Menuju konten utama
Ketahanan Pangan

Bulog Gencar Operasi Pasar Beras, Efektif Atasi Kenaikan Harga?

Beras dengan merek dagang SPHP ini siap membanjiri pasar-pasar di seluruh daerah. Efektifkah mengatasi kenaikan harga beras?

Bulog Gencar Operasi Pasar Beras, Efektif Atasi Kenaikan Harga?
Kepala Perum Bulog Sumbar Sri Wulan Astuti melihat beras SPHP yang disembunyikan pedagang saat melakukan Grebek Pasar di Pasar Raya Padang, Sumatera Barat, Senin (28/8/2023). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom.

tirto.id - Perusahaan Umum Bulog (Perum Bulog) tengah mencari formula untuk menekan kenaikan harga beras yang belakangan ini terjadi. Salah satunya lewat operasi pasar beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Beras dengan merek dagang 'SPHP' ini siap membanjiri pasar-pasar di seluruh daerah melalui pedagang pengecer dan juga tersedia di retail-retail modern.

SPHP adalah program yang diluncurkan pemerintah sebagai bentuk lain operasi pasar (OP) yang sebelumnya dilakukan untuk mengintervensi pasar. SPHP menggunakan beras cadangan pemerintah di gudang Perum Bulog dan beberapa di antaranya berasal dari impor yakni Vietnam dan Thailand.

“Itu, kan, bagian dari cara atau metode yang kita pilih harapannya langsung kepada masyarakat," kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Awaludin Iqbal saat dihubungi Tirto, Selasa (5/9/2023).

Bulog meyakini dengan adanya intervensi melalui operasi pasar, maka akan lebih mudah dan dekat langsung kepada pengecer. Di samping potensi penyimpangan terjadi di lapangan dapat diminimalisasi, sehingga penyalurannya diharapkan bisa lebih masif.

“Dan jarak rantai distribusi itu lebih dekat pertimbangannya seperti itu,” ujarnya.

Sebagai informasi, harga beras premium SPHP yang ditawarkan Bulog saat ini dibandrol Rp47.000 per 5 kilogram (kg). Harga beras premium ini jauh lebih murah atau setara dengan harga beras medium di tingkat pedagang pasar.

Sebagai perbandingannya saja, rerata harga beras medium yang dilansir dari website Badan Pangan Nasional mencapai Rp12.510 per kg dari yang sebelumnya Rp12.430 per kg. Kenaikan harga beras medium telah merambah ke beberapa tempat.

Harga beras medium paling mahal dibanderol Rp30.000 per kg di Kabupaten Puncak, Papua. Sedangkan, untuk yang paling murah dipatok Rp10.000 per kg di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tidak hanya beras medium, beras premium juga turut mengalami kenaikan harga. Rerata harganya mencapai Rp14.170 per kg dari sebelumnya Rp14.130 per kg.

Sedangkan bila dibandingkan dengan harga yang ditawarkan Bulog, beras premium yang saat ini dijual di seluruh pasar DKI Jakarta memang lebih mahal. Berdasarkan data Info Pangan Jakarta per Selasa (5/9/2023), harga beras sentra I/premium dibanderol Rp13.506 per kg. Jika masyarakat membeli sebanyak 5 kg, maka harus merogoh kocek senilai Rp67.530.

“Sekarang masyarakat bisa dapat beras dari Bulog, dari SPHP ini, ada di seluruh pasar, jadi berasnya beras premium, harganya murah, satu kantong itu Rp47.000, 5 kg," kata Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso saat melakukan Grebek Pasar di Pasar Perumnas Klender, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dari sisi harga, lanjut Awaludin, harga beras ditawarkan Bulog tidak sama tergantung wilayah zona masing-masing. Hal ini mengacu kepada Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.

Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET beras medium senilai Rp10.900/kg sedangkan beras premium Rp13.900/kg. Zona II meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan, HET beras medium sebesar Rp11.500/kg dan beras premium Rp14.400/kg.

Zona ke III meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800/kg. “Dan masing-masing wilayah ada harga yang beda-beda. Indonesia terbagi tiga zona ada zona I, II dan III dan harganya berbeda," ujarnya.

Efektifkah Meredam Kenaikan Harga?

Jika merujuk SPHP dari April sampai saat ini, langkah yang dilakukan Bulog dinilai akan efektif bila volume SPHP besar. Periode April-Juni, rerata SPHP hanya Rp19 ribuan per bulan. Volume SPHP kemudian naik pada Juli-Agustus: sekitar Rp59 ribu per bulan.

“Volume penyerapan SPHP tidak besar, dugaan saya, karena ada perubahan mekanisme penyaluran. Jika semula bisa menggunakan distributor dan pedagang besar, sekarang ke ritel, pasar tradisional, supermarket. Volume penyaluran tergantung serapan pasar,” ujar Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori kepada Tirto.

Pengubahan skema penyaluran ini dinilai Khudori membuat penyelewengan pada operasi pasar di skema sebelumnya bisa ditekan. Selain perubahan skema penyaluran, kemasan beras Bulog sekarang juga dibuat 5 kg dari sebelumnya 50 kg.

SPHP, lanjut Khudori, sebetulnya efektif apabila dibarengi dengan penyaluran bansos. Itu terasa saat bansos beras Maret-Mei disalurkan yang penyalurannya sampai Juni 2023: harga relatif stabil dan inflasi beras rendah.

“Ini menunjukkan, skema penyaluran langsung ke sasaran itu lebih efektif meredam harga. Karena penerima bantuan tidak berburu beras ke pasar. Ini mengurangi tekanan pada harga beras di pasar. Untuk penjualan di loka pasar yang harganya tidak sesuai, sebaiknya ditindak. Agar tidak merusak pasar," ujarnya.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda megamini, operasi pasar menjadi salah satu instrumen yang digunakan untuk meredam kenaikan harga suatu komoditas, dalam hal ini beras. Namun untuk membuat efektif, pemerintah perlu melihat distribusi barang dan target pasar-nya yang tepat.

“Target pasar beras premium, kan, ada di supermarket dan ritel modern, saya rasa pas kalau penyalurannya ke sana. Bisa di beberapa toko beras, tapi memang target pasar toko tersebut juga tepat," katanya kepada Tirto.

Sementara untuk masyarakat menengah ke bawah, memang akan terlalu berat untuk beli beras langsung 5 kg walaupun harga per kg-nya lebih murah. Oleh karenanya, penyaluran Bulog harusnya memang langsung ke konsumen melalui supermarket, toko beras dan lainnya.

Selama ini, SPHP dilepas ke toko besar yang notabene membuat rantai distribusi yang panjang. Akhirnya konsumen menikmati harga yang lebih tinggi. Selain itu, penjual juga bebas menentukan harganya setelah penyerahan dari Bulog, tak ayal harga di online jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.

Dari penelusuran Tirto, harga beras premium dengan merek SPHP ukuran 5 kg dijual di beberapa marketplace di atas harga ditawarkan Bulog. Pemilik akun mk_shop33 misalnya menjual seharga Rp68.000 per 5 kg dengan keterangan deskripsi beras SPHP medium Bulog.

Di marketplace lainnya, Tirto juga menemukan beras medium SPHP harganya di atas Rp47.5000 per 5 kg. Pemilik toko King Durian 84 berlokasi di Abadijaya, Kota Depok menjual produk Bulog seharga Rp62.500 per Kg.

“Beras SPHP ini merupakan beras grade premium yang dijual seharga beras medium, sehingga memiliki harga yang lebih rendah dari beras premium lainnya,” tulis deskripsi toko tersebut.

Gerakan Siap Jaga Harga Pasar di Kediri

Warga antre membeli beras saat pasar murah gerakan Siap Jaga Harga Pasar (SIGAP) melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Kantor Kecamatan Pagu, Kediri, Jawa Timur, Selasa (29/8/2023). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/rwa.

Perlunya Pengawasan

Untuk menertibkan pedagang marketplace nakal, Khudori mendorong Perum Bulog untuk bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Cara ini bisa dilakukan untuk menertibkan marketplace nakal yang menjual harga di atas HET.

“Mesti kerja sama dengan Kominfo untuk mengawasi ini. Mesti diperingatkan karena untuk jual lagi, kan, ada syaratnya berapa harga jual. Kalau bandel, ya di-take down," ujarnya.

Sementara itu, Awaludin justru menyikapi santai. Menurutnya perbedaan harga dijual di marketplace dengan dijual Bulog wajar saja terjadi. Karena ada biaya ongkos kirim yang ditanggung oleh penjual untuk barang bisa sampai ke tangan konsumen.

“Kita sendiri ketika datang ke pasar, kan, ada cost. Ini harus dipisahkan berapa harga jual beras dan berapa biaya pengiriman karena untuk sifatnya pembelian seperti ini. Harga ditingkat konsumen, kan, bukan di rumah, tapi di pasar atau di toko terdekat," ujarnya.

Dalam segi pengawasan, Awaludin mengklaim, sudah dilakukan oleh masing-masing institusi maupun instansi dalam keterlibatan proses SPHP ini. Dalam hal ini ada Badan Pangan Nasional yang terkait dan berkepentingan secara langsung, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan, serta Badan Pusat Statistik (BPS) yang melakukan pencatatan.

“Itu adalah institusi yang secara langsung melakukan pengawasan dan pemantauan dalam pelaksanaan operasi pasar atau yang kita sebut SPHP. Harapannya kalau memang ada temuan seperti itu berarti dilakukan dengan tindakan sesuai kewenangan masing-masing," ujarnya.

Bulog siapkan beras medium kemasan 5 kilogram

Pekerja mengangkut stok beras kualitas medium kemasan 5 kilogram di gudang Bulog Serang, Banten, Senin (31/7/2023).ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/rwa.

Harga Baik untuk Petani

Terlepas dari hal di atas, pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa justru melihat, harga beras yang terbilang mahal saat ini menjadi momentum titik balik bagi petani. Apalagi harga gabah kering panen hampir menyentuh level Rp7.000 per kg, sementara produksinya cuma Rp5.867 per kg.

Merujuk data BPS, selama Agustus 2023 rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani Rp5.833 per kg atau naik 3,62 persen dan di tingkat penggilingan Rp5.979 per kg atau naik 3,74 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya.

Sementara rata-rata harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani Rp6.760 per kg atau naik 5,82 persen dan di tingkat penggilingan Rp6.868 per kg atau naik 5,57 persen.

“Sehingga dengan harga saat ini petani akan bergairah tanam, dengan bergairah tanam pemerintah terselamatkan," ujarnya saat dihubungi Tirto.

“Tapi kala konsumen berteriak terlalu kencang, lalu pemerintah mengambil langkah intervensi berlebihan, celaka lagi petani,” kata dia menambahkan.

Oleh karena itu, Andreas yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu menyarankan, agar Bulog mempertahan harga saat ini. Bukan sebaliknya menurunkan. "Karena itu yang menyelamatkan masa depan pangan kita masa depan," imbuh dia.

Dia menuturkan, selama ini pemain-pemain beras dalam posisi rugi. Ini karena mereka harus membeli bahan baku yang lebih mahal dibanding harga yang dia bisa jual ke pasar.

“Karena di tingkat konsumen tidak bisa ikuti harga di tingkat produsen. Karena misalnya beberapa penggilingan ingin pertahankan konsumen, kalau dinaikan konsumen lari, sehingga dia harus menekan harga sedemikian rupa walaupun itu rugi,” kata dia.

Seharusnya, kata Andreas, pemerintah melihat ke arah sana. Karena berdasarkan catatannya bertahun-tahun petani rugi terus, tidak ada untungnya. Bahkan hingga 2021-2022 nilai kerugiannya mencapai Rp80 triliun per tahun.

“Hitungan sederhana saja dari produksi padi yang saat ini mencapai Rp5.670 per kg dengan HPP yang ditetapkan pemerintah sebelumnya 4.200. Ini ruginya Rp80 triliun per tahun ini harus dibalik pemahamannya," ujarnya.

Oleh sebab itu, dengan harga saat ini petani baru mendapatkan keuntungan. Sehingga mau tidak mau akan terbentuk harga keseimbangan baru. “Karena apa? Petani dengan kondisi saat ini bergairah," tutupnya.

Baca juga artikel terkait BERAS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz