Menuju konten utama
Silsilah KH Hasyim Asyari

Biografi KH Hasyim Asyari: Ulama dan Tokoh Pendiri NU

Biografi KH Hasyim Asyari, ulama yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri NU.

Biografi KH Hasyim Asyari: Ulama dan Tokoh Pendiri NU
Hasyim Asy'ari. FOTO/Istimewa

tirto.id - KH Hasyim Asy’ari merupakan ulama asal Indonesia yang juga termasuk dalam salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Nama lengkapnya Muhammad Hasyim bin Asy'ari bin Abdul Halim, lahir di Desa Tambakrejo, Jombang, pada 14 Februari 1871.

Kiai Hasyim lahir dari pasangan Asy'ari dan Halimah, dan merupakan anak ketiga dari 10 bersaudara.

Jika dirunut, silsilah keluarga Kiai Hasyim bersambung ke Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng). Lembu Peteng memiliki putra bernama Jaka Tingkir (Karebet) yang juga merupakan kakek kedelapan Kiai Hasyim Asy'ari.

Menurut Chairul Anam dalam buku Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (2005), silsilahnya yaitu: Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin Joko Tingkir (Karebet) bin Prabu Brawijaya VI (Lembu Peteng).

Ayah Kiai Hasyim merupakan pendiri Pesantren Keras, Jombang. Buyutnya, yang bernama Kiai Usman, juga pendiri dan pengasuh Pesantren Gedang pada akhir abad 19.

Karena itu, Kiai Hasyim sejak kecil sudah terbiasa tinggal dan tumbuh di lingkungan pesantren Islam tradisional. Namun, ketika berusia 5 tahun, dia pindah dari Gedang ke Desa Keras untuk mengikuti ayah dan ibunya yang merintis pesantren baru.

Pada usia 15 tahun, Hasyim mulai meninggalkan kediamannya untuk belajar di berbagai pesantren. Dia bahkan pernah menuntut ilmu hingga ke Arab Saudi selama tujuh tahun.

Kehidupan Pribadi KH Hasyim Asy’ari

Mengutip laman Pesantren Tebuireng Online, Kiai Hasyim menikah dengan Nafisah di usia 21 tahun. Bersama mertuanya dan sang istri, beliau menunaikan ibadah haji sekaligus memutuskan menetap di sana untuk menuntut ilmu.

Namun, setelah beberapa bulan di sana, Kiai Hasyim mendapatkan cobaan berat. Istrinya meninggal dunia setelah melahirkan anak pertama, yang diberi nama Abdullah. Tak lama kemudian, sang anak juga menyusul ibunya.

Tinggallah Kiai Hasyim seorang diri di Makkah setelah ditinggal dua orang kesayangannya. Setahun kemudian, Kiai Hasyim pulang ke Indonesia.

Pada 1893, beliau kembali ke Arab Saudi bersama adiknya yang bernama Anis. Namun, tak lama kemudian, sang adik meninggal di sana.

Tahun 1899 dirinya menikahi Khadijah yang merupakan anak dari Kiai Romli, pengasuh Pesantren Kemuring Kediri. Sama seperti Nafisah, Khadijah juga meninggal lebih dulu sekira 2 tahun setelah pernikahan.

Selanjutnya, Kiai Hasyim menikahi Nafiqah yang dikaruniai 10 anak. Berdasarkan buku yang ditulis Karel A. Steenbrink berjudul Pesantren, Madrasah, Sekolah (2004), Kyai Hasyim menikah sebanyak tujuh kali.

Pulang ke Tanah Air dan Pendirian Tebuireng

Setelah menuntut ilmu dengan sejumlah ulama besar di Makkah, pada 1899 KH Hasyim Asy’ari pulang ke tanah air. Ia kemudian mendirikan pesantren di Tebuireng. Semula, kawan-kawannya menasihati Kiai Hasyim agar mengurungkan niat untuk berdakwah di tempat yang terkenal rawan tindak kejahatan.

Dengan kondisi masyarakat sekitar yang masih jauh dari ajaran Islam, pendirian pesantren banyak mengalami gangguan. Para santri kerap diteror masyarakat sekitar dengan senjata tajam seperti celurit dan pedang.

Meski begitu, Kiai Hasyim tetap bertekad dengan tujuannya. Menurutnya, tujuan dari menyiarkan agama Islam adalah memperbaiki manusia. Karena itulah dia memilih Tebuireng sebagai lokasi dakwah.

Menurut H. Aboebakar dalam Sejarah Hidup H.H.A. Wahid Hasjim (2021), Pesantren Tebuireng pada mulanya hanya sebuah teratak yang luasnya hanya beberapa meter bujur sangkar. Teratak itu terbagi atas dua buah petak rumah, yang satu sebagai tempat tinggal Kiai Asy’ari, dan sisanya dipakai untuk tempat salat.

Teratak itu awalnya hanya cukup untuk 28 santri. Namun, lama-kelamaan, seiring dengan banyaknya jumlah santri yang berdatangan, teratak-teratak itu pun semakin bertambah. Situasi keamanan pun perlahan mulai dapat diatasi.

Dari hari ke hari, Pesantren Tebuireng pun semakin besar. Para santri tak hanya datang dari Jawa Timur, melainkan dari pelbagai daerah lainnya di Nusantara. Hingga saat ini, Pesantren Tebuireng terkenal sebagai salah satu Pesantren yang paling berpengaruh di Indonesia.

Harlah 1 Abad NU dan Sejarahnya

Harlah 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU), sesuai perhitungan kalender hijriah, akan pada 7 Februari 2023. Hari itu bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1444 Hijriah.

Peringatan itu disesuaikan dengan tanggal berdirinya NU, yakni 31 Januari 1936 atau bertepatan pada 16 Rajab 1344 Hijriah.

NU akan memperingati hari lahirnya yang ke 1 abad dengan tema "Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru"

Chairul Anam dalam buku Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama menulis bahwa pendirian NU pada hakekatnya bertujuan karena belum adanya suatu organisasi yang mampu mempersatukan para ulama dan mengubah pandangan hidup mereka tentang zaman baru.

Kebanyakan mereka tidak peduli terhadap keadaan di sekitarnya. Bangkitnya kaum ulama, yang menggunakan NU sebagai wadah pergerakan, tidak dapat dilepaskan dari peran Kiai Hasyim.

Dia berkeyakinan, tanpa persatuan dan kebangkitan ulama, akan terbuka kesempatan bagi pihak lain untuk mengadu domba. Pendirian NU juga bertujuan menyatukan kekuatan Islam dan kaum ulama. Organisasi ini akan menjadi wadah dalam menjalankan peran yang tidak hanya terbatas dalam bidang kepesantrenan dan ritual keagamaan belaka, tetapi juga pada masalah sosial, ekonomi, serta persoalan kemasyarakatan.

Dalam perjalanan riwayatnya, NU berkembang pesat dan amat terjaga secara tradisional. Kini, NU menjadi organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, hidup berdampingan dengan berbagai kelompok Islam lainnya.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Fadli Nasrudin