tirto.id - Proyek gagah pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni pengembangan Tol Laut, ternyata ditunggangi birokrasi korup.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini mengumumkan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kantor Direktorat Jendral Perhubungan Laut (Ditjen Hubla), Kementerian Perhubungan, yang menangkap pejabat tertinggi di instansi itu. Ditjen Hubla selama ini merupakan ujung tombak pembangunan tol laut.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menyatakan hasil gelar perkara usai OTT itu menetapkan Direktur Jendral Perhubungan Laut (Dirjen Hubla), Antonius Tonny Budiono (ATB) sebagai tersangka penerima suap. Satu tersangka lainnya, yakni Komisaris PT AGK (PT Adhiguna Keruktama) dengan nama inisial APK (Adiputra Kurniawan), disangkakan sebagai pemberi uang sogokan.
Operasi KPK menemukan ada duit suap senilai Rp20,74 Miliar yang diberikan oleh APK terhadap Tonny. Suap itu berkaitan dengan pengerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Tapi, Basaria mengisyaratkan, kasus ini bisa melebar ke sejumlah kegiatan pengadaan dan perizinan di Ditjen Hubla lainnya.
“OTT ini terkait dugaan suap terhadap Dirjen Hubla terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan ditjen Hubla, yang dimulai 2015-2017,” kata Basaria dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta pada Kamis malam (24/8/2017).
Menurut Basaria, OTT KPK kali ini digelar secara maraton dalam dua hari belakangan, yakni sejak Rabu malam hingga Kamis sore (23-24/8/2017).
OTT ini meringkus lima orang di waktu dan tempat berbeda-beda. Kelimanya ialah Dirjen Hubla Tonny Budiono, Komisaris PT AGK berinisial APK, Direktur PT AGK dengan inisial DG, Manajer Keuangan PT AGK berinisial S, dan W yang berstatus sebagai Kepala Sub Direktorat Pengerukan dan Reklamasi, Dirjen Hubla.
Petugas KPK menangkap Tonny di rumah dinasnya Jalan Gunung Sahari Jakarta Pusat, pukul 21.45 WIB, Rabu malam kemarin. Empat orang lainnya ditangkap Kamis. S dan DG di Kantor PT AGK, daerah Sunter Agung, Jakarta Utara, Pukul 10.00 WIB. Sementara APK ditangkap di Apartemennya di Kemayoran, Jakarta pada Kamis sore, Pukul 15.30 WIB. Adapun W, ditangkap di Kantor Dirjen Hubla Kemenhub Pukul 15.00 WIB hari ini. Petugas KPK juga menyegel ruangan kerja dan rumah dinas milik Tonny Budiono serta Kantor PT AGK.
OTT KPK mengamankan 33 tas ransel berisi uang tunai senilai Rp18,9 miliar. Uang itu dalam bentuk dupiah, dolar AS, poundsterling dan ringgit Malaysia. Petugas KPK juga mengamankan empat kartu ATM, dari tiga bank berbeda, yang dipegang oleh Tonny Budiono. KPK juga menyita buku rekening Bank Mandiri, dalam penguasaan Tonny, berisi saldo Rp1,174 miliar.
“Total temuannya, Rp20,74 miliar,” kata Basaria. “Suap ini juga pakai modus baru. Penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM.”
Modus baru yang dimaksud Basaria ialah pemberi suap, yakni APK (Komisaris PT AGK), membuka rekening atas nama orang lain, yang diduga fiktif, dan membuat ATM. APK lalu menyerahkan ATM itu kepada Tonny Budiono sebagai pemberian suap.
“ATB lalu memakai uang itu untuk berbagai transaksi,” ujar Basaria.
Antonius Tonny Budiono, selaku penerima suap, dijerat dengan pelanggaran Pasal 12 huruf a dan b atau pasal 11 UU Tipikor. Sedangkan APK, sebagai pemberi duit sogokan, dijerat dengan pelanggaran Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 huruf b UU Tipikor.
Menanggapi kasus ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta maaf kepada publik saat menggelar konferensi pers pada Kamis siang hari ini. "Saya mengucapkan maaf sedalam-dalamnya kepada masyarakat," kata Budi.
Budi juga menegaskan proyek perhubungan laut tetap berjalan dan tidak terpengaruh dengan kasus ini. "Kami memiliki tim yang cukup banyak, jadi proyek akan tetap berjalan," kata Budi.
Berdasar penelusuran Tirto, PT Adhiguna Keruktama sudah sering memenangkan proyek di Ditjen Hubla Kemenhub. Misalnya, pada 15 Mei 2017 lalu, Pokja Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Tanjung Emas Semarang, Ditjen Hubla, menetapkan PT Adhiguna Keruktama sebagai pemenang lelang proyek.
Proyek itu berkaitan dengan pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Tanjung Emas Semarang Tahun Anggaran 2017. Total harga penawaran final perusahaan itu untuk proyek ini senilai Rp44,518 miliar.
Perusahaan ini sudah langganan memenangkan proyek serupa di tahun-tahun sebelumnya. Pada 2012, PT Adhiguna Keruktama juga memenangkan proyek pengerukan alur pelayaran Tanjung Emas, Semarang. Total nilai pengadaan itu mencapai Rp10,43 miliar.
Selain itu, PT Adhiguna memenangkan lagi proyek yang sama di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, pada 2014, dengan nilai pengadaan Rp66,609 miliar. PT Adhiguna memenangkan lagi proyek Pengerukan Alur Pelayaran Tanjung Emas Semarang di tahun anggaran 2015. Nilai proyek itu sebesar Rp45,886 miliar.
Sementara di tahun 2016, PT Adhiguna juga memenangkan proyek Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Samarinda. Nilai proyeknya, Rp73,509 miliar. Artinya, hampir setiap tahun, perusahaan ini tercatat memenangkan proyek pekerjaan tawaran Ditjen Hubla Kemenhub terkait pengerukan pelabuhan. Lokasi proyeknya kebanyakan di Pelabuhan Tanjung Emas. Padahal di data LPSE, peserta lelang proyek-proyek itu bisa belasan hingga 40-an perusahaan.
Karier Cemerlang Tonny di Kemenhub
Antonius Tonny Budiono resmi dilantik menjabat Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub di masa Menhub Ignasius Jonan, pada 16 Mei 2016. Pelantikan Tonny diklaim melalui proses lelang jabatan. Saat itu, Tonny juga tercatat menjadi Komisaris Utama PT Prima Terminal Peti Kemas, anak perusahaan PT Pelindo I.
Sebelum menjabat Dirjen Hubla, Tonny menempati posisi Staf Ahli Bidang Logistik, Multimoda dan Keselamatan Perhubungan, Kemenhub, sejak 2015. Di saat bersamaan, ia menjabat Pelaksana Tugas Kepala Badan Litbang Perhubungan.
Tonny spesialis di bidang transportasi laut. Pria kelahiran 13 Juli 1958 dan alumnus S1 Teknik Geodesi UGM itu punya karier panjang di Kemenhub sejak 1986 dengan posisi awal Staf Ditnav (Distrik Navigasi). Dia pernah menjadi Kepala Seksi Pengamatan Laut, Direktorat Kenavigasian (1988-1998), Kepala Subdit Bina Sarana dan Prasarana, Direktorat Kenavigasian (1998 – 2002), Kepala Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (2002 – 2009), Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya (2009 – 2010) dan Kepala Distrik Navigasi Kelas I Samarinda (2010 - 2012).
Kariernya menanjak di Kemenhub ketika ditunjuk sebagai Direktur Kenavigasian pada 2012 dan kemudian Direktur Pelabuhan dan Pengerukan di tahun 2015. Puncaknya saat dia dipilih sebagai Dirjen Hubla setahun lalu.
Tonny juga pernah menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus 2016. Penghargaan itu diberikan sebab Tony berkarier selama 30 tahun di Kemenhub tanpa memiliki banyak catatan buruk.
Siaran pers laman Kemenhub soal penghargaan itu mencatat salah satu prestasi Tonny ialah ketika memimpin Tim Operasi SAR yang berhasil menemukan kotak hitam pesawat AirAsia QZ8501. Pesawat nahas itu jatuh di perairan Selat Karimata akhir 2014 lalu.
Tonny saat itu juga dianggap sukses memimpin Ditjen Hubla sebab tak ada kecelakaan terjadi di transportasi laut selama musim angkutan lebaran 2016. Kemenhub juga mengklaim pelayanan penumpang laut saat itu tidak memiliki laporan buruk. Jumlah penumpang juga naik 15 persen dibanding 2015.
Tonny Jadi Dirjen Hubla Kedua Tangkapan KPK
Tonny menjadi Dirjen Hubla menggantikan posisi Bobby Reynold Mamahit. Ironisnya, Mamahit terpaksa melepas jabatannya juga karena tersandung kasus suap, yang ditangani KPK, pada akhir 2015.
Mamahit tercatat memegang jabatan Ditjen Hubla sejak Februari 2013 menggantikan Plt. Dirjen Perhubungan Laut sekaligus Sekjen Kemenhub saat itu, Leon Muhamad. Menhub Ignasius Jonan langsung memberhentikan sementara Mamahit ketika dia ditahan KPK, pada 16 Februari 2017, atau tiga bulan sebelum pelantikan Tonny sebagai Dirjen Hubla.
Sebelumnya, pada 15 Oktober 2015, KPK menetapkan Mamahit sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan APBN tahun anggaran 2011 terkait pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tahap III di Sorong, Papua Barat. Mamahit menjadi tersangka untuk kasus yang terjadi saat dia menjabat Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan, Kemenhub.
Kasus ini juga menjerat seorang pensiunan pejabat Kemenhub, Djoko Pramono. Ketika kasus itu terjadi pada 2011, Djoko Pramono masih berposisi sebagai Kepala Pusat Pengembangan SDM Laut (PPSDML), Ditjen Hubla, Kemenhub. Dia sekaligus berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran di proyek itu.
Setahun sebelumnya, KPK sudah menetapkan dua PNS Kemenhub, yakni Irawan selaku Ketua Panitia Pengadaan dan Sugiarto sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.
Mereka berempat menerima duit suap dari mantan General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan. Budi melobi Mamahit dan Pramono agar perusahaannya memenangkan lelang proyek BP2IP Tahap III di Sorong. Mamahit tercatat menerima duit suap Rp480 juta, Djoko Pramono kebagian Rp620 juta, Irawan mendapatkan Rp350 juta dan Sugiarto kebagian sekitar Rp1 miliar.
KPK menghitung kasus ini merugikan keuangan negara senilai Rp40,193 miliar. Hitungan itu berdasar selisih nilai pekerjaan yang diserahkan kepada subkontraktor (Rp19,462 miliar), kontrak PT Hutama Karya dengan subkontraktor fiktif (Rp10,238 miliar), penggelembungan biaya operasional (Rp7,4 miliar) dan kekurangan volume pekerjaan (Rp3,09 miliar).
Budi Rachmat Kurniawan sudah divonis 3,6 tahun penjara dan denda Rp150 juta, pada 17 Februari 2016. Putusan Mahkamah Agung, pada 27 Mei 2016, menguatkan vonis untuk Budi di pengadilan tingkat pertama.
Sementara Irawan dan Sugiarto masing-masing divonis 2,5 tahun penjara dan harus mengembalikan duit suap. Sedangkan Djoko Pramono, pada 27 Juli 2016, juga sudah menerima vonis 4 tahun dan denda Rp150 juta serta wajib mengembalikan dana suap.
Adapun Mamahit, menerima vonis 5 tahun bui, denda Rp150 juta dan wajib mengembalikan uang suap Rp180 juta. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 10 Agustus 2016, itu mencatat Mamahit sudah mengembalikan Rp300 juta dari total kewajiban Rp480 juta, demikian dilansir Antara.
Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang meminta Mamahit dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah membayar uang pengganti Rp180 juta subsider 9 bulan kurungan.
Kasus Pungli Ditjen Hubla di Masa Tonny
Di masa kepemimpinan Tonny, Ditjen Hubla beberapa kali diterpa isu miring terkait kasus pungutan liar perizinan. Tim Saber Pungli Polri pernah menangkap enam orang terdiri dari sejumlah staf Ditjen Hubla dan seorang calo terkait kasus itu, pada 10 Oktober 2016.
Penangkapan itu terjadi ketika penyidik Polda Metro Jaya menggeledah lantai 6 dan 12 Kantor Kemenhub Jakarta. Penggeledahan itu menyita duit hasil pungli senilai Rp60 juta dan rekening penampungan berisi uang Rp1,2 miliar. Polisi saat itu menyelidiki berkas 152 perizinan transportasi laut dan perkapalan. Nilai pungli beragam, dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Proses penggeledahan ini dipantau langsung oleh Presiden Joko Widodo. "Saya perintahkan tangkap dan pecat oknum yang terbukti, segera hentikan praktik pungli," kata Jokowi di Kemenhub saat itu.
Di kasus ini, tiga pegawai Ditjen Hubla menjadi tersangka. Ketiganya ialah ahli ukur Direktorat Pengukuran Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal, Endang Sudarmono dan Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal, Meizy Syelfiana. Satu tersangka lainnya ialah PNS Golongan 2D di Ditjen Hubla, Abdul Rasyid.
Usai kasus itu, Tonny pernah meminta semua anak buahnya menghentikan praktik Pungli. “Saya berharap segenap jajaran Ditjen Hubla berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat pengguna jasa transportasi laut dengan penuh tanggung jawab, jujur, transparan, dan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,” ujar dia pada 24 Oktober 2016 seperti disiarkan laman Kemenhub.
Tapi, tak lama kemudian, Tim Saber Pungli Polri malah kembali mengungkap kasus pungli, pada 17 April 2017, saat menggeledah Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) di kawasan Pelabuhan Peti Kemas Palaran, Samarinda. Tim gabungan Polri saat itu menyita uang hasil pungli senilai Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.
Kasus ini juga menyita perhatian Jokowi. "Rp6,1 miliar itu adalah angka besar. Pasti sudah dilihat lama. Itu yang ketahuan lho ya. Hati-hati, saya ingatkan," kata Presiden Jokowi, di Singkawang, Kalimantan Barat, tak lama usai penggeledahan itu.
Tepat, sebulan kemudian, 18 April 2017, Tim Saber Pungli Polri juga menangkap lagi sekitar lima petugas Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Teluk Melano, Ditjen Hubla di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Ditjen Hubla Garap Banyak Proyek Kakap
Selama kepemimpinan Tonny, Ditjen Hubla mengawal sejumlah proyek kakap infrastruktur kelautan, terutama terkait dengan program tol laut, dalam setahun belakangan. Sebagian tercatat sudah tuntas dan lainnya dalam pengerjaan.
Misalnya, pada 24 Februari 2017, Tonny pernah merilis pembentukan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Pelabuhan Patimban untuk percepatan dan efektivitas pelaksanaan proyek di Kabupaten Subang, Jawa Barat tersebut.
Salah satu Proyek Strategis Nasional, yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2019, itu akan dibangun dalam tiga tahap. Laporan Antara mencatat pembangunan Pelabuhan Patimban menelan dana senilai total Rp43,22 triliun.
Pada 2019, kapasitasnya baru mencapai 250.000 TEUs dan akan terus meningkat setiap tahunnya sekitar 350.000 TEUs. Pada 2037, Pelabuhan Patimban ditargetkan mampu menampung kontainer sebanyak 7,5 juta TEUs dan kendaraan sebanyak 500.000 unit.
Komposisi pembiayaan pembangunan Pelabuhan Patimban berasal dari beragam sumber. Sekitar 71 persennya adalah pinjaman dan akan dipakai untuk breakwater, pengerukan, reklamasi, dermaga dan seawall, trestle, dan jalan akses.
APBN menjadi sumber bagi 19 persen dari total dana kebutuhan, dan digunakan untuk pengadaan lahan 360 ha dan pajak 10 persen. Sisanya, 10 persen dari total dana kebutuhan, untuk peralatan dan pengoperasian, akan bersumber dari kerja sama pemerintah dan swasta.
Ditjen Hubla Kemenhub juga mengawal perjanjian kontrak pengoperasian empat dari tujuh trayek tol laut yang diberikan kepada swasta. Pernyataan Tonny di Antara, pada 15 Mei 2017, menginformasikan kontrak itu ditarget tuntas pada Juni 2017.
Dalam pengoperasian trayek tol laut oleh swasta, pemerintah telah menyiapkan subsidi sebanyak Rp200 miliar. "Tiga swasta sudah jalan sejak April. Rencananya swasta itu tujuh dengan tiga yang sudah berjalan. Masih butuh empat lagi, diharapkan Juni sudah ada," ujar Tonny saat itu.
Pada Senin kemarin (21/8/2017), Ditjen Hubla juga baru saja meluncurkan 1 (unit) kapal perintis tipe 1200 GT di Galangan Kapal PT. Pahala Harapan Lestari Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, demikian siaran pers laman Kemenhub.
Kapal bernama KM Sabuk Nusantara 96 itu merupakan salah satu dari 100 kapal perintis yang dibangun pada tahun 2015-2017 dengan dana APBN senilai 53,88 Miliar Rupiah dalam jangka waktu pekerjaan 25 bulan.
Ditjen Hubla juga kebagian jatah anggaran APBN lumayan besar pada tahun anggaran 2017. Berdasar siaran laman Kemenhub, Ditjen Hubla menerima jatah Pagu Anggaran senilai Rp11,56 Triliun. Nilai itu setara seperempat dari total anggaran APBN untuk Kemenhub pada 2017 sebesar Rp45,98 Triliun.
Dari anggaran Rp11,56 Triliun itu, bidang lalu lintas dan angkutan laut menyerap Rp3,96 triliun, serta bidang pelabuhan dan pengerukan Rp2,3 triliun. Selain itu, bidang perkapalan dan kepelautan menyerap Rp68,9 miliar, bidang kenavigasian Rp1,48 triliun, bidang kesatuan penjagaan laut dan pantai Rp111,4 miliar. Sisanya, sebesar Rp3,6 triliun untuk dukungan manajemen dan teknis.
Selain itu, selama 2017, Ditjen Hubla tercatat berencana menyelenggarakan 776 paket kegiatan yang dikontrakkan senilai Rp7,87 Triliun. Sekitar 303 pengadaan sudah dilelang pada Februari 2017.
Adapun program prioritas Ditjen Hubla selama 2017 ialah pembangunan kapal perintis 50 unit, pembangunan kapal semi kontainer 15 unit, dan pembangunan kapal ternak 5 unit. Lainnya, penyelenggaraan angkutan penumpang perintis 96 trayek, penyelenggaraan angkutan barang Tol Laut 13 trayek, penyelenggaraan angkutan kapal ternak 1 trayek, dan pembangunan fasilitas pelabuhan di 62 lokasi.
Prioritas Ditjen Hubla lainnya ialah pengerukan alur pelayaran di 9 lokasi, pembangunan kapal kenavigasian 15 unit, pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 67 Unit, pengadaan fasilitas telkompel 7 Unit, serta sertifikasi pelaut sekaligus pengembangan sistem informasi untuk sertifikat dan buku pelaut.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti