tirto.id - Afriansyah Noor memiliki sejarah hubungan yang cukup panjang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pria yang akrab disapa Bang Ferry ini, berperan besar menghantarkan Jokowi mulai perjalanan dari Wali Kota Surakarta hingga menjadi Gubernur di DKI Jakarta pada 2012 lalu.
Bahkan ia juga menjadi salah satu orang yang ikut mendorong Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
“Mulai 2011 sampai sekarang saya dekat dengan Pak Jokowi,” ujar Ferry yang juga merupakan Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB), saat berbincang dalam ‘Podcast For Your Pemilu’ di kantor Tirto beberapa waktu lalu.
Kedekatannya ini disinyalir membuat Jokowi membuka kembali posisi wakil menteri ketenagakerjaan untuk diisi Fery setelah 74 tahun lalu tidak ada posisi tersebut. Terakhir kali, Indonesia memiliki wakil menteri ketenagakerjaan adalah tahun 1948 di masa kabinet Amir Sjarifuddin.
Namun, di luar hubungan sebagai pembantu presiden di Kabinet Kerja, Ferry dan Jokowi juga aktif berbicara empat mata soal pemilu. Mulai dari isu perpanjangan masa jabatan tiga periode, siapa sosok presiden yang tepat untuk meneruskan kepemimpinan Jokowi, hingga simulasi pencalonan Gibran menjadi calon wakil presiden.
Bagaimana cerita di balik pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang diusulkan oleh PBB, dan bagaimana sikap Jokowi merespons hal tersebut? Berikut petikan wawancara kami dengan Afriansyah Noor:
Sedekat apa dengan Jokowi dan kapan terakhir komunikasi? Apa yang diobrolin?
Saya dekat dengan Pak Jokowi mulai dari 2011. Dulu ketika beliau awal mula menjadi wali kota pertama itu PBB di Solo juga mendukung beliau. Kemudian 2011 beliau juga kita ajak ke Jakarta untuk maju, pribadi ya untuk maju sebagai calon gubernur di DKI.
Kebetulan saya belum pengurus partai saat itu dari 2010-2015, saya bukan pengurus partai. Kemudian saya gadang-gadangkan dengan teman-teman untuk maju menjadi gubernur dan terpilih 2012. Mulai 2011 sampai sekarang saya dekat dengan Pak Jokowi.
Kalau komunikasi tentunya sebagai wakil menteri saya pasti selalu jumpa dengan Pak Jokowi dan komunikasinya sebatas tugas dan kepentingan negara. Jadi sambil bersilaturahmi dengan beliau.
Dan terakhir saya komunikasi dengan beliau pada acara BNI Investor Summit di Plataran Senayan 24 Oktober 2023. Besoknya kami mendaftar ke KPU. Jadi H-1 saya sudah ketemu beliau lagi. Jadi namanya kita anak buah sering juga ketemu.
Apa tidak membahas pemilu?
Saya tidak membahas pemilu ya. Cuma saya coba berdiskusi soal waktu itu kita belum mendukung ke Pak Prabowo. Cuma beliau juga sempat tanya kepada saya.
‘Mas Fery, Pak Prabowo gimana?’ [tanya Jokowi ke Fery]. Saya bilang ‘Bagus, Pak’. Saya kan tidak mengenal terlalu dekat dengan Pak Prabowo. 'Cuma selama tiga tahun beliau di kabinet Bapak ini saya lihat tugas-tugas beliau yang Bapak berikan sebagai Menteri Pertahanan itu beliau laksanakan dengan baik.'
Saya melihat seperti itu walaupun saya tidak pernah bicara dekat dengan Pak Prabowo. Jadi beliau tentara tentunya tegas, beliau juga punya komitmen bagaimana dia bisa dipercaya untuk meneruskan program Bapak ke depan.
'Ketika sekarang dia jauh berubah, dulu katanya temperamental, galak, tapi sekarang hobinya bercanda, Pak, mungkin karena bergaul dengan Bapak.' Intinya saya seperti itu lah.
Apa yang Bapak [Jokowi] lakukan selama hampir sembilan tahun ini, saya bilang luar biasa. Walaupun sambil bercanda, walaupun saya baru menjadi wakil menteri baru kemarin.
Itulah kalau saya mau bilang kedekatan saya dengan Pak Jokowi. Saya ini kan bukan siapa-siapa, bukan orang kaya, bukan orang hebat, bukan siapa-siapa, partai juga kecil. Tapi tentunya dengan emosi dan kedekatan saya seperti hal di atas hubungan emosionalnya ada nyambung.
Pak Jokowi itu jangan melihatnya jangan kita selalu menempel dengan dia. Itu belum tentu dekat. Justru saya lihat orang-orang dekat dia itu tidak pernah nempel dengan dia. Ini Jawa, mas, kebetulan mertua saya juga orang Solo.
Mengenai pemilu, rekam jejak PBB saat menjodohkan Pak Yusril. Ada Puan-Yusril, gak jadi kemudian Prabowo-Yusril. Ini ada rekomendasi atau endorse Pak Jokowi tidak?
Sebelumnya kan gini, Pak Jokowi ini pernah juga diskusi dengan Bang Yusril ya, itu di akhir 2022. Jadi termasuk lah: 'gimana nih, Pak, ada wacana soal tiga periode.'
Ada Bang Yusril, ada saya, ada Mas Pratikno berempat tuh di Istana. Jadi beliau (Jokowi) mengatakan, 'iya tidak mungkin lah tiga periode, karena bagaimanapun konstitusi tidak memungkinkan.'
Jadi kalau orang mengatakan Jokowi mau [melanjutkan jabatan] tiga periode itu sudah kita analisis. Itu orang-orang yang dekat dengan dia saja ingin jadi menteri lagi mungkin waktu itu kan. Intinya sudah diklarifikasi juga baru-baru ini oleh salah satu menterinya dia yang mengusulkan, dia yang bertanggung jawab gitu kan. Karena melihat prestasinya Jokowi.
Oleh karena itu, kita diskusi panjang lebar termasuk bertanya bagaimana kalau Pak Prabowo [maju kontestasi Pemilu 2024]. Pak Prabowo bagus, tegas, kemudian dia juga punya komitmen untuk membantu Bapak, itulah salah satu intinya saya berikan penjelasan sama Pak Jokowi terhadap Pak Prabowo.
Waktu itu, ada juga mengatakan bahwa waktu itu ada Ganjar. Terus di akhir-akhir kenapa Ganjar tidak menjadi idola Pak Jokowi, banyak hal lah. Jokowi ini kan orang pintar, siapa bilang Jokowi begini begono. Jadi ini orang nomor satu di republik.
Lalu, kedua, juga saya melihat bahwa dia ingin melihat sosok presiden pengganti, dia sosok yang tegas yang tidak bisa diatur siapa-siapa, yang berdiri sendiri untuk negara, cinta rakyat, bagaimana dia mencintai rakyat Indonesia, membangun Indonesia.
Jadi saya pikir beliau masih diidolakan. Nah, kenapa orang menunggu endorse dari beliau? Karena mau dapat efek daripada kesukaan rakyat sama Jokowi, ketika Jokowi pilih si A. Si A itu akan didukung oleh rakyat yang mendukung Jokowi.
Kenapa saya dukung Jokowi? Karena dia baik. Karena tidak bisa maju tiga kali, ya sudah saya berharap sosok Jokowi bisa menunjuk atau memilih. Kalau beliau kan tipenya tidak bisa langsung tunjuk. Tidak mau. Dan beliau dikatakan mau tiga periode, bohong itu semua! Tidak ada.
Orang dia [Jokowi] tahu UU, beliau juga tahu bahwa posisinya bagaimana. Terus dikatakan lagi, mau anaknya. Tidak juga. Ada yang mengatakan seorang tokoh politik dari partai itu dia bilang Gibran maju jadi Wali Kota Solo [atas] permintaan Jokowi. Tidak, 1.000 persen bohong itu semua, karena saya tahu Jokowi.
Saya mau mengatakan bahwa Jokowi itu orang yang tidak pernah meminta-minta sepengetahuan saya ya. Tapi dia itu diminta, ditunjuk oleh rakyat.
Gibran itu Wali Kota Solo, kan sudah ditunjuk dari DPC siapa yang mau jadi Wali Kota Solo setelah FX Rudy [FX Hadi Rudyatmo]. Cuma orang ini elektabilitas tidak mendukung, makanya orang majukan Gibran.
Sepengetahuan saya, PDIP itu yang mendekatkan diri supaya Gibran maju gitu. Jadi prinsipnya seperti itu. Ada momen-momen seperti ini, ada kesempatan Gibran bersedia ya maju jadi Wali Kota Solo dan bukan karena anak presiden dia terpilih. Dia itu orang yang turun ke masyarakat. Pandemi aja dia nongkrong [ke warga], karena PBB orang yang memberikan dukungan kepada Gibran.
Jadi jangan bilang karena anak presiden terpilih, banyak juga anak gubernur dan wali kota maju kalah. Jadi sosok Gibran ini jangan mentang-mentang anak Jokowi, presiden terus ujug-ujug tidak. Orang tahu kok. Sayang saja, orang PDIP tidak pilih Gibran. Kalau dia pilih Gibran menang telak itu pasti.
Orang Solo itu kalau punya kehendak itu tidak pernah disampaikan, tapi dengan isyarat. Bagaimana ceritanya isyarat Pak Jokowi ini ke Prabowo?
Iya. Saya kan mertua Solo. Istri saya kalau anaknya disakiti, bapak saya itu mukanya gitu aja. Tidak ada ekspresi. Anaknya dibawa senang pun tidak ada ekspresinya. Gua tahu nih karakteristik orang Solo. Ketawa itu belum tentu setuju loh.
Jadi saya melihat kenapa saya dengan Pak Yusril dan PBB berani mendeklarasikan PBB dukung Prabowo pada 30 Juli 2023. Saya hanya lapor Pak Jokowi: 'Bapak, dalam rangka milad PBB, saya mau mengundang Bapak untuk hadir di acara milad PBB. ‘Sekalian ada deklarasi ya,’ kata Jokowi. Kenapa tidak diomongin? 'Maksud saya biar Bapak datang.'
Pada Selasa, 1 Agustus 2023, saya mewakili Kementerian Ketenagakerjaan rapat terbatas soal golden visa. Waktu itu dipimpin langsung Pak Luhut Binsar Pandjaitan. Di situ selesai, saya ngomong sama sespri minta waktu ketemu dengan Bapak [Jokowi].
Di situ saya menyampaikan ‘Pak, terima kasih sudah mengucapkan milad PBB’ terus saya bilang lagi ‘Pak, terima kasih kami sudah mendeklarasikan Pak Prabowo menjadi calon presiden kami, cuma wapresnya masih kosong’ mantap, mantap. Terus dia tanya lagi ‘Pak Prabowo gimana?’. Sesuai dengan omongan awal tegas, punya prinsip, komitmen.
Kemudian ngobrol yang lain, masuklah [soal] Gibran. ‘Pak kalau boleh saya minta izin, Pak, kami PBB dukung Pak Yusril menjadi wapresnya, Pak’.
'Iya silakan, tapi partainya mana? Kursinya mana,' jawab Jokowi.
'Itu dia, Pak, saya minta izin sama Bapak. Kan tidak bisa sama Gerinda saja. Ya mohon doa restu, Pak.'
'Iya coba cari partainya dulu deh gimana,' timpal Jokowi.
‘Kalau tidak bisa Pak, boleh tidak Mas Gibran?' tanya saya ke Jokowi.
‘Wooh, Mas Ferry ini ada-ada saja. Mas Gibran itu masih muda, kemudian baru wali kota tiga tahun,' ujar Jokowi.
Lalu 'Pak, saya ini kan berinteraksi dengan Mas Gibran sejak jadi wakil menteri sudah tiga kali, bagus kok jadi Wali Kota Solo.'
‘Cuma kan, umur di UU tidak boleh 40 tahun, anak saya baru 36,' ujar Jokowi.
Waktu itu [Gibran] belum [genap berumur] 36, baru mau masuk usia 36. Gibran ini kan 1 Oktober dia lahir 1987. Terus Bapak [Jokowi] izin tidak? ‘Duh bagaimana ya, tapi memang kita lihat nanti lah, sampai saat ini saya belum mengiyakan Pak Prabowo juga. Pak Prabowo juga minta agar putra saya maju, tapi saya enggak mengiyakan,' jawab Jokowi.
Akhirnya, saya juga tetap, ‘Pak, PBB tetap mengajukan Pak Yusril, tapi alternatifnya Gibran’.
'Iyalah silakan saja, itu hanya PBB dan hanya Mas Ferry,' ujar Jokowi waktu itu. Dari situ, saya izin Pak Yusril mau menghadap Jokowi minta waktu.
Jadi saya ketemu pada 1 Agustus 2023, kemudian sekitar 9 Agustus 2023 ketemu lah Pak Yusril dengan Jokowi. Di situ kita membahas soal gugatan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan soal umur.
Itu kan ada banyak gugatan, yang mana yang dibahas?
Yang waktu itu yang kita bahas gugatan dari PSI. Jadi Pak Yusril berdiskusi saya ada di sana, ada Pak Pratikno juga. Ini kan sudah kejadian dan ini kan sudah terpilih Mas Gibran. Jadi Pak Yusril ditanya lah sama Jokowi: 'Prof, kok itu bisa 40 tahun ya? Sebelumnya kan 2003 itu sempat 36 tahun.'
Lalu waktu itu Prof masih jadi menteri kan? Iya, waktu itu DPR yang menentukan batas umur amandemen menjadi 40 tahun untuk capres dan cawapres minimal.
Terus sambil bercanda lah Pak Yusril, mungkin pengikut Rasulullah diberi amanah. Jadi tidak ada korelasinya, tidak ada konstitusi dasarnya apa. Jadi itu yang kita sampaikan dengan Pak Jokowi. Termasuk sah-sah saja semua partai yang melakukan judicial review kalau tidak puas. Jadi seperti itu.
Pak Jokowi juga tidak berbicara panjang lebar, cuma bertanya seperti itu. Kemudian beliau juga [bilang] kalau tiga periode sudah tertutup dan tidak mungkin.
Kemudian ini menyangkut sudah dibicarakan menyangkut Ketua Mahkamah Konstitusi yang notabene saudaranya Pak Jokowi. Saya yang ngomong, bukan Pak Yusril.
'Bapak Presiden, izin ini menyangkut dengan Ketua MK [Anwar Usman, ipar Jokowi], ini kan terkait dengan gugatan masalah putra Bapak juga. Jadi harus diantisipasi jangan sampai ini kalau putusannya memihak kepada Mas Gibran nanti seperti apa’. Jadi seperti itu sudah dibicarakan.
Jadi [putusan MK yang] ketok palu 16 Oktober [ternyata] sudah dibicarakan sejak Agustus dengan Jokowi?
Sudah, sudah dibicarakan. Pak Jokowi mengatakan itu [putusan MK] kan kewenangan hakim MK. 'Saya tidak bisa intervensi MK,' kata Jokowi. Jadi prinsipnya, Jokowi tidak bisa melakukan komunikasi dengan MK.
Karena biasalah Jokowi seperti itu, orangnya tidak pernah mengurusi terlalu [banyak] kayak Mahkamah Konstitusi, menurut dia, [MK] ini adalah lembaga yang independen sampai sejauh itu. Artinya, namanya keputusan itu ada pro dan kontra.
Yang kontra pasti tidak setuju UU ini ditetapkan, dan yang pro dengan kebijakan ini berhasil dan menguntungkan pihak tertentu dan ini yang sekarang sedang ramai.
Putusan MK itu diusut oleh MKMK, karena diduga banyak pihak yang mencampuri proses putusan tersebut. Sebagai orang yang ikut membahas sejak lama bagaimana?
Jadi gini, saya diskusi dengan orang yang mengerti hukum termasuk Bang Yusril. Jadi saya tanya: 'Bang, keputusan MK ini bagaimana?' Keputusan MK itu final dan banding. Keputusannya itu final dan mengikat harus dijalankan.
Tapi dalam proses itu mungkin ada hal-hal digugat, ada tidak sesuai dengan etik silakan saja. Namanya putusan itu sudah ditetapkan dan itu mengikat.
Jadi tidak ada alasan juga untuk membatalkan putusan itu. Namun, kalau ada celah misal seperti apa terhadap keputusan itu mungkin etiknya yang dicari kesalahannya. Kalau keputusannya sendiri sudah selesai tidak bisa diganggu gugat.
Jika flashback sedikit, kenapa memilih Gibran Rakabuming Raka, itu tidak pernah diceritakan?
Anak ini kan anak yang lugu dan polos ya kalau saya melihatnya. Beliau jadi Wali Kota [Surakarta] 2020 kemudian terpilih. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai wali kota, banyak hal yang saya lihat yang beliau perbuat.
Termasuk inflasi di Solo itu termasuk rendah. Jadi memang perekonomiannya bagus di saat pandemi [COVID-19]. Terus kemudian Gibran ini anak muda, bisa mewakili segmen milenial dan Gen Z. Ini kan pemilih kita hampir 56 persen lebih anak muda, itu satu.
Kedua, saya melihat bahwa di samping wali kota, anak muda punya prestasi yang baik dan rekam jejak tidak banyak masalah. Artinya, beliau itu sosok wapres kalau diusung jadi wapres tidak membuat presiden keteteran.
Jadi serangan politik Mas Gibran ini soal rekam jejak [bermasalah] tadi diminimalkan sehingga orang tidak membuat kampanye busuk. Rekam jejak baik inilah yang merupakan perhitungan kami.
Komitmen-komitmen lain, mohon maaf ini di luar nalar orang. Jokowi tingkat kepuasan publik kan masih di atas 80 persen. Tapi tidak bisa maju [Pilpres 2024]. Saya pernah memberikan ilustrasi setelah dia lengser kan diteruskan oleh putranya. Jadi saya pikir yang paling tepat meneruskan program Pak Jokowi ya putranya. Namanya Gibran Rakabuming Raka.
Jadi saya pikir terlepas dari pro kontra itu biasalah namanya orang tidak suka, orang suka, itu risiko, kita hadapi. Cuma saya bilang begini kalau Mas Gibran dipilih, bagaimana kita mengantisipasi orang tidak suka menjadi suka atau diamlah setelah menunjukkan Gibran ini punya kapasitas.
Ada yang bilang, ‘ah lu dorong Gibran sama dengan dorong Jokowi lagi.' Itu bagus kalo lu bilang begitu pas. Karena Jokowi tidak bisa melanjutkan, kita majukan anaknya saya bilang. Tapi ada juga yang mengatakan ‘wapres itu kan tidak punya peran kecuali kalau difungsikan’ iya begitu juga. Kenapa harus khawatir?
Perlu dipahami juga kabinet sangat berpengaruh bagaimana kinerja daripada presiden dan wakil presiden. Kabinet yang solid hebat terdiri dari orang-orang hebat dan betul-betul menyambung dengan presiden ini harus dilakukan dan tentu Prabowo bisa.
Ada sisi negatif seperti ini, pertama, Gibran ada di partai lainnya dari PDIP lalu tiba tiba menyeberang di koalisi lain padahal PDIP sudah punya capres sendiri. Kedua, ini jadi kebiasaan buruk karena belum selesai jabatanya lompat jadi jabatan lain. Ketiga, kalau misal diilustrasikan ada semacam dinasti politik. Ini kan salah satu poin yang bisa menjadi kritik. Ini bagaimana?
Kalau menurut saya, Gibran kan sudah mengabdi di PDIP melalui kepala daerah wali kota. Itu yang saya singgung dengan teman-teman PDIP, seharusnya PDIP bangga dong kadernya ditarik partai lainnya untuk maju.
Harusnya bangga kenapa ada kader kita dipilih jadi calon wakil presiden orang nomor dua di republik loh. Persoalan etika bukan etika bukan seperti itu. Saya melihat Gibran kapasitasnya mumpuni makanya saya bilang untuk kepentingan bangsa yang lebih besar, Mas Gibran harus berani maju walaupun bukan dari partainya sendiri, saya gituin Gibran.
Jadi saya mengajak kita berpikir positif ini bukan dinasti kerajaan dan juga perlu diketahui bahwa kerajaan itu tidak dipilih. Ini kan dipilih, rakyat akan memilih nanti setelah Pak Prabowo mengambil Mas Gibran rakyat tidak setuju artinya yang rugi Pak Prabowo kenapa harus takut orang dipilih.
Jadi jangan ngomong dinasti politik kalau dirinya saja dinasti politik. Ketika gagal, baru menghujat orang lainnya tidak baik, menurut saya, ya siapa yang tidak berdinasti?
Terus terang aja Mas Gibran itu orang yang berpikiran rasional dan tidak gampang menerima iya atau tidak, tidak gampang juga mengiyakan dan menidakkan. Termasuk juga kemarin ditawarkan ke Golkar.
‘Saya tanya Mas Gibran masuk Golkar?’
'Tidak, Mas. Saya berdiri di atas semua kelompok Koalisi Indonesia Maju’.
Siapa bilang dia [Gibran] masuk Golkar? Dia tidak masuk sama sekali ini ngomong sama saya langsung. Gibran itu berdiri di atas semua kelompok.
Partai besar saja beliau mau mengatakan bahwa ingin berdiri di atas semua kelompok. Satu lagi tidak enak juga dong dia ada di Golkar, Kaesang ada di PSI. Itu saja sudah dia pikirkan, itu saja hal yang kecil saja kalau Mas Gibran ada di Golkar, Kaesang ada di PSI apa kata orang? Apa kata dunia? Tambah lagi isunya.
Jadi kalau saya sih sudah silakan saja bertanding. Apa kata Jokowi saja, saya tidak memihak pasangan ini, bertanding silakan secara sehat, berdemokrasi secara damai, ketawa, happy, jangan curiga-curiga.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri