tirto.id - Muhammad bin Shalih al-Utsaimin atau Syaikh Utsaimin merupakan salah satu tokoh fikih Islam terkemuka dari Arab Saudi. Ia memiliki ratusan murid dari berbagai negara, termasuk Indonesia, salah satunya adalah Yazid bin Abdul Qadir Jawas atau yang kemudian dikenal sebagai Ustaz Yazid Jawas.
Pada Kamis (11/7/2024), Ustaz Yazid Jawas meninggal dunia di Bogor, setelah sempat sakit saat menjalani ibadah haji di Mekkah. Ustaz Yazid adalah salah satu tokoh Salafi terkenal di Indonesia. Salafi merupakan manhaj atau jalan yang ditempuh untuk memahami agama Islam sesuai Al-Qur'an dan hadis.
Yazid pernah berguru kepada Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, seorang ulama besar Sunni dari Arab Saudi. Yazid bukan satu-satunya murid Syaikh Utsaimin yang menyampaikan ajaran bercorak Salafi.
Masih ada beberapa murid Syaikh Utsaimin lainnya yang juga menjadi pemuka agama di Indonesia dengan menganut manhaj Salafi. Lantas, siapa sebenarnya Syaikh Utsaimin dan siapa saja muridnya di Indonesia?
Biografi Singkat Syaikh Utsaimin
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin adalah ahli ilmu fikih beraliran Sunni kelahiran Unaizah, Arab Saudi, 27 Ramadhan 1347 Hijriah (1928 Masehi). Syaikh Utsaimin lahir di keluarga keturunan ulama dan penganut Islam yang kuat.
Kakek Utsaimin yang bernama Abdurrahman bin Sulaiman ad-Damigh merupakan ulama terkenal di Qosim, salah satu provinsi di Arab Saudi. Ia belajar membaca Al-Qur'an dari sang kakek dan ibunya. Selain mendalami ilmu Al-Qur'an, Utsaimin kecil belajar menulis, berhitung, dan ilmu sastra.
Memasuki usia sekolah, Utsaimin mendaftar ke madrasah Al-Mu'allimin Syakh 'Aliyy ibn 'Abdullah al-Shahitan. Selama menjalani pendidikan dasarnya, Utsaimin belajar menghapal Al-Qur'an di bawah bimbingan Syakh al-Shahitan.
Utsaimin dikenal sebagai murid yang teladan dan cerdas. Ia mampu menghafal Al-Qur'an di luar kepala sebelum genap berusia 11 tahun.
Arif Munandar Riswanto dalam Khazanah Buku Pintar Islam (2010) menggambarkan Syaikh Utsaimin sebagai orang yang bersemangat. Ia memiliki minat dan gairah luar biasa untuk memperdalam bidang dakwah Islam.
Utsaimin kemudian melanjutkan pendidikan formalnya di Ma'had Al-'Ilmi, Riyadh, pada 1372 H. Ia memperdalam kemampuan menulisnya di sana, sehingga mampu menghasilkan berbagai buku dan risalah.
Hasil pemikiran-pemikiran Syaikh Utsaimin diterbitkan dalam berbagai kitab fisik. Seumur hidupnya, Syaikh Utsaimin diperkirakan telah menerbitkan sekitar 198 judul kitab fisik. Kitab-kitab yang ia terbitkan termasuk kitab fikih, tafsir, panduan hukum waris, politik Islam, dan sebagainya.
Beberapa di antara kitab-kitab terbitan Syaikh Utsaimin kini telah diarsip dalam bentuk fisik hingga audio. Beberapa di antaranya juga sudah diterbitkan oleh penerbit di Indonesia, termasuk Fikih Jenazah (2018), Talkis Al-Hamawiyah (2008), Mushthalah Hadist (2008), Ushulun Fit-Tafsir (2016), dan masih banyak lagi.
Ia juga belajar mengajar, berdakwah, memberikan fatwa, dan ceramah di berbagai masjid besar yang di Arab, termasuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Sembari menempuh pendidikannya, Syaikh Utsaimin diangkat menjadi imam Masjid Jami Al-Kabir di kota kelahirannya, Unaizah.
Syaikh Utsaimin diangkat untuk menggantikan imam sebelumnya, Syaikh Abdurrahman Al-Sa'di, yang wafat. Selain menjadi Imam, Syaikh Utsaimin bekerja di Perpustakaan Nasional Ma'had Al-'Ilmi sebagai pengajar.
Selanjutnya, Syaikh Utsaimin diminta menjadi pengajar di Fakultas Syariah dan Ushuluddin Universitas Imamam Muhammad ibn Su'ud Al-Islamiyah cabang Qosim.
Sebagai salah satu cendikiawan Islam yang kompeten di masa itu, Syaikh Utsaimin bergabung Haiah Kibar Al-Ulama. Haiah Kibar Al-Ulama sendiri merupakan organisasi prestisius dari Al-Azhar yang beranggotakan para guru besar dan ulama dari berbagai bidang ilmu Islam.
Syaikh Utsaimin menikah dengan Ummu Abdillah Hafidzahallah. Pernikahannya itu dikaruniai delapan orang anak yang terdiri dari lima laki-laki dan tiga perempuan. Anak-anak Syaikh Utsaimin seluruhnya mengikuti jejak sang ayah sebagai pendakwah dan ahli ilmu agama.
Kelima putranya saat ini mengelola yayasan nirlaba Syaikh Utsaimin, MBSUCF. Syaikh Utsaimin meninggal dunia pada usia 74 tahun pada 15 Syawal 1421 H atau tahun 2000. Ia kemudian dimakamkan di kompleks pemakaman Al-'Adl, Mekkah, Arab Saudi.
Siapa Saja Murid Syaikh Utsaimin di Indonesia?
Syaikh Utsaimin tak hanya berguru dengan ulama terkenal, tetapi juga mendidik murid-murid yang kelak menjadi ulama. Menurut Brilly El-Rasheed dalam Biografi Ulama Sunnah Syaikh 'Utsaimin (2024) jumlah murid Syaikh Utsaimin mencapai 500 orang.
Beberapa muridnya yang terkenal adalah Syaikh Khalid bin Abdullah al-Muslih, Syaikh Adbullah bin Muhammad al-Tayyar, hingga Abd al-Razzaq al-Badr. Di antara murid-murid Syaikh Utsaimin, terdapat tiga pemuka agama dari Indonesia.
Ketiga ulama murid Syaikh Utsaimin di Indonesia juga menekankan ajaran Salafi meskipun dengan corak yang berbeda-beda. Berikut daftar murid Syaikh Utsaimin di Indonesia menurut Brilly El-Rasheed:
1. Ustaz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Ustaz Yazid Jawas termasuk salah satu murid Syaikh Utsaimin semasa hidupnya. Ia merupakan ulama asal Karanganyar, Jawa Tengah, yang lulus dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LPIA).Semasa hidupnya, Ustaz Yazid dikenal sebagai pendakwah sekaligus pengelola pondok pesantren Minhajus Sunnah di Dramaga, Bogor. Ia juga rutin menjadi pembicara untuk Radio Rodja dan acara-acara pengajian di berbagai kota di Indonesia.
2. Ustaz Muhammad Umar As-Sewed
Ustaz Muhammad Umar As-Sewed merupakan salah satu tokoh ulama Salafi yang dikenal di Indonesia. Ia sering menjadi pembicara di berbagai acara keagamaan dalam negeri dan menulis berbagai buku.Ustaz Muhammad Umar As-Sewed juga merupakan pengelola Pondok Pesantren Dhiyaus-Sunnah Cirebon.
3. Ustaz Abdullah Saleh Hadrami (ASH)
Ustaz Abdullah Saleh Hadrami (ASH) adalah salah satu murid Syaikh Utsaimin asal Malang, Jawa Timur. Sama seperti Ustaz Yazid, ia merupakan lulusan LPIA.Tak hanya bekerja sebagai pendakwah, Ustaz ASH merupakan penerjemah dan relawan kemanusiaan. Ia mendirikan dan mengelola sejumlah majelis taklim dan dakwah serta yayasan takmir masjid di Malang.
Editor: Iswara N Raditya