tirto.id - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengatakan kubah lava Gunung Merapi saat ini dalam kondisi yang stabil dan volumenya relatif sama sejak 22 Januari 2019.
"Kubah lava dalam kondisi yang stabil. Volumenya pun relatif tetap sejak 22 Januari yaitu 461.000 meter kubik," kata Kepala Seksi Gunung Merapi pada BPPTKG, Agus Budi Santoso di Yogyakarta, Kamis (21/2/2019).
Agus mengatakan dengan kondisi seperti ini masyarakat tidak perlu khawatir dengan aktivitas Gunung Merapi berupa guguran awan panas yang mengarah ke Sungai Gendol beberapa hari ini.
Agus menambahkan, jika seluruh kubah lava yang ada saat ini runtuh maka jarak luncur guguran masih berada dalam batas aman yang ditetapkan oleh BPPTKG yaitu tiga kilometer dari puncak.
"Yang justru perlu dikhawatirkan adalah jika suplai magma mengalami peningkatan yang signifikan. Tentu saja, peningkatan suplai magma tersebut akan bisa diketahui karena ada indikasinya. Sejauh ini, kami tidak melihat indikasi tersebut," katanya.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, suplai magma Gunung Merapi saat ini masih dalam kategori rendah sehingga guguran yang terjadi tidak terlalu banyak dan jarak luncurnya tidak terlalu jauh.
Berdasarkan pemantauan BPPTKG, pertumbuhan kubah lava rata-rata sebanyak 3.000 meter kubik per hari dengan intensitas guguran yang masih rendah, bila dibanding guguran saat erupsi Gunung Merapi 2006 dan 2010.
Pada saat itu guguran mencapai puluhan bahkan seratusan kali per hari.
"Dari pemantauan yang kami lakukan, juga tidak terlihat adanya deformasi. Deformasi nihil. Status gunung pun masih tetap waspada," kata Hanik.
BPPTKG menetapkan status waspada Gunung Merapi sejak 21 Mei 2018 usai terjadi beberapa kali letusan freatik.
Meskipun sejak 29 Januari muncul awan panas guguran pertama disusul beberapa kejadian berikutnya, namun BPPTKG masih menetapkan status level II untuk Gunung Merapi hingga saat ini.
"Pada 29 Januari terjadi tiga kali awan panas guguran. Kejadian yang sama juga terjadi pada 7 dan 11 Februari dan kejadian awan panas guguran paling banyak terjadi pada 18 Februari dengan tujuh kali kejadian," katanya.
Meskipun terjadi beberapa awan panas guguran, namun Hanik mengatakan, jarak luncurnya tergolong pendek dan masih dalam batas radius aman yang ditetapkan BPPTKG.
"Luncuran terjauh adalah dua kilometer mengarah ke Sungai Gendol. Selanjutnya, terjadi beberapa kali guguran dengan jarak luncur beragam," katanya.
Hanik menambahkan, BPPTKG akan mengevaluasi rekomendasi tingkat aktivitas Gunung Merapi jika terjadi luncuran atau potensi awan panas dengan jarak lebih dari tiga kilometer.
"Untuk saat ini, masyarakat diharapkan tidak panik dan tetap waspada. Potensi guguran masih ada sehingga warga atau wisatawan di alur Sungai Gendol dan sekitarnya harus tetap waspada, serta mengantisipasi potensi gangguan abu vulkanik serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat hujan," katanya.
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Nur Hidayah Perwitasari