Menuju konten utama

Stunting pada Anak, Apa Dampaknya saat Mereka Dewasa?

Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak akan berdampak pada anak bahkan setelah mereka beranjak dewasa.

Stunting pada Anak, Apa Dampaknya saat Mereka Dewasa?
Kader PKK mengukur tinggi badan anak di Posyandu Angger 2, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Senin (25/10/2021). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.

tirto.id - Stunting pada anak merupakan masalah kesehatan yang masih terjadi di Indonesia. Berdasarkan Survei Status Gizi Nasional (SSGI) prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 masih berada di angka 21,6 persen.

Stunting sendiri adalah masalah gagal tumbuh pada anak. Stunting pada anak memengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak yang kemudian berdampak pada kondisi mereka saat dewasa.

Oleh karena itu, tidak heran jika kasus stunting menjadi perhatian pemerintah. Belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kekecewaannya terkait anggaran dana stunting yang dinilai tidak efektif.

Melalui pernyataannya di Rakornas Pengawasan Intern di Kantor BPKP Jokowi mengungkapkan bahwa anggaran stunting Indonesia yang mencapai Rp10 miliar sebagian besar justru digunakan untuk perjalanan dinas dan rapat.

"Saya baru saja minggu yang lalu saya cek di APBD di Menteri Dalam Negeri. Coba saya mau lihat Rp10 miliar untuk stunting, saya cek, perjalanan dinas Rp3 miliar, rapat Rp3 miliar, penguatan pengembangan Rp2 miliar, yang untuk bener-bener beli telur itu tak ada Rp2 miliar," kata Jokowi di Jakarta, Rabu (14/6/2023).

Ia menyebutkan jika hal ini terus terjadi maka permasalahan stunting di Indonesia tidak akan kunjung selesai.

Mengenal Apa Itu Stunting?

Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak. Kondisi stunting paling banyak disebabkan oleh kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak dan termasuk saat ia masih di dalam kandungan.

Akibatnya, organ-organ anak yang mengalami stunting kekurangan gizi dan tidak dapat tumbuh secara optimal.

Jika terjadi dalam waktu lama, kondisi ini dapat menyebabkan serangkaian gangguan pada anak mulai dari masalah tinggi dan berat badan, imunitas, hingga perilaku dan kecerdasan.

Stunting adalah masalah kesehatan yang paling sering melanda negara-negara miskin dan berkembang. Hal ini dipicu oleh faktor kemiskinan yang tinggi sehingga orang tua tidak mampu mencukupi kebutuhan gizi anak.

Dampak Stunting pada Anak setelah Mereka Dewasa

Faktanya, dampak stunting tidak berlangsung sementara, melainkan jangka panjang bahkan setelah mereka dewasa.

Studi yang rilis di jurnal PubMed Central (2021) menemukan bahwa stunting dapat menyebabkan individu memiliki kognisi dan kinerja yang lebih buruk dari pada orang yang tidak stunting.

Hal ini menyebabkan anak-anak yang dulunya mengalami stunting cenderung mengalami pendidikan yang terhambat sehingga tidak mampu memperoleh pekerjaan dengan upah yang layak.

Tidak hanya itu, kondisi stunting pada anak juga berisiko membuatnya tidak lebih produktif ketika ia dewasa.

Masih dalam penelitian yang sama, anak-anak stunting akan tumbuh dewasa dengan membawa risiko penyakit kronis terkait masalah gizi dan berat badan.

Hal serupa juga disampaikan dalam studi yang rilis di European Journal of Clinical Nutrition (2021). Berdasarkan studi tersebut, anak-anak yang mengalami stunting lebih berisiko mengalami obesitas, diabetes, pubertas dini, hingga kekerdilan di saat ia dewasa.

Cara Mencegah Stunting pada Anak

Stunting sebetulnya bisa dicegah dengan cara memastikan ibu hamil dan anak tercukupi kebutuhan gizinya selama masa pertumbuhan.

Dikutip dari Bappeda Litbang Kabupaten Banyuasin, berikut ini beberapa cara pencegahan stunting pada anak:

1. Melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur.

2. Menghindari asap rokok dan memenuhi nutrisi yang baik selama masa kehamilan antara lain dengan menu sehat seimbang, asupan zat besi, asam folat, dan yodium yang cukup.

3. Melakukan kunjungan secara teratur ke dokter atau pusat pelayanan kesehatan lainnya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:

  • setiap bulan ketika anak anda berusia 0 sampai 12 bulan
  • setiap 3 bulan ketika anak anda berusia 1 sampai 3 tahun
  • setiap 6 bulan ketika anak anda berusia 3 sampai 6 tahun
  • setiap tahun ketika anak anda berusia 6 sampai 18 tahun.

4. Mengikuti program imunisasi terutama imunisasi dasar.

5. Memberikan ASI eksklusif sampai anak anda berusia 6 bulan dan pemberian MPASI yang memadai.

6. Memastikan anak tercukupi nutrisinya, terutama kebutuhan protein, vitamin, mineral, karbohidrat, dan lemak.

Baca juga artikel terkait STUNTING atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora