Menuju konten utama

Buka Hati Lagi Setelah Diselingkuhi, Tak Semudah Itu

Pengalaman diselingkuhi dapat menimbulkan trauma untuk berelasi lagi. Butuh proses bertahap untuk pulih dan kembali percaya diri.

Buka Hati Lagi Setelah Diselingkuhi, Tak Semudah Itu
Header diajeng Buka Hati Setelah Diselingkuhi. tirto.id/Quita

tirto.id - “Sudah waktunya untuk pergi (tinggalkan semua).

Tinggalkan semua kenangan antara kita.

Mengapa kau begitu tega.

Bermain di belakangku?”

Sebagian dari kamu mungkin familiar dengan cuplikan lagu Tega dari Tiara Andini di atas, terutama saat berselancar di TikTok. Pertengahan tahun lalu, lagu ini sempat marak jadi backsound video tentang perselingkuhan artis.

Sedihnya, perselingkuhan juga dialami oleh Diandra (bukan nama sebenarnya). Perempuan berusia 28 tahun ini masih kesulitan lepas dari trauma perselingkuhan yang dilakukan mantan kekasihnya.

"Aku masih dalam fase berproses. Terus terang tiga tahun belum cukup bagiku untuk membuka hati lagi. Biar saja hidupku dibilang seperti drakor bertema perselingkuhan. Toh yang menjalani, aku sendiri," ujar Diandra mencoba tegar.

Perselingkuhan yang dilakukan mantan kekasihnya sangat membekas di hati Diandra. Jalinan kasih selama lima tahun yang dijalani bersama, kandas oleh kehadiran orang ketiga—teman kantor mantan kekasih.

Akhirnya, mantan kekasih Diandra memilih untuk pergi bersama si orang ketiga. Sempat terucap, Diandra sudah enggan membuka hati, pacaran lagi, bahkan untuk menikah nanti.

Tak henti-hentinya Diandra bertanya-tanya, bagaimana mungkin kekasihnya bisa berselingkuh, padahal awalnya ia adalah sosok yang sangat mencintainya?

Nessi Purnomo, M.Si., Psikolog, Psikolog Klinis menjelaskan, “Umumnya, seseorang berselingkuh ketika ia punya suatu kebutuhan tertentu yang tidak bisa ia dapatkan dari pasangannya. Kebutuhan apa itu, bisa macam-macam.”

Nessi melanjutkan, “Kita bisa berangkat dari teori love language atau bahasa cinta. Orang punya berbagai cara untuk menyatakan cintanya. Ketika apa yang dibutuhkan seseorang tidak didapatkan dari pasangannya, bisa jadi komunikasinya tidak terlalu baik, sehingga ia tidak cukup terbuka dan berani menyampaikan apa yang menjadi kebutuhannya.”

diajeng Buka Hati Setelah Diselingkuhi

Ilustrasi wanita sedih berbaring di macaroon. (FOTO/iStockphoto)

“Karena tidak disampaikan, pasangannya tidak mengerti. Ketika ia bertemu dengan orang lain, orang itu bisa memenuhi apa yang ia butuhkan. Hal itu bisa menjadi salah satu kemungkinan orang untuk berselingkuh,” jelas Nessi.

Kemungkinan lain, ada juga orang yang bahkan tidak memahami apa yang menjadi kebutuhannya sehingga ia merasa tidak bahagia. Dalam benaknya, mungkin ia berpikir, “Ada yang kurang dengan pasanganku. Aku cari yang lain saja.”

Ada juga orang yang cenderung mudah bosan dan suka sensasi. Ada masanya ia menjalin hubungan dengan seseorang. Namun, apabila merasa sudah cukup kenal, sudah hapal dan paham karakter pasangan, dan terbiasa dalam ritme pacarannya, ia akan menganggap hubungan tersebut tidak seru.

Menurut Nessi, berselingkuh bukan faktor keturunan, melainkan sebuah perilaku yang ditiru. Misalnya, anak melihat orang tuanya berselingkuh. Bisa jadi ia membenci hal yang dilakukan orang tuanya, sehingga ia tidak mau menirunya. Di lain sisi, bisa juga secara tidak sadar ia memodeli atau meniru polah salah orang tuanya—melihatnya sebagai kewajaran.

Namun, belum tentu anak ikut berselingkuh apabila orang tuanya berselingkuh. Perlu dilihat detail per kasus. Selain itu, perselingkuhan juga bisa dilakukan berulang karena ada beberapa orang yang cenderung melakukannya karena ada kesempatan kedua.

"Apa lagi yang kamu mau?

Semua sudah kuberi, walau terus disakiti.

Ternyata cintamu selama ini.

Begitu besar dan tulus hanya untuknya."

Lanjutan lagu Tiara seolah mewakili isi hati semua orang yang pernah tersakiti akibat perselingkuhan. Menurut Nessi, yang paling menyakitkan bagi orang yang diselingkuhi adalah asumsi dan sebuah keyakinan bahwa dirinya lebih buruk.

Pihak yang diselingkuhi merasa tidak lebih baik daripada “saingannya” alias selingkuhan si kekasih. Perasaannya tidak dipilih karena sang pacar memilih orang lain. Tentu, perasaan itu menyakitkan.

Kemarahan akibat diselingkuhi dapat meluap ke luar (ke pasangan kita) dan ke dalam (ke diri kita sendiri). Ini terjadi karena kita merasa tidak bisa seperti si selingkuhan—tidak bisa secantik, sepintar, atau seseksi dirinya.

Memulihkan diri dari trauma perselingkuhan adalah perjalanan menantang yang butuh kesabaran. Terapis pernikahan dan keluarga berlisensi John Kim, LMFT mempunyai saran untuk membantumu memulihkan diri.

Sebagaimana Kim paparkan di Psychology Today, langkah pertama menuju penyembuhan adalah mengakui, memvalidasi perasaanmu, dan menerima gejolak emosi yang kamu alami.

Biarkan dirimu merasakan berbagai emosi, seperti kemarahan, kesedihan, kebingungan, dan bahkan pengkhianatan. Perasaan-perasaan ini adalah reaksi normal terhadap pelanggaran kepercayaan.

Kemudian, izinkan dirimu untuk berduka atas hubungan yang pernah kamu jalani, dengan menyadari bahwa proses penyembuhan ini akan melibatkan pasang surut.

Kamu perlu memberikan dirimu waktu untuk sembuh—at your own pace—tanpa terburu-buru atau menekan emosimu. Perlu diingat, perselingkuhan adalah sebuah kehilangan. Sangat penting untuk membiarkan dirimu berduka atas hilangnya kepercayaan, hancurnya impian, dan masa depan yang pernah kamu bayangkan bersama pasangan.

Langkah selanjutnya, jangan lupa luangkan waktu untuk merawat diri sendiri. Di tengah kekacauan emosi, penting untuk memprioritaskan perawatan diri. Fokuslah pada aktivitas yang membantu meningkatkan kesehatanmu, seperti olahraga, meditasi, melakukan hobi, atau menghabiskan waktu di alam. Penuhi kebutuhan tubuhmu dengan makanan sehat dan pola tidur teratur.

Nessi menambahkan, “Kalau ada sebuah pengalaman yang membuatmu trauma untuk menjalani relasi dekat dengan seseorang, tanyakan pada diri sendiri. Kenapa, pengalaman yang mana? Setelah tahu namun masih bingung harus bagaimana atau bahkan belum bisa mengetahuinya, cari dukungan dan lakukan komunikasi. Kamu tetap harus berbicara dengan seseorang.”

Kamu bisa mengobrol dengan teman dekat, anggota keluarga yang dipercaya, atau tenaga profesional yang dapat memberikan ruang aman bagimu untuk mengekspresikan emosi tanpa menghakimi, dan membantu menemukan apa yang sebenarnya membuatmu trauma.

Kemudian, pelan-pelan, cobalah untuk “menggeser” trauma itu. Jadikan trauma itu sebuah pengalaman yang dapat dijadikan pelajaran. Berbagi perasaan dan pikiran dengan seseorang yang kamu percaya dapat membantu meringankan beban yang kamu pikul, mengatasi emosimu, dan mendapatkan wawasan berharga.

diajeng Buka Hati Setelah Diselingkuhi

Ilustrasi pertengkaran sepasang kekasih. (FOTO/iStockphoto)

Nah, seandainya, dalam proses ini, kamu bertemu dengan orang baru yang menaruh perhatian padamu, apa yang dapat dilakukan?

Nessi memberi masukan. Saat kita berelasi dekat dengan seseorang, kita spontan menggunakan hati. Sedapat mungkin, upayakan untuk tetap gunakan logika, ya!

Kita bisa tahu pasangan kita kelak akan selingkuh atau tidak dengan melihat kesesuaian atas beberapa hal. Misalnya, ia mengaku pergi ke acara kantor. Setelah dicek, ternyata kantor sedang tidak membuat acara. Kantor mana yang didatangi?

Sekali lagi, jaga logika. Pada awal-awal PDKT, biasanya logika ini belum jalan. Ini wajar, tidak apa-apa. Setelah beberapa waktu, kita perlu mulai menyeimbangkan antara hati dengan logika.

Semuanya butuh proses. Itulah sebabnya sebelum kamu menjalin sebuah hubungan serius dengan seseorang, bahkan berniat sampai ke jenjang pernikahan, kamu harus mengenal calonmu dekat-dekat untuk mendapatkan gambaran besar tentangnya.

Ajukan pertanyaan pada diri sendiri, “Bagaimana diriku ketika sedang bersamanya? Bagaimana hubungan ini berlanjut dengan si dia?”

Tentu, perjalanan ke depan setelah diselingkuhi tidak akan mudah. Meski begitu, dengan memprioritaskan kesehatanmu, mencari dukungan, dan mengupayakan komunikasi yang terbuka dan jujur, kamu dapat menemukan jalan menuju penyembuhan hati dan pertumbuhan pribadi.

Ingat, proses penyembuhan setiap individu itu unik. Tidak ada timeline yang pasti untuk pemulihan sampai sempurna. Butuh kesabaran, dan kamu pasti bisa!

Baca juga artikel terkait DIAJENG atau tulisan lainnya dari Glenny Levina

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Glenny Levina
Penulis: Glenny Levina
Editor: Sekar Kinasih