, seperti osteopenia atau osteoporosis
  • Kerusakan jantung
  • Kerusakan otak
  • Kegagalan multiorgan
  • Ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung
  • Infertilitas

Baca juga artikel terkait GIZI REMAJA atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Addi M Idhom