Menuju konten utama

Cities4Forests: Inisiatif Membangun Kota-Kota Berkelanjutan

Ekosistem hutan masih sangat terancam sekalipun tingkat deforestasi di beberapa belahan dunia cenderung berkurang belakangan.

Cities4Forests: Inisiatif Membangun Kota-Kota Berkelanjutan
Ilustrasi gedung pencakar langit dan taman hijau. FOTO/iStockphoto

tirto.id - “Apa yang kita lakukan antara tahun 2020 dan 2030, itu akan menjadi dekade yang menentukan bagi masa depan umat manusia di Bumi.”

Pernyataan itu keluar dari mulut Johan Rockström, ilmuwan Swedia yang punya reputasi mentereng atas kiprah dan kajiannya tentang isu-isu keberlanjutan global. Pada 2021, dalam dokumenter Netflix Breaking Boundaries: The Science of Our Planet, Rockström mengurai sejumlah perkara yang berpotensi membuat bumi menjadi tidak layak ditinggali. Salah satu penyebabnya: deforestasi atau peristiwa hilangnya tutupan hutan yang berubah menjadi tutupan lain.

Hubungan manusia dengan hutan memang tak bisa dipandang sebelah mata. Kehidupan masyarakat umum dan ekonomi global semuanya terhubung langsung dengan hutan. Demi kelangsungan hidupnya, lebih dari 1 miliar orang bergantung pada hutan. Bagaimana tidak: ekosistem hutan memainkan peranan penting dalam menstabilkan iklim; menghasilkan makanan, air, kayu, dan obat-obatan; serta menaungi sebagian besar keanekaragaman hayati di dunia.

Penelitian World Resources Institute (WRI) Indonesia menunjukkan betapa ekosistem hutan masih sangat terancam, sekalipun tingkat deforestasi di beberapa belahan dunia cenderung berkurang belakangan. “30 persen tutupan hutan telah gundul, sementara 20 persen lainnya terdegradasi. Sebagian besar sisanya telah terfragmentasi, meninggalkan hanya sekitar 15 persen hutan yang masih utuh,” bunyi keterangan WRI Indonesia.

Bertolak dari fakta itu, upaya membuat hutan tetap lestari, misalnya lewat program mengintegrasikan hutan ke dalam rencana pembangunan, patut diapresiasi. Hal itu juga dilakukan WRI Indonesia, salah satunya melalui inisiatif Cities4Forests yang tujuan utamanya adalah mendorong tumbuhnya gerakan organik kota-kota dalam menyadari arti penting hutan dan pepohonan dalam konteks perkotaan.

Infografik Advertorial WRI

Infografik Advertorial WRI. tirto.id/Mojo

Cities4Forests adalah koalisi kota-kota di seluruh dunia untuk mengintegrasikan hutan kota, hutan sekitar kota, dan hutan yang jauh dari kota ke dalam rencana pembangunan, program, dan investasi kota. Dengan pendekatan Solusi berbasis Alam (SbA), Cities4Forests diharapkan mampu menjadi jawaban atas berbagai persoalan lingkungan yang muncul di perkotaan.

“Kami mendukung pemerintah Indonesia untuk bisa mencapai pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui inisiatif Cities4Forests yang menjadi salah satu inisiatif kunci WRI Indonesia dalam mendukung pencapaian pembangunan kota yang lebih baik, lebih inklusif, rendah karbon, dan sejahtera,” ungkap Direktur Program WRI Indonesia Arief Wijaya, Rabu (7/12).

Saat ini, terdapat lebih dari 80 kota yang tergabung dalam inisiatif Cities4Forest di seluruh dunia dengan populasi mencapai 200 jiwa. Di Indonesia, Cities4Forests berlangsung sejak 2019 dan kota-kota yang sudah bergabung di dalamnya adalah Jakarta, Medan, Balikpapan, Semarang, Denpasar, Jayapura, Manokwari, dan Pekanbaru.

Sejumlah program yang dilakukan Cities4Forests antara lain menilai kesiapan kota dalam mengarusutamakan SbA dalam rencana tata ruang, meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemangku kepentingan terkait pentingnya hutan dan pohon melalui media sosial dan diskusi publik, meningkatkan kapasitas pemerintah dalam melakukan inventarisasi pohon, membantu proses pemetaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), memberikan rekomendasi SbA untuk mengurangi risiko banjir, serta kegiatan lain terkait penguatan adopsi SbA di perkotaan.

Dalam konteks inventarisasi pohon di Jakarta, misalnya, sejauh ini Cities4Forests telah melakukan rekapitulasi dan rekomendasi inventarisasi pohon serta membuat peta dan model deep learning individu pohon. Sedangkan di Medan dan Denpasar, inisiatif Cities4Forests telah berperan meningkatkan kapasitas staf Pemkot Denpasar dan Medan dalam inventarisasi pohon.

Sedangkan dalam konteks penanaman pohon, Cities4Forests telah berkontribusi melakukan penanaman 17 ribu pohon di lima lokasi berbeda di Indonesia. Rinciannya: 2.400 pohon endemik di Aceh, 9.700 pohon mangrove di Bintan, 2.500 pohon endemik di Jambi, 2.000 pohon mangrove di Jakarta, dan 400 pohon endemik di Kalimantan Barat.

Cities4Forests mendorong pertukaran inspirasi dan pembelajaran antar kota-kota dan mitra di seluruh dunia. Selain itu, kota-kota yang tergabung juga akan mendapatkan dukungan teknis dalam sektor hutan, perubahan iklim, air, komunikasi, ekonomi, dan kebijakan publik.

Di Jakarta, pelopor Cities4Forests di Indonesia, manfaat itu terlihat pada (salah satunya) terbitnya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pohon. Selain itu, ada pula Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Taman. Buah dari keduanya bisa kita lihat pada Tebet Eco Park—taman seluas 7,3 hektar di bilangan Jakarta Selatan yang punya fungsi edukasi, rekreasi, sosialisasi publik, dan fungsi ekologis sebagai pengendali banjir serta penyerap polusi udara .

Komentar dari Tanah Papua

Sedangkan di Jayapura, kota yang bergabung dengan Cities4Forests sejak 2020, salah satu program yang sudah dilakukan WRI Indonesia antara lain membantu pemerintah Kota melalui Bappeda dalam revisi rencana tata ruang, terutama yang berkaitan dengan perlindungan daerah-daerah tempat penting masyarakat adatl.

“Di Jayapura ada daerah khusus bernama Hutan Perempuan, yakni hutan yang hanya bisa dimasuki oleh kaum perempuan, terutama perempuan adat setempat. Biasanya, mama-mama atau para perempuan ini masuk hutan mencari kerang. Hutan Perempuan berada di hutan mangrove, masuk dalam kawasan taman wisata alam yang harus dilindungi. Revisi Tata Ruang yang dibuat bersama Cities4Forests melakukan kajian mengenai hutan ini,” ungkap Clara Jouwe perwakilan Bappeda Kota Jayapura kepada Tirto, Kamis (8/9).

Selain itu, Clara menambahkan, kajian wilayah yang dilakukan Cities4Forests juga membantu pemerintah Kota Jayapura dalam merelokasi Pasar Youtefa, salah satu pasar terbesar di Jayapura dengan luas mencapai 12 hektar. “Pasar ini dulunya merupakan daerah resapan. Setelah dibuat pasar, beberapa tahun terakhir sering terjadi banjir dan genangan.”

Dalam masterplan yang akan diembangkan bersama WRI Indonesia lewat Cities4Forests, Clara menyebut kawasan Pasar Youtefa akan dikembalikan fungsinya sebagai daerah resapan. Alokasinya, 60 persen dikembalikan menjadi daerah resapan dan 40 persen akan dibuat RTH. RTH ini akan diisi oleh taman olah raga dan taman edukasi, dengan berbagai tanaman endemik Papua di dalamnya.

Yohanes A. Lebang, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Pengaduan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Manokwari, menyebut bergabungnya Manokwari dalam inisiatif Cities4Forests adalah langkah strategis. “Sebagai ibu kota Papua Barat, ini merupakan langkah penting bagi Manokwari untuk merepresentasikan Papua Barat sebagai provinsi dengan pembangunan berkelanjutan yang menekankan konsep pelestarian,” ungkap Yohanes kepada Tirto, Rabu (7/12).

Sejak berkolaborasi dengan Cities4Forests per Oktober 2022, Yohanes menyebut sedikitnya ada tiga program yang sudah dilakukan WRI Indonesia untuk Kabupaten Manokwari, antara lain pengumpulan database untuk roadmap RTH Manokwari, pelatihan geospasial bagi perwakilan setiap perangkat daerah, serta penanaman mangrove di pesisir pantai.

Disinggung soal proses bergabungnya Manokwari dengan Cities4Forests, Yohanes memberi jawaban gamblang. “Kami berkenalan dengan WRI Indonesia dalam sebuah pertemuan daring, mereka menunjukkan program-program yang sudah dilakukan. Kami lapor kepada pimpinan (Bupati Manokwari), disambut baik, kemudian membuat komitmen bersama. Sesederhana itu.” []

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis