tirto.id - Bening (31) sebagai pemelihara anabul –anak bulu, istilah untuk hewan peliharaan– kucing merasa bungah ketika mendengar gagasan “BPJS Hewan” yang baru-baru ini dilontarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Menurutnya, wacana ini merupakan bentuk kepedulian terhadap kesejahteraan hewan-hewan.
Bening menilai gagasan ini genting lantaran biaya perawatan hewan tidak murah. Itu mengapa ia juga tak merekomendasikan seseorang untuk punya hewan peliharaan jika tak mampu merawatnya.
“Tapi mungkin perlu persyaratan yang lebih ketat –kayaknya ya, misalnya background check pemiliknya, apakah tanggung jawab dan kapabel secara finansial atau nggak? Terus mungkin bisa dibikin skema khusus buat temen-temen pengelola shelter terkait BPJS hewan ini,” kata Bening saat dihubungi Tirto, Jumat (13/6/2025).

Konsep “BPJS hewan” ini juga tak seperti jaminan kesehatan untuk manusia. Kata “BPJS”, cuman sebagai terminoligi. Program yang digagas Pemprov DKI Jakarata, pada dasarnya ini adalah program perluasan jangkauan layanan kesehatan dan pemasangan mikrocip.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok, menyebut program ini sebagai wadah pemerintah untuk memberikan subsidi kepada masyarakat kurang mampu yang memiliki hewan peliharaan
"Sebenarnya namanya BPJS itu hanya istilah (terminologi) saja. Jadi, itu masih wacana, masih gagasan. Perlu dikaji lebih komprehensif lagi karena banyak sekali pihak yang terlibat," kata Hasudungan usai acara East Jakarta Agriculture Festival (EastJakFest) di Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB) Jakarta Timur, Jalan Haji Naman, Pondok Kelapa, Duren Sawit, seperti dilaporkan Antara, Selasa (10/6/2025).

Selain menyasar warga kurang mampu, subsidi kesehatan untuk hewan juga diberikan kepada orang-orang yang menyelamatkan dan menemukan hewan terlantar di jalanan sehingga biaya perawatannya akan lebih ringan. Perbedaan program ini dengan sterilisasi hewan terletak pada kelengkapan pelayanan kesehatan hewan tersebut.
"Sementara yang kita harapkan itu pelayanan kesehatan. Misalnya pengobatan, kemudian juga nanti mungkin ada penyuntikan atau operasinya, sesarnya. Seperti itu mahal sekali kalau misalnya masyarakat yang kurang mampu pasti kesulitan untuk membayarnya," jelas Hasudungan.
Adapun program inovatif untuk hewan peliharaan berupa pemasangan mikrocip dan integrasi layanan kesehatan untuk hewan peliharaan ini akan dimulai dengan studi kelayakan pada tahun 2025, sebelum uji coba pada 2026 mendatang.
Hewan peliharaan seperti kucing dan anjing akan dipasangi mikrocip atau semacam KTP untuk anabul sehingga memudahkan identifikasi pemilik, jenis hewan, data vaksinasi rabies, serta status sterilisasi.
Jakarta Berusaha Jadi Role Model
Mewujudkan negara yang ramah terhadap hewan bukanlah perkara mustahil. Pemerintah sebagai penyelenggara negara juga mesti hadir untuk mendukung pemenuhan hak-hak hewan dan mengatasi satwa yang terlantar.
Dokter Hewan, Susana Somali, mengaku akan sangat terbantu dengan rencana subsidi layanan kesehatan untuk hewan. Perempuan yang juga Pemilik Pejaten Shelter ini melihat pemprov sedang menuju, “Jakarta ramah hewan”.
Hal ini positif sebab akan menjadikan DKI Jakarta sebagai barometer bagi wilayah-wilayah lain di Indonesia. Dengan begitu, pemerintah ingin memperlihatkan kalau mereka lebih maju dalam urusan penanganan hewan.
“Pemerintah Jakarta menginginkan masyarakat Jakarta lebih maju pemikiran tentang perilaku terhadap hewan. Makin maju bangsanya memang makin maju perlakuannya terhadap hewan,” kata Susana kepada Tirto, Jumat (13/6/2025).

Meski ia merespons wacana ini dengan gembira, bukan berarti dr. Susana tak punya catatan terkait implementasinya. Menurut dia penerapan rencana ini bakal rumit, sehingga butuh kajian mendalam dan pelibatan berbagai pihak.
“Kalau nanti memang ada BPJS (subsidi), pelayanan kesehatan mana yang akan menerima BPJS Hewan-nya? Pasti dimulai milik pemerintah, puskeswan (pusat kesehatan hewan) milik pemerintah dulu kan. Nanti dari puskeswan pemerintah baru terpikir yang lain-lain,” jelas Susana.
Founder Jakarta Cat Lovers, Shinta Saraswati, juga menyambut baik rencana adanya subsidi layanan kesehatan untuk hewan, disertai dengan penyematan mikrocip di hewan. Menurutnya, selain berfungsi untuk pendataan dan identifikasi pemilik, pemasangan mikrocip disebut bisa memantau riwayat penyakit suatu hewan.
“Selama ini juga saya kan banyak menemukan pemelihara yang mereka hanya mampu untuk ngasih makan. Untuk steril dan pengobatan mereka sebetulnya tidak ada biaya ya. Mereka sangat peduli, bukan berarti mereka nggak peduli. Tapi dengan keterbatasan biaya, ya mereka pasti akan prioritaskan untuk kehidupan mereka dulu,” kata Shinta lewat sambungan telepon, Jumat (13/6/2025).

Shinta juga berharap subsidi untuk pelayanan kesehatan hewan bisa berlangsung langgeng. Artinya tidak menjadi program yang hanya sesaat. Kepastian sumber sumber pendanaan jadi penting karenanya. Meski dengan keterbatasan, dalam artian dibatasi per wilayah, paling tidak program ini bisa berlanjut.
Lebih lanjut dia juga mencontohkan manfaat langsung dari layanan kesehatan macam ini. Kasus penyakit flu yang diderita oleh kucing, umumnya membutuhkan pengobatan jangka panjang. Penanganan flu pada kucing dikatakan tidak mudah dan bisa memakan waktu tahunan.
“Sakit flu itu nggak gampang, benar-benar pengobatannya mesti continue. Mungkin di manusia malah lebih gampang ya pengobatannya dibanding hewan. Karena kalau hewan itu kan tergantung manusia yang memeliharanya.
Nah, kalau misalnya yang stray yang mereka juga hidupnya di luar, kan untuk dimonitor setiap saat kan susah juga. Dalam pengobatan kalau dia stray bisa aja dia kena hujan lagi gitu kan. Dalam keadaan ekstrim sekarang kan manusia aja banyak yang sakit apalagi hewan gitu,” jelas Shinta.
Lebih Dulu Penuhi Layanan Dasar Kesehatan Hewan
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, punya pendapat berbeda. Menurutnya, sokongan dana untuk layanan kesehatan hewan belum mendesak untuk dilakukan mengingat masih banyaknya persoalan di Jakarta yang perlu ditangani, seperti terkait pemukiman kumuh.
“Jadi yang terkait dengan hewan ini ya. Kalau saya sih ya, dikatakan setuju ya setuju saja. Cuman siap gak itu? Karena kita punya kebun binatang Ragunan aja gak keurus,” ungkap Trubus di ujung telepon, Jumat (13/6/2025).
Kesiapan yang dimaksud salah satunya menyangkut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD). Sebab, menurutnya, negara-negara lain yang menerapkan skema subsidi pelayanan kesehatan hewan, merupakan negara maju dengan kondisi ekonomi yang mendukung.
“Kemudian katanya (berlaku) hanya untuk mereka yang masyarakat yang kurang mampu. Jadi saya khawatir ujung-ujungnya cuma untuk ajang korupsi baru. Jadi yang harus dilihat seperti itu, kalau itu ada anggarannya. Yang jelas juga lembaganya apa, itu kan juga harus ditekankan, yang mengelola siapa,” jelas Trubus.

Tak berarti irasional, sebagai inovasi kebijakan, ia beranggapan bahwa subsidi layanan kesehatan hewan terlalu rumit untuk diimplementasikan.
“Itu yang saya rasa masih jauh panggang dari api. Karena membutuhkan segala infrastruktur yang cukup. Saya kira itu sih masalahnya. Kalau sekadar untuk gagasan, itu ya boleh lah namanya wacana. Tapi kapan terimplementasinya, ya belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Kalau melihat kondisi APBD,” kata Trubus.
Sementara anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Francine Widjojo mengingatkan Pemprov DKI Jakarta untuk tidak terburu-buru membangun skema subsidi layanan kesehatan untuk hewan. Ketakutannya ini hanya untuk menghadirkan program populis. Sementara regulasi, infrastruktur, dan sumber daya medis untuk mendukung program ini belum memadai.
Ia menekankan pemerintah untuk terlebih dahulu memenuhi kewajiban menyediakan layanan dasar yang memadai bagi pemelihara hewan di Jakarta. Jangan sampai layanan dasar untuk kesehatan hewan justru diabaikan karena pemerintah beralih ke program-program baru.
“Prioritasnya tetap harus pada pemenuhan layanan dasar terlebih dahulu, agar program lanjutan seperti BPJS Hewan bisa diterapkan secara realistis, berkelanjutan, dan tidak membebani sistem yang belum kokoh,” katanya lewat keterangan tertulis, dikutip Jumat (13/6/2025).

Lebih jauh, ia pun mendorong Pemprov Jakarta untuk terlebih dahulu membangun dan memperkuat layanan puskeswan. Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan.
Dalam pasal 4 ayat (1) disebutkan, puskeswan mempunyai tugas untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan hewan di wilayah kerjanya, melakukan konsultasi veteriner dan penyuluhan di bidang kesehatan hewan, serta memberikan surat keterangan dokter hewan.
Sementara pasal 8 menyebut, puskeswan mempunyai wilayah kerja 1 sampai 3 kecamatan atau sesuai dengan jangkauan efektivitas dan tingkat efisiensi. Layanan ini dibentuk dengan mempertimbangkan wilayah padat penduduk dengan budaya memelihara hewan yang tinggi, wilayah padat ternak paling kurang 2000 satuan ternak/satuan hewan dan/atau wilayah usaha perdagangan hewan dan produk hewan.
Berkaca ke kondisi Jakarta, kini jumlah puskeswan yang dikelolah pemerintah hanya dua unit. Satu beroperasi di Ragunan, Jakarta Selatan dan yang lainnya di Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Pemerintah mengungkap bakal menargetkan penambahan 10 puskeswan pada 2026.
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id

































