Menuju konten utama
Terkait Ujaran Pribumi

BMI Berencana Laporkan Anies Baswedan ke Bareskrim Polri

BMI akan membawa dugaan kasus ujaran kebencian SARA yang dilakukan Anies Baswedan ke Bareskrim Mabes Polri. BMI menduga Anies telah melanggar Inpres No 26 Tahun 1998 serta UU 40 tahun 2008.

BMI Berencana Laporkan Anies Baswedan ke Bareskrim Polri
Wakil Ketua Bidang Hukum Banteng Muda Indonesia DKI Jakarta Ronny Talapessy dalam rangka berkonsultasi terkait ujaran pidato Gubernur DKI mendatangi kantor SPKT Polda Metro Jaya, Selasa (17/10/2017). tirto.id/Andrian Pratama Taher

tirto.id - Banteng Muda Indonesia (BMI) DKI Jakarta berencana melaporkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Bareskrim Mabes Polri. Alasan BMI, ujaran pribumi dalam pidato Anies Baswedan telah memenuhi unsur pidana.

"Berdasarkan alat bukti yang kami bawa sudah (terpenuhi)," kata Ketua Departemen Pidana Hukum dan HAM DPD BMI DKI Jakarta Pahala Sirait saat ditemui usai konsultasi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Setelah berkonsultasi dengan penyidik Polda Metro Jaya, BMI akhirnya berencana membawa kasus itu ke Bareskrim Polri.

Alasan Pahala, ujaran pribumi yang dilontarkan Anies dalam pidatonya usai pelantikan diduga telah melanggar Inpres No 26 Tahun 1998 terkait larangan penggunaan kata "pribumi" serta UU 40 tahun 2008 mengenai larangan menggunakan ujaran kebencian terhadap suku dan golongan tertentu.

Ditemui bersama Pahala, Wakil Ketua Bidang Hukum BMI DKI Jakarta Ronny Talapessy membantah pelaporan Anies Baswedan itu bernuansa politik. Rony berkilah pelaporan itu untuk menegakkan aturan.

"Sudah jelas Inpresnya nomor 26 tahun 98 nggak boleh pakai kata pribumi non pribumi. Itu dulu dong. Edukasinya harus jalan," kata Ronny.

Ronny menegaskan, bukti mereka sudah cukup kuat untuk memperkarakan Anies Baswedan. Bukti itu antara lain berupa transkrip berita dan video.

Ia mengaku, pihak BMI akan terus melengkapi berkas dan alat bukti untuk pelaporan ke Bareskrim. Namun, ia enggan menjelaskan lebih lanjut materi yang dimasalahkan tentang ujaran Anies terkait kata pribumi itu.

Pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai pelantikan pada Senin kemarin menimbulkan polemik. Anies menyinggung warga Jakarta haruslah merdeka di kotanya sendiri. Anies mengatakan, dulu semua pribumi ditindas dan dikalahkan, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

“Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik se atellor, ajam se ngerremmi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami,” kata Anies dalam pidatonya, di Balaikota Jakarta, Senin.

Anies menyebut Jakarta satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat, penjajahan di depan mata, selama ratusan tahun. Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh, tapi di DKI, kata Anies, yang namanya kolonialisme itu di depan mata.

“Dirasakan sehari hari. Karena itu bila kita merdeka, maka janji-janji itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta,” demikian cuplikan pidato Anies. Sontak kalimat itu pun mendapat sorakan dari pendukung Anies-Sandi yang memadati Balaikota.

Pernyataan Anies itu memantik respons negatif setelah sejumlah media memberitakannya. Anies dianggap membangkitkan kembali sentimen anti-pribumi di DKI Jakarta. Padahal, isu sara sudah mereda pasca kemenangannya dalam Pilkada DKI Jakarta 2017

Anies pun mengklarifikasi kata-katanya. Mantan Mendikbud ini menegaskan bahwa istilah “pribumi” digunakan dalam konteks menjelaskan era penjajahan. Sebab, kata Anies, Jakarta merupakan kota yang paling merasakan penindasan di era kolonial Belanda.

"Yang lihat Belanda jarak dekat siapa? Orang Jakarta. Coba kita di pelosok-pelosok Indonesia, tahu ada Belanda? Kita lihat di depan mata enggak? Tapi yang lihat di depan mata itu kita yang di Jakarta,” kata Anies, di Balakota Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Bagi Anies, ucapannya soal “pribumi” dalam pidato tersebut diplintir oleh beberapa media online hingga menjadi viral di media sosial. “Kan pelintiran satu dua website itu sekarang sudah dikoreksi ya. [Berita] Detik.com sudah dikoreksi, kemudian Kumparan,” kata dia.

Anies juga bersikukuh bahwa istilah “pribumi” yang ia pakai tidak melanggar etika publik, serta tidak menyalahi Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program ataupun Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.

"Pokoknya itu [kata "pribumi"] digunakan untuk menjelaskan era kolonial Belanda dan itu memang kalimatnya begitu," ujarnya.

Baca juga artikel terkait ANIES-SANDIAGA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH