tirto.id - Pasal 374 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) berisi keterangan tindakan mengenai penggelapan barang. Apa isi pasal penggelapan ini dan unsur-unsur yang terkait?
Dalam KUHP, pasal penggelapan berkumpul di BAB XXIV - Penggelapan. Tindak pidana ini diatur dari Pasal 372 KUHP sampai Pasal 377 KUHP.
Ada pun pada Pasal 374 KUHP, penggelapan lebih spesifik pada tindak pidana dengan kondisi tertentu. Hal ini berbeda dengan Pasal 372 KUHP yang mengatur tentang pidana penggelapan secara umum. Pasal 374 KUHP beserta unsur-unsurnya merupakan pasal penggelapan dengan pemberatan.
Isi dan Bunyi Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan
Pasal 374 mengatur hukuman bagi kasus penggelapan yang termaktub dalam KUHP di Buku Kedua - Kejahatan. Berikut ini bunyi Pasal 374 KUHP:
"Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun."
Berdasarkan isi pasal 374 KUHP tersebut, ada beberapa unsur yang membuat sebuah tindak pidana penggelapan menjadi disertai pemberatan. Unsur Pasal 374 KUHP tersebut menunjukkan barang yang dalam kekuasaan pelaku disebabkan karena:
- adanya hubungan kerja;
- mata pencaharian atau profesi,; dan
- mendapatkan upah untuk hal tersebut
Hal ini membuat tindakan penggelapan disertai pemberatan. Pelaku seharusnya lebih memperhatikan keselamatan dan pengurusan barang yang diamanahkan padanya. Ia tidak seharusnya melakukan penyalahgunaan kepercayaan.
Hukuman Pasal 374 KUHP, Apakah bisa Ditahan?
Pasal 374 KUHP ancaman hukuman yang diberikan kepada pelaku penggelapan yaitu pidana paling lama lima tahun. Dalam pasal penggelapan ini tidak ada hukuman denda.
Di samping itu, tersangka yang terjerat hukum dengan Pasal 374 KUHP bisa saja menjalani penahanan. Namun, ada prosedur yang tetap harus diikuti pihak berwenang sebelum melakukan penangkapan.
Status tersangka akan diberikan pada seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal dua alat bukti permulaan. Menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti dapat berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, atau keterangan terdakwa.
Terkait dengan penahanan, pada Pasal 19 ayat 2 KUHAP diterangkan bahwa penangkapan bisa dilakukan pihak berwenang jika tersangka mangkir dari panggilan resmi tanpa alasan sebanyak dua kali berturut-turut. Tersangka bisa pula ditangkap apabila pihak berwenang khawatir tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidananya sesuai Pasal 21 ayat 1 KUHAP.
Bunyi Pasal 488 UU 1/2023
KUHP yang lama akan digantikan dengan KUHP baru yang diundangkan pada 2023 lalu melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 (UU 1/2023). Pasal 374 KUHP digantikan dengan Pasal 488 UU 1/2023. Penerapan semua pasal KUHP baru dalam UU 1/2023 baru dilakukan tiga tahun setelah diundangkan, atau pada tahun 2026.
Ada pun bunyi Pasal 488 UU 1/2023 sebagai berikut:
"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta."
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar